Kiss Me, Kill Me
Ed sedang berusaha mengingat-ingat, di mana ia pernah bertemu dengan sepupu Licia yang model itu. Tiana namanya, jika Ed tidak salah ingat. Namun, di mana ia pernah melihatnya? Bukan hanya fotonya, tapi benar-benar dirinya. Di tengah usahanya itu, tiba-tiba ia merasakan Licia menarik wajahnya. Sebelum Ed sempat bertanya, apa yang wanita itu inginkan, Licia sudah mempertemukan bibir mereka.
Seketika, pikiran tentang di mana ia pernah bertemu Tiana, lenyap dari kepalanya. Ketika Licia hendak menarik diri, Ed tak membiarkannya. Jika Licia ingin menyalahkan seseorang, ia bisa menyalahkan dirinya sendiri. Tidak seharusnya ia menyerang Ed tiba-tiba, ketika Ed begitu lelah dan lebih dari apa pun, ia menginginkan Licia. Dan Ed terlalu lelah, terlalu lapar, untuk melawan keinginannya itu.
Ketika Ed melepaskannya, Licia terengah kehabisan napas. Ed tak dapat menahan senyum saat menunduk dan berbisik pada wanita itu,
"Jika aku tidak menghentikannya tadi, kau mungkin akan berakhir pingsan, hm?"
Licia menatap Ed dengan sorot kesal.
"Jangan menatapku seperti itu. Kau yang menyerangku. Tak ada yang lebih kuinginkan daripada menciummu, Licia. Sungguh," Ed meyakinkan wanita itu.
"Aku melakukannya karena kau terus menatap Tiana tanpa berkedip. Sebentar lagi, bola matamu mungkin akan copot karena terus menatapnya," desis Licia pelan, tajam.
Ed terbahak mendengarnya. "Kuharap kau melakukan itu karena cemburu," katanya pelan.
"Aku tidak akan melarangmu berharap, kalau begitu," ledek wanita itu, sebelum mendorong Ed menepi.
Ed mengerti kenapa wanita itu bisa bersikap sekasar itu padanya di rumah ini ketika ia berbalik. Karena kini tidak ada siapa pun di ruangan itu selain mereka berdua dan pintu ruangan itu sudah tertutup kembali. Terima kasih pada siapa pun yang melakukannya.
Di depan pintu ruangan, Licia menghentikan langkah, mungkin akhirnya ingat bahwa ia memerlukan Ed di sisinya, setiap saat, di rumah ini. Ed tak merasa perlu membuang waktu untuk menghampiri wanita itu. Namun, ketika lagi-lagi Licia memeluk lengannya dengan terlalu berlebihan, Ed menarik lepas tangan wanita itu, membuat tatapan tajam Licia kembali mendarat padanya.
Ed tak mengatakan apa pun, tapi ia menautkan tangan mereka dan menunjukkannya di depan wajah wanita itu. Licia berdehem, tak membantah. Begitu mereka berjalan keluar dari ruangan, Ed tak menyiakan kesempatan untuk mengangkat tangan Licia yang bertaut dengan tangannya dan menciumnya.
Saat Licia menoleh padanya, wanita itu menatapnya dengan pandangan penuh tanya, yang hanya dijawab Ed dengan senyuman.
***
Ed baru saja selesai mandi ketika pintu kamarnya diketuk. Menarik sebuah kaos dari tumpukan pakaian yang sudah ditata rapi di dalam lemari di sisi ruangan, Ed berjalan ke arah pintu sembari memakai kaosnya. Saat Ed membuka pintu kamar, Licia, dengan rambut yang masih basah, sudah berdiri di hadapannya. Oh, dengan tatapan tajamnya itu.
Ed mundur saat Licia mendorongnya, sebelum wanita itu ikut masuk ke kamarnya. Lici berbalik hanya untuk menutup pintu kamarnya, lalu menguncinya. Ed mengangkat alis saat Licia kembali menatapnya.
"Ini masih siang, Licia. Tapi, aku tentu saja tidak keberatan." Ed mengulurkan tangan ke wajah Licia, yang segera ditepis kasar oleh wanita itu.
"Bukankah sudah kuperingatkan untuk mengunci pintumu dan tidak membukakan pintu sembarangan?" sembur wanita itu tajam.
Ed menghela napas berat. Apa masalahnya sebenarnya? Jika yang mengetuk tadi memang salah satu sepupu Licia yang cantik itu, Ed hanya perlu menutup pintunya lagi, dengan kasar. Bahkan, hingga mematahkan hidung salah satu dari mereka, jika itu bisa menyenangkan Licia. Meski itu akan mengurangi nilai gentleman-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Into You (Dark Marriage Series #1) (End)
RomanceLicia tidak pernah tahu jika Ed, si playboy menyebalkan yang baru pindah ke kantor tempat ia bekerja, akan berakhir menjadi tunangan pura-puranya. Demi bisa pergi dari rumah neneknya dan mendapatkan hidupnya sendiri, Licia harus meminta bantuan Ed...