Back to Memories
Ketika baru turun dari mobil yang berhenti di halaman di depan rumah besar berlantai dua dengan cat putih itu, Ed langsung disambut pelukan erat Licia di lengannya. Ed menoleh ke samping dan dilihatnya wanita itu tampak begitu tegang.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Ed pelan.
"Menunjukkan pada mereka bahwa kau tunanganku," Licia berkata, tanpa menatap Ed. Tatapannya tertuju lurus ke arah pintu lebar di depan rumah itu. Pintu utama.
Saat pintu itu terbuka, seorang wanita yang tampaknya sudah berusia di atas enam puluh tahun, keluar dari rumah itu, diikuti tante-tante, om-om dan sepupu-sepupu Licia. Ed menunduk, tersenyum geli mendapati Licia mencengkeram lengannya begitu erat.
"Kau bisa mematahkan tanganku," Ed berkata.
"Jangan becanda di saat seperti ini," Licia membalas tajam.
Ed mendengus pelan, lalu ia meraih dagu Licia, mendongakkan wajah wanita itu. Menjawab keterkejutan di wajah wanita itu, Ed menunduk dan mendaratkan ciuman singkat di bibirnya. Saat ia menarik diri, Licia masih tampak sama terkejutnya.
Ed tersenyum dan berkata, "Itu adalah caraku menunjukkan pada mereka bahwa kau milikku."
Licia berdehem, membenahi ekspresinya, sebelum kembali menatap ke depan. Di depan sana, semua orang menunjukkan ekspresi yang sama dengan Licia tadi. Sepertinya itu adalah ekspresi yang menurun dalam keluarga.
Begitu rombongan itu sudah berdiri di depan Licia, –bukannya menunggu Licia masuk ke dalam rumah dan malah menyusulnya ke halaman, Ed tersenyum pada nenek Licia. Wanita itu memiliki warna mata seperti milik Licia. Wanita itu menatap Ed selama beberapa saat, menilainya. Lalu, ia menatap Licia.
Ketika neneknya maju mendekatinya, Licia berkata cepat,
"Aku ingin istirahat, Nek."
Melihat dari tatapan mencela tante-tante dan om-omnya, Ed bisa mengerti kenapa Licia begitu ingin meninggalkan rumah ini. Namun sepertinya, neneknya tak sedikit pun tampak terganggu dengan itu dan malah menyahut,
"Benar. Kau pasti lelah. Istirahatlah. Dan pria ini ..."
"Nenek pasti sudah tahu jika dia adalah pria yang kucintai. Kami sudah bertunangan dan bahkan tinggal bersama di apartemenku," kata Licia tanpa ragu.
Mata neneknya menyipit, tak terlalu suka mendengar itu. Sementara, di belakang neneknya, tante-tantenya tersenyum merendahkan. Begitu pun sepupu-sepupunya yang ada di sana.
"Tidak perlu menyiapkan kamar tamu untuknya. Dia bisa tidur di kamarku," Licia melanjutkan, kali ini mengejutkan Ed juga, meski ia tak menampakkannya.
Licia sama sekali tidak mengatakan tentang ini padanya tadi. Apa katanya? Tidur di kamar wanita itu? Di kamar yang sama? Wanita ini benar-benar tak tahu apa pun tentang pria. Entah Ed harus bersyukur atau mengeluh untuk itu.
"Kau tahu, kau tidak bisa melakukannya di rumah ini." Suara neneknya menajam.
"Karena itulah, aku berkeras tidak mau pulang kemari. Aku hanya ingin tinggal bersama pria ini. Jika Nenek tidak bisa menerimanya, untuk apa aku datang kemari?" balas Licia.
Ed sama sekali tak menyangka, wanita itu akan memulai perang seawal ini. Mereka bahkan baru tiba dan Ed belum mengisi perutnya. Tak bisakah mereka beperang nanti saja, setidaknya setelah Ed tidur sebentar dan makan, atau setidaknya, minum air dingin? Meski rumah nenek Licia berasa di kawasan puncak, tapi di luar sini benar-benar panas. Karena tatapan laser keluarga Licia pada Ed. Entah kenapa Licia berkeras memulai perang di tengah halaman, di tengah semua tatapan laser ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Into You (Dark Marriage Series #1) (End)
RomanceLicia tidak pernah tahu jika Ed, si playboy menyebalkan yang baru pindah ke kantor tempat ia bekerja, akan berakhir menjadi tunangan pura-puranya. Demi bisa pergi dari rumah neneknya dan mendapatkan hidupnya sendiri, Licia harus meminta bantuan Ed...