2 - Rain

30 1 0
                                    

"Assalamualaikum, Yah."

"Waalaikumsalam."

Ceisya menyalami Ayahnya yang sedang duduk di sofa, lalu duduk di sebelahnya.

"Kok baru pulang, Cei?"

"Iya, Yah. Ceisya main basket dulu tadi sama Bimo di sekolah."

"Bimo temen SMP kamu itu kan? Yang lucunya minta ampun?" Tanya Ayahnya riang. "Hahaha... sudah lama Ayah tidak bertemu dengan dia."

"Ish. Bimo tuh anaknya tengil tau, Yah. Masa' tadi pas main basket kepala Ceisya di pegang terus sama Bimo. Pas Ceisya tanya 'Bimo! Lu ngapain pegangin kepala gue. Sengaja lu ya biar gue nggak bisa main?' Eh, si Bimo jawab gini, Yah, 'Eh! Ini kepala biar nggak ngegelinding, Cei. Soalnya kepala lu kan isinya gue. Gue takut lu nggak bisa nahan berat kepala lu lagi. Pasti beratkan?' Gitu, Yah. Langsung aja Ceisya sikut tuh perut Bimo dari belakang. Mampus!"

"Hahaha..." Ayahnya mengelus kepala Ceisya sambil tertawa. "Emang bener ya Ceisya selalu mikirin Bimo sampai kepalanya berat?" Tanya Ayahnya berniatan untuk bercanda.

"Enggak lah, Yah! Yang selalu dalam pikirian Ceisya tuh... anu." Raut wajah Ceisya berubah sedih. Apalagi baru saja tadi siang ia mendapat moment yang sangat tidak dia inginkan. Harus melihat sang pujaan hati bermesraan dengan seorang perempuan.

"Anu? Anu siapa ayo?"

"Janji Ayah jangan marah ya? Ayah nggak apa apa kan kalo Ceisya jatuh cinta dan berharap bisa menjalin hubungan lebih dari temen?"

Ayahnya tersenyum tulus. "Nggak apa apa, Cei. Pesan Ayah kalo kamu emang mau pacaran, kamu harus bisa jaga diri. Jangan sampai ada yang berani ngerusak kamu. Oke?" Ceisya mengangguk. "Jadi, anu siapa?"

"Cinta pertama, Ceisya, Yah." Ceisya nyengir malu. "Namanya, Rain."

"Rain?" Tanya Ayah, Ceisya mengangguk. "Nama yang bagus. Lalu?"

"Tapi... dia nggak suka Ceisya." Ceisya menunduk sedih. "Dia suka perempuan yang cantik sekaligus feminim seperti Sisil, perempuan paling cantik di sekolah Ceisya."

Ayahnya membalikan badan Ceisya menghadap ke arahnya. Ia mengangkat dagunya, mengelus pipi anaknya, lalu mengulas sebuah senyum sebagai seoarang Ayah. "Tidak perlu bersedih, Ceisya. Di mata Ayah, kamu cantik kok. Cantik sekali."

"Apa si Ayah? Ceisya jadi baper kan sama Ayah?" Rengek Ceisya

Ayah Ceisya tertawa pelan. "Ada ada kamu, Cei. Sudah, jangan dipikirkan. Nanti dia kesenangan gara gara kamu pikirkan terus."

"Dia kan nggak tau, Yah, kalo lagi Ceisya pikirin."

"Benar kah? Kalau begitu suatu saat dia akan tahu. Hayo. Mau apa kamu nak?"

"Ihh, Ayah kok mirip mirip Bimo sekarang. Nyebelin!"

Ayah Ceisya tertawa kecil. "Ayah jadi curiga. Sebenarnya kamu ini cintanya sama Rain apa ke Bimo ya? Kok sempet sempetnya kamu bawa bawa nama Bimo disini?" Goda Ayahnya.

"Ayahh!!" Ceisya melipat tangannya di depan dada. "Ceisya ngambek!"

"Hehe. Iya iya, Cei." Ayahnya mengelus kepala Ceisya. "Ya sudah. Kamu mandi, habis itu makan. Ayah sudah siapin makanan kesukaanmu."

🌬🌬🌬

Pagi ini, Bimo sengaja berangkat lebih awal. Sambil menunggu Ceisya datang, juga bel berbunyi, Bimo mengisengi Sapto. Teman satu kelasnya yang memiliki badan gendut sekaligus lebar. Keduanya sedang berdiri di balkon besi lantai 2. 

Ceisya-yangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang