The Truth Behind

4.4K 423 82
                                    

The Truth Behind

"Apa Nyonya yakin tentang ini?" Fransisco mempertanyakan keputusannya.

Elizabeth mengangguk. "Karena aku egois, aku akan melakukan ini untuk melindungiku, juga cucuku. Tidak ada pilihan lain. Kita harus segera melakukan rencana ini sebelum semuanya terlambat."

"Tapi, jika sesuatu terjadi pada Nona Licia, semua harta yang Nyona wariskan pada Nona akan jatuh ke tangan Tuan Luke, Nyonya," Fransisco mengingatkannya.

Elizabeth mengangguk. "Karena itu, kita bisa memanfaatkan perasaan anak itu pada Licia. Dia tidak akan mengkhianati Licia. Itu berarti, hartaku akan aman di tangan Licia. Dan nyawaku, juga nyawa Licia, akan aman di tangan anak itu."

Fransisco tampak ragu. "Tapi ... mereka mungkin akan mengincar Tuan Luke, Nyonya."

"Karena itulah, dia harus bisa pergi dari rumah ini sebelum terbunuh," Elizabeth menjawab. "Ini adalah pertaruhan. Dan nyawa anak itu, ada di tangannya sendiri."

"Nyonya juga tahu kan, Tuan Luke sama sekali tidak bersalah?" sebut Fransisco.

Elizabeth mengangguk. Ia menghela napas berat.

"Dalam perang, terkadang kita harus mengorbankan mereka yang tidak bersalah."

Fransisco masih tampak tak setuju dengan rencananya, tapi pria itu mengangguk.

***

"Berkat aktingmu, kurasa begitu kita meninggalkan rumah ini, aku tidak akan perlu lagi kembali kemari," ucap Licia riang saat mereka duduk di kursi beranda kamar wanita itu, menatap bintang.

"Kakimu bagaimana? Kau yakin mau pulang besok?" tanya Ed.

Licia mengangguk. "Kakiku toh sudah baik-baik saja. Ini sudah hampir satu minggu, astaga! Aku tidak bisa membayangkan tumpukan pekerjaan yang menungguku." Wanita itu mengerang seraya memejamkan mata.

Ed tersenyum geli. Licia tidak perlu khawaatir akan itu. Ed sudah meminta salah satu staf sekretaris untuk membereskan pekerjaan wanita itu, entah bagaimana caranya. Saat mereka kembali nanti, wanita itu akan tahu bahwa Ed akan menjadi atasannya. Ed tak bisa membayangkan, betapa terkejut dan marahnya Licia nanti.

Karena itulah, Ed sengaja menunda kepulangan mereka. Ed masih ingin di sini, bersama Licia, mendapat senyum dan mendengar tawa wanita itu karena candaannya. Tidak masalah jika saat mereka pulang nanti, Licia akan marah padanya. Tak masalah meski Ed harus berjuang dari awal lagi. Karena tak peduli berapa kali pun, Ed siap berjuang untuk wanita itu, dimulai dari titik nol mana pun.

Namun, setidaknya untuk saat ini, untuk pertama kalinya setelah dua puluh tahun. Akhirnya, ia bisa memeluk wanita ini lagi, melempar canda dan menerima sedikit kepercayaannya. Ed ingin menikmatinya sedikit lebih lama. Karena ia tahu, sekali wanita ini merasa tersakiti olehnya, segalanya tidak akan sama lagi. Sama seperti Licia yang tak lagi sama seperti dua puluh tahun lalu.

Namun, itu juga tidak masalah. Jika Licia marah padanya, Ed akan memulai dari awal lagi. Ia akan menganggap dirinya beruntung bisa bertemu dengan sisi Licia yang lain lagi. Toh bagaimanapun, ia tetaplah Licia. Bahkan ketika nanti wanita itu berusaha membunuhnya, ia tetaplah Licia. Dan perasaan Ed tidak akan pernah berubah.

"Ah, kuharap anggurku yang ada di kulkas masih baik-baik saja," gumam Licia ketika membuka mata.

Ed mendengus geli.

"Ssekarang, kau bisa memikirkan apa yang kau inginkan dariku sebagai balasannya." Licia menoleh pada Ed. "Kau bilang kau tidak mau mendapatkan tubuhku dengan cara seperti ini. Tapi kukatakan padamu, kau juga tidak bisa mendapatkan hatiku dengan cara seperti ini. Jadi, apakah ada hal yang kau inginkan, yang bisa kuberikan?"

Still Into You (Dark Marriage Series #1) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang