08

2.4K 225 4
                                    

Gaara masih berada di kantornya. Menyibukkan diri dengan segala dokumen dan deadline. Memeriksa berkas dan sering kali lembur adalah kesehariannya setelah lulus .

Gaara sering kali lupa dengan Hinata. Bahkan terkadang tidak ingat sama sekali. Gaara menguap,melihat jam ditangannya. Cukup terkejut pasalnya dirinya tidak pulang lagi.

Menghela nafas pelan. Gaara menggulung lengan kemejanya. Menenteng jasnya dan melenggang keluar.

Gaara mungkin tidak ingat. Tapi dirinya memang peduli. Sifat Gaara memang bertolak belakang dengan Hinata,kekasihnya.





.
.
.

Memasuki apartemen miliknya,Gaara melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah. Gaara tidak terlalu perduli dengan sekitar, segera memasuki kamar mandi membersihkan diri .

Dua puluh menit Gaara telah siap mengenakan kaos hitam dan boxer biru. Memasuki dapur, Gaara mengernyitkan dahi. Melihat meja makan dipenuhi berbagai hidangan, dan juga lilin yang sudah meleleh.

Menepuk dahinya, Gaara segera menyambar kunci mobil. Nampaknya dirinya lupa jika memiliki janji dengan kekasihnya.

Gaara terburu mengenakan celana panjang, tanpa mengganti kaos tanah dikenakannya. Gaara memakai sepatu sekenanya.

Mobil yang dikendarainya melaju kencang. Gaara harus segera sampai di mansion Hyuuga sebelum Hinata benar-benar marah padanya.

Tidak butuh waktu lama, Gaara segera turun, menekan bel. Pertama yang menyambutnya adalah seorang maid. Gaara mengangguk dan melenggang memasuki kediaman Hyuuga.

Gaara melihat Hinata masih mengenakan seragam sekolah duduk di sofa ruang tengah. Gaara melihat sekeliling nampak sepi. Mungkin Neji lembur, paman dan bibi sedang pergi keluar kota. Gaara berjalan mendekat, mengambil posisi duduk di samping gadisnya. Mungkin Hinata masih belum sadar, masih asik dengan lamunannya.

Gaara yang sudah bosan menyentil telinga Hinata gemas. "hei". Panggil Gaara.

Hinata menatap Gaara sebal, tidak menyapa,Hinata berdiri tidak memperdulikan Gaara sama sekali.

Pemuda bersurai merah itu mengernyit, Hinata yang dikenalnya akan tersenyum senang dengan kedatangannya.

Hinata terus berjalan menjauh, Gaara berdiri menyusul kekasihnya. " Hei". Gaara menarik Hinata menghadap arahnya. "kau sakit, atau demam". Sembari tangan pemuda bersurai merah itu menyentuh dahi kekasihnya. "Tidak panas". Gaara sedikit aneh. "Ada apa". Gaara Kemabli bertanya.

Hinata justru menjatuhkan air matanya dan memeluk Gaara tiba-tiba. Gaara membalasnya dan sesekali menyentuh Surai indigo Hinata.

"Ke-kenapa melupana jan-ji ". Ujar Hinata sesenggukan.

Gaara terdiam tanpa menjelaskan. Pemuda itu berharap Hinata mengerti jika dirinya memang sibuk.

Keterdiaman Gaara membuat Hinata yakin jika tidak ada cinta lagi dihati kekasihnya.

Hinata buru-buru melepaskan pelukannya, menatap Gaara dalam. "Lebih ba-baik kita putus saja". Hinata berbalik menjauhi Gaara.

"Memangnya bisa,kau melupakanku ". Ujar Gaara di langkah ke empat Hinata.

Hinata berbalik dan menatap tajam Gaara. Tatapan yang jarang diperlihatkan kekasihnya. " Kenapa tidak ". Ungkap Hinata tegas.

Berlari menaiki tangga, menumpahkan segala kekesalannya pada pemuda yang telah membuatnya kecewa berulang kali.

Neji yang baru tiba, memandangi Gaara yang justru sibuk meminum segelas air putih .

"Kau baru pulang". Ucap Gaara.

Neji hanya mengangguk sembari memposisikan duduk di dekat Gaara. ". Bagaimana dengan perusahaannya, sudah stabil". Neji mengambil gelas dan menuang air putih.

"Sudah stabil, tapi sekarang justru Hinata ngambek lagi". Curhat Gaara.

Neji tersenyum setengah tertawa. " Bersabarlah, dia masih remaja Gaara". Neji meminum air putihnya . Gaara menghela nafas.

"Kenapa sulit mencintai remaja". Gaara menyangga dagunya. Neji manggut-manggut menjawab sahabatnya.



16 vs 22Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang