The Lies Behind
Licia bersandar di sisi mobil, mendongak menatap langit yang tampak cerah pagi itu. Tidak panas, tapi hangat. Lagi, bibirnya melengkung menerbitkan senyum. Memikirkan ia akhirnya tidak perlu kembali ke rumah ini, rasanya seolah ia bisa terbang karena bahagia. Dan lega.
Ia mendengar pintu depan dibuka. Saat Licia menatap ke sana, dilihatnya Ed berjalan melewati pintu itu, ke arahnya. Licia tersenyum pada pria itu sembari mengulurkan tangan. Namun di depannya, Ed tak menyambut uluran tangannya. Detik berikutnya, Licia mendapati pria itu sudah menciumnya, keras, kasar.
Apa yang terjadi? Apakah sesuatu terjadi? Apakah neneknya mengatakan sesuatu padanya? Licia hendak mendorong Ed, meminta penjelasan, tapi ciuman pria itu melembut dan membuai Licia. Ia memejamkan mata saat Ed menariknya semakin dekat.
Ketika akhirnya pria itu mengakhiri ciuman, ia menarik Licia dalam pelukannya.
"Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Licia.
Ed menghela napas berat. "Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak memakai gaun?"
Licia mendengus tak percaya seraya mendorong Ed dengan kesal. Ia benar-benar khawatir untuk hal yang sia-sia. Di depannya, pria itu sudah tersenyum usil.
"Kau benar-benar tampak cantik. Sialnya, kau memakai gaun yang terlalu pendek, Licia. Kau benar-benar tahu cara paling manis untuk membunuhku," ucap pria itu.
Licia mendengus tak percaya. "Apa yang akan kulakukan dengan tunangan playboy-ku ini?"
Ed menunduk. "Menciumnya? Dengan sangat lama."
Licia mendesis kesal seraya mendorong Ed. Namun, saat melihat senyum pria itu, Licia tak dapat menahan senyumnya juga. Ia berjinjit di depan pria itu dan mencium bibirnya singkat.
"Ayo pulang," ucap Licia riang.
Ed tampaknya terkejut karena Licia tiba-tiba menciumnya. Meski kemudian, pria itu tersenyum juga saat membalas, "Ya, ayo pulang."
Namun, saat pria itu berbalik, berjalan ke sisi kemudi, kenapa punggungnya tampak begitu sedih? Atau, itu hanya perasaan Licia?
***
"Kau tidak pulang? Mau menginap di depan pintu apartemenku?" serbu Licia saat wanita itu keluar dari kamarnya setelah mandi sore itu.
Sementara di ruang tamu, Ed berbaring di sofa di depan televisi.
"Nanti dulu. Siapa tahu ada orang-orangnya nenekmu di luar sana," sahut Ed cuek sembari mengganti channel televisi. "Kenapa tidak ada acara yang menarik?"
Licia memutar mata ketika menghampiri Ed dan merebut remote televisi di tangannya.
"Besok kita harus bekerja, Ed. Pulang dan istirahatlah," kata Licia.
Ed mendongak, menatap wajah wanita itu lekat. Rambutnya terbungkus handuk putih, tapi beberapa helai lolos dan menggantung di sisi wajahnya.
Ed beranjak duduk. "Apa kau tahu betapa seksinya kau saat ini?" sebut Ed, membuat tangan Licia terayun hendak memukul bahunya, tapi Ed menangkap tangannya.
"Ini aku juga sedang istirahat. Berjam-jam aku menyetir sendiri, kan? Kau yang sepanjang jalan tadi tidur di mobil, mana tahu penderitaanku? Apa katamu tadi? Ayo pulang? Tidur, maksudmu?" rentet Ed.
Licia berdehem. "Semalam, aku tidak bisa tidur karena terlalu senang," ia beralasan.
"Tentu saja kau senang setelah aku menciummu semalam," sahut Ed, membuat Licia mendesis kesal. Wanita itu menarik tangannya dari pegangan Ed.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Into You (Dark Marriage Series #1) (End)
RomanceLicia tidak pernah tahu jika Ed, si playboy menyebalkan yang baru pindah ke kantor tempat ia bekerja, akan berakhir menjadi tunangan pura-puranya. Demi bisa pergi dari rumah neneknya dan mendapatkan hidupnya sendiri, Licia harus meminta bantuan Ed...