There's No Going Back
Licia sudah tak lagi menghitung berapa hari Ed menginap di luar pintu kamar apartemennya. Setelah Ed mengumumkan diri sebagai CEO di perusahaan mereka, Licia belum lagi bertemu atau berbicara dengannya. Lebih tepatnya, Licia selalu berusaha menghindarinya di kantor. Namun, itu tak menghentikan Ed untuk mengejar Licia.
Setiap pulang kerja, meski terkadang ia lembur di kantor, ia selalu pulang kemari dan menunggu di depan pintu kamar apartemen Licia. Ia baru akan pergi esok paginya, untuk berangkat ke kantor. Licia sempat melihatnya dari kejauhan di kantor, mendapati dengan jelas wajah tampannya yang tampak lelah. Semua mungkin berpikir itu karena pekerjaannya. Memangnya, siapa yang tidak akan kelelahan jika setiap malam harus menginap di depan pintu kamar apartemen Licia?
Hingga malam itu puncaknya. Tadi sore di kantor, Licia sempat melihat Ed di lift eksekutif. Pria itu tampak pucat dan akan pingsan. Sementara, ini sudah tengah malam dan Ed masih ada di luar pintu kamar apartemennya. Pria itu bahkan tidak memakai jaket, tidak pula jasnya. Ia hanya memakai kemeja putih tipis yang dipakainya di kantor seharian tadi.
Licia menarik napas dalam di depan pintu apartemennya. Selama lima menit, ia berusaha menguatkan diri. Ia tidak akan mengatakan apa pun, ia tidak akan meminta penjelasan apa pun. Sederhananya, ia tak ingin semakin terluka lagi karena kebohongan pria itu. Jadi, ia akan mengatakan apa yang perlu ia katakan dan menyelesaikan ini.
Licia akhirnya membuka pintu kamarnya. Seiring pintu kamarnya terbuka, sosok yang bersandar di sana, seketika terjungkal ke belakang karena kehilangan sandaran. Licia mendengus tak percaya ketika pria yang kini berbaring di bawahnya itu, masih bisa tersenyum dan menyapanya,
"Hai, Licia."
"Aku akan menikah denganmu, jadi sekarang pergilah," Licia berkata. Hanya itu yang ingin ia katakan.
Di depannya, Ed sontak melompat berdiri. Ia memutar tubuhnya dan menatap Licia lekat.
"Apa ... katamu?" Ia menatap Licia tak percaya, ragu akan apa yang barusan didengarnya.
"Kubilang, aku akan menikah denganmu. Jadi, jangan seperti ini dan pulanglah. Kita bisa membicarakannya akhir pekan nanti," tutup Licia.
"Tidak, tidak. Kita bisa membicarakannya sekarang," sahut Ed gembira. "Aku ... tidak, tidak ... kau bisa mempersilakan aku masuk. Kita bisa ..."
"Tidak, Bapak CEO yang terhormat," Licia menekankan.
Di depannya, seketika ekspresi Ed berubah.
"Tolong, hargai privasi saya," ucap Licia resmi.
Pria itu masih berdiri di tempatnya, tapi Licia sudah tak sanggup lagi menghadapinya lebih lama lagi. Jadi, Licia menutup pintunya. Namun, saat pintunya terayun, ia mendengar suara benturan cukup keras, membuatnya kembali menarik pintunya terbuka. Lalu di depannya, ia memekik kaget melihat Ed sudah jatuh ke lantai, matanya terpejam.
Apa pria ini becanda? Di tengah malam seperti ini?
Licia berlutut di samping Ed, mengguncang bahunya.
"Ed, bangunlah," Licia meminta, tapi mata pria itu masih terpejam.
Apakah tadi kepalanya terbentur pintu?
Licia berniat menyingkirkan rambut Ed untuk mengecek keningnya, ketika ia mendapati tingginya suhu tubuh pria itu. Demam seperti ini, bisa-bisanya ia ...
"Dia tidak mati, kan?" Suara itu membuat Licia terlonjak.
Licia menoleh dan melihat sosok berambut pirang yang dikenalinya sebagai aistsen Ed di kantor. Dari keterangan Tyas, pria ini baru datang dari California. Ed juga pernah berkata jika dulu ia sempat beberapa bulan berada di sana dan ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Into You (Dark Marriage Series #1) (End)
RomanceLicia tidak pernah tahu jika Ed, si playboy menyebalkan yang baru pindah ke kantor tempat ia bekerja, akan berakhir menjadi tunangan pura-puranya. Demi bisa pergi dari rumah neneknya dan mendapatkan hidupnya sendiri, Licia harus meminta bantuan Ed...