Goodbye ... Or Not

5.5K 459 32
                                    

Goodbye ... Or Not

Tiga puluh menit lebih berlalu sejak mereka tiba di apartemen Licia, tapi Ed sengaja tak membangunkan wanita yang tengah lelap di kursi sebelahnya itu. Jaket Ed yang masih dikenakan wanita itu membuat bibirnya tersenyum. Setidaknya wanita itu tidak membuangnya dalam perjalanan pulang tadi.

Ia masih tersenyum ketika mencondongkan tubuh ke arah Licia, menatap wajah wanita itu lekat, mengaguminya, lagi-lagi terpesona padanya. Namun kemudian, senyumnya lenyap, berganti desahan berat tatkala teringat janjinya pada wanita itu. Bahwa ia tidak akan mengusik wanita itu lagi setelah besok mendengar cerita yang harus dipendam wanita itu sendiri, setelah Ed pergi darinya.

Besok, ia akan tahu dari mulut wanita itu sendiri, apa yang terjadi padanya begitu Ed pergi dari hidupnya dua puluh tahun lalu. Apa yang membuat Licia begini membenci para pria, dan apakah wanita itu memiliki perasaan yang sama dengannya? Ia tak tahu, apa ia harus senang atau sedih jika memang Licia juga merasakan hal yang sama dengannya; kerinduan yang sama, rasa cinta yang sama.

Bodoh jika ada yang mengatakan bahwa ia tidak senang jika orang yang ia cintai, juga mencintainya. Gila jika ada yang berkata bahwa ia sama sekali tidak berharap orang yang sangat ia rindukan, juga merindukannya. Bahkan meski kata-kata itu tak diucapkan, harapan itu terpendam kuat di dalam hati setiap orang. Bahkan hingga tak terlihat, tertutup ego untuk mengakui betapa menyedihkannya memiliki perasaan itu.

Namun, Ed tahu, bahkan meskipun wanita itu memiliki perasaan yang sama dengannya, ia tidak akan bisa mengakui bahwa perasaan itu tertuju padanya. Ia hanya Ed, playboy yang selalu mengganggunya, bukan sosok dari masa lalu yang pernah menggenggam tangannya dan berjanji tak akan pernah meninggalkannya.

Ed mengernyit ketika tusukan menyakitkan mendarat di dadanya tatkala ingatan akan kejadian dua puluh tahun lalu kembali membayanginya. Air mata Licia saat itu, keputusasaannya, kesedihannya, cukup untuk membunuh Ed selama dua puluh tahun terakhir ini.

Namun, ia sedikit pun belum bisa mengenyahkan mimpi buruknya itu, ketika ia harus melepas wanita ini lagi. Ed memejamkan mata, mengepalkan tangannya erat, mengabaikan rasa sakit di telapak tangannya yang bahkan tak sedikit pun sepadan dengan rasa sakit yang ia rasakan di dadanya.

"Apa yang kau lakukan?" Suara dingin penuh kecurigaan Licia itu seketika membuat mata Ed terbuka.

Ed bahkan belum sempat memundurkan tubuh ketika wanita itu sudah mendorongnya kasar.

"Apa kau melakukan sesuatu padaku?" tuduh wanita itu seraya menunduk dan mengecek pakaiannya.

Ed mendengus geli melihat itu. Setidak percaya itulah wanita itu padanya.

"Aku tidak sebrengsek itu, Licia. Bahkan meskipun aku menginginkanmu, aku akan memastikan kita menikah lebih dulu sebelum aku ..."

"Cukup," Licia memutus kalimat Ed, sekaligus mimpi kosongnya itu. "Memikirkan kemungkinan itu saja sudah cukup membuatku ingin muntah."

Ed meringis. Menakjubkan bagaimana wanita ini begitu membencinya. Benar-benar seratus persen membencinya.

Ketika wanita itu menyadari bahwa mereka sudah tiba di depan gedung apartemennya, ia menatap Ed dengan tatapan menuduh.

"Jangan menatapku seperti itu," Ed berusaha membela diri. "Toh besok mungkin akan menjadi terakhir kalinya aku bisa pergi denganmu. Bahkan besok, kau mungkin tidak akan mau berlama-lama denganku. Kau bahkan tidak akan mau aku menjemputmu. Kau mungkin berencana menemuiku langsung di kafe." Ed lalu menoleh ke belakang. "Kafe itu, mungkin," sebutnya seraya mengedik ke arah kafe yang berada tak jauh dari gedung apartemen Licia.

Still Into You (Dark Marriage Series #1) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang