Lia POV
Hari ini masih terhitung libur sekolah dan sudah 3 kali aku mengisi kuota dalam sebulan. Dan sekarang habis lagi. Di rumahku tidak ada WiFi.Aku mulai mengambil jaket dan celana panjang lalu mengambil beberapa uang dan keluar untuk jalan kaki ke depan komplek.
di minimarket depan*
Aku memasuki minimarket lalu menuju ke kasir. "Ada yang bisa dibantu?" Kata mbak-mbak minimarketnya.
"Saya mau i-" belum selesai bicara, tiba-tiba ada bunyi jatuh tepat dibelakangku. Aku reflek menoleh ke belakang dan mendapati seorang tetangga yang tengah memungut makanan ringan yang berceceran.
Aku reflek memungut makanan ringan itu lalu meletakkannya di meja kasir. "Duluan aja" ucapku lalu mundur selangkah. "Makasih" balasnya sambil tersenyum, memamerkan gigi-giginya yang besar.
"Kamu Lia kan?" Tanyanya setelah menerima nota dari Mbak-mbak minimarket. "Em.. iya. Namamu?" tanyaku balik. "Zabdiel" jawabnya.
"Duluan ya" katanya lalu keluar dari minimarket.'Tinggi banget dia'. Mbak-mbak minimarket mengguncang pundakku membuat lamunanku buyar. "Jadi mau isi apa?" Tanyanya. "Oh, isi kuota 25 ribu" jawabku.
Setelah menerima nota, aku keluar dari minimarket sambil mengecek kuotaku sudah masuk atau belum. "Anjir!" Umpatku saat kepalaku tertabrak punggung seseorang.
Ku angkat kepalaku dan terlihat Zabdiel berdiri sambil menenteng kresek besar berisi makanan ringan di dalamnya. "Oh maaf Lia, aku menunggumu tadi" katanya. "Aku?" tanyaku terkejut dan dia mengangguk sebagai jawabannya.
Kami berjalan kaki sambil menikmati siang menjelang sore. Dia banyak bercerita tentang teman-temannya yang bernama Joel, Chris, Richard, dan Erick yang tengah main di rumahnya yang tepat berada di belakang rumahku. Dan entah kenapa aku nyaman walau sebatas mengobrol dengannya.
"Lain kali aku main dengan teman-temanmu" ucapku. "Yap. Dan aku ingin lebih dekat denganmu" timpalnya. Sesampainya di depan rumahku, aku pamit pada Zabdiel.
"Oh sebentar" dia menahan lenganku. Aku berbalik menghadap Zabdiel. "Nanti malam ke belakang rumahmu" ucapnya. "Buat?" tanyaku. "Tunggu aja jam 9 malam" lanjutnya. Lalu dia berjalan lagi menuju rumahnya. Kupikir-pikir mungkin boleh juga.
jam 9 malam*
Aku berjalan mengendap-endap menuju halaman belakang. Tepat di tembok belakang aku memanggil Zabdiel. "Zabdiel?" panggilku. Tak beberapa lama ada kertas jatuh dari atas.
"Siapa sih lempar-lempar?" keluhku. "Maaf, simpan ya!""Zabdiel! Dimana kamu?" Panggil Ibunya Zabdiel yang cukup keras hingga terdengar olehku. "Maaf Lia, aku harus kembali, dah!" Pamitnya lalu terdengar rerumputan yang terinjak dan langkah kaki menjauh.
Kubuka kertas itu yang ternyata berisi nomor telepon Zabdiel.
+62895xxxxxxxx
simpan dengan nama Future🖤, mi amor!
xoxoKenapa hal sekecil ini membuatku tersipu?! Aku langsung berlari menuju kamarku lalu menyimpan nomornya di hpku. Tiba-tiba ada sebuah notif.
Future🖤
Apa kamu sudah menyimpannya?Me
Done :)Future🖤
Terimakasih mi amor😊Aku yang bingung apa arti 'mi amor' langsung men-translate di Google. Dan tertulis disana, 'my love' yang membuatku tersipu sekali lagi.
Mengapa aku mudah tersipu sih!🖤🖤🖤
Keesokan harinya, di jam yang sama aku kembali memanggil Zabdiel. "Zabdiel?" Panggilku namun tidak ada jawaban. Lampu belakang rumahnya nyala. Apa dia sudah tidur? Mungkin iya. Lalu aku kembali menuju kamar untuk tidur.
Hari demi hari, dia tidak pernah ada lagi. Chat pun jarang. Untuk apa dia menyuruhku menyimpan jika jarang chat juga?
Hari ini aku berinisiatif lewat rumahnya. Saat lewat rumahnya, ternyata rumah itu sudah dijual. Dia sudah pindah rupanya. Ada sedih dan sedikit kecewa berkecamuk di hatiku. Lalu aku kembali ke rumah dengan lesu.
🖤🖤🖤
Beberapa hari setelah itu, aku mulai melupakannya dan kembali ke kehidupanku. "Lia, tolong belikan selai dan roti untuk sarapanmu besok!" Seru bundaku. "Iya Bun!" Jawabku lalu ke dapur untuk bertemu bunda yang tengah mengambil beberapa uang di dompetnya.
Lalu aku berjalan menuju minimarket. Minimarket sore ini cukup ramai, banyak yang ingin berbelanja atau sekedar membayar sesuatu. Aku langsung mengambil roti dan selai kacang. Sambil menunggu antrian sepi, aku berjalan sekitar rak minimarket untuk melihat-lihat barang yang dijual disini. Mataku tertarik pada minuman dingin dalam kulkas.
"Maaf, mi amor" aku mendengar suara dari belakang, seperti suara Zabdiel. Aku berdiri lalu menatapnya. Jarak kita cukup dekat karena badannya yang hampir menutup setengah koridor antar rak.
"Zabdiel?" tanyaku. "Maafkan aku, aku sibuk di sekolah ditambah aku dan teman-temanku lolos seleksi untuk lomba menyanyi" jawabnya. "Baguslah" ucapku lalu tersenyum. "Kutunggu diluar" lanjutnya lalu berjalan keluar. "Oh itu antriannya udah sepi" ingatnya. Aku langsung menuju antrian untuk membayar roti dan selaiku.
Aku keluar lalu mencari Zabdiel yang tengah duduk di atas motor. "Naik" ajaknya dengan seulas senyum yang membuatku terserang diabetes. Terlalu berlebihan. Aku langsung naik di atas motor Zabdiel.
Tangan Zabdiel mengambil tanganku yang kosong lalu meletakkan pada pinggangnya. "Biar ngga jatuh" ucapnya. Tanganku meremang saat tangannya menyentuh lenganku. Zabdiel mulai menjalankan motornya menuju rumahku.
Di tengah perjalanan yang cukup kunikmati, "ZAB!" tiba-tiba Zabdiel rem mendadak. Membuat tubuhku menempel pada punggungnya dan reflek memeluknya. "Maaf ada anak-anak tadi" ucapnya. "Modus ya?" godaku dan dia hanya tersenyum. "Kalo mau juga gapapa" jawabnya. Aku rasa pipiku sudah hangus saat ini.
Sampai di depan rumah, Zabdiel memberhentikan motornya. "Makasih Zabdi" ucapku. "Sama-sama" jawabnya. Lalu aku membuka pagar untuk masuk. Tangan Zabdiel menahanku lalu menarikku. Wajah kita saling berdekatan.
Aku yang terkejut dengan momen yang membuat hatiku berdebar-debar ini hanya menatapnya seperti orang idiot. "Lihat langitnya" tunjuknya pada langit membuatku menoleh. Tak lama kemudian dia mencium pipiku secepat kilat. Aku yang baru pertama kali menerimanya hanya bisa diam dan menikmati pipiku yang menomat ini.
"Maaf kalo terlalu cepat, tapi, mau ngga jadi pacarku?" Ucapnya sambil menatapku. Ditambah tangannya memegang pipiku yang tomat ini. Aku yang sudah malu level 99 memutuskan untuk berbalik untuk membuka pagarnya.
Namun beberapa saat kemudian, badanku tergerak untuk berbalik. Dan hal yang paling gila dalam hidupku (mungkin) terjadi. Aku berbalik lalu mencium pipi Zabdiel yang nampak kecewa. Dia terdiam kaku ditempatnya. Aku langsung berlari menuju ke dalam rumah untuk menormalkan degupan jantungku.
Saat ku lihat lagi lewat jendela, dia tengah berjingkrak-jingkrak bahagia lalu memutar balik untuk pulang. Ditambah dengan senyumnya yang tak luput dari wajahnya.
🖤🖤🖤
greget? Belom? Moga greget hehe~

KAMU SEDANG MEMBACA
𝙃𝙖𝙡𝙪
FanfictionHALU type; one shot imagines contains; CNCO In Real Life (Boyband 2018) New Hope Club PRETTYMUCH The Vamps Why Don't We write in bahasa -; jangan lupa vote dan comment! maratabak, 2019