• Penyetan - Tristan Evans •

30 2 0
                                    

Aku dan Tristan kini tengah menyusuri trotoar yang cukup ramai akan warung kaki lima. Suasana malam remang tidak dapat membatasi pandanganku dari wajah si tiang listrik berjalan ini.

"Itu tuh ada penyetan di depan, situ yok?" Ajak Tristan sambil menunjuk lapak penyetan yang berjarak kurang lebih 20 langkah dari tempat kami berdiri.

Tangannya menuntun langkah kami menuju warung penyetan lesehan. Aku menatap wajahnya yang berseri seakan tidak makan 3 hari 3 malam.

Setiap aku melihat Tristan, aku teringat kata-kata yang kuucapkan saat aku masih mengenakan seragam abu-abu.

"Gue mana suka modelan kayak lo," ucapku dengan nada kesal. Dan ternyata, disinilah aku. Menatapnya dengan harapan ia akan tahu perasaan itu.

Aku melihatnya sudah melepas sepatunya dan mulai melangkah di atas tikar rajutan menuju meja lesehan yang ditata teratur. Aku segera melepas kedua selopku lalu menyusul Tristan yang sudah duduk menghadap jalanan.

"Mas, ayam dua, nasi, sama teh anget dua, oh iya sambel bawangnya juga," titah Tristan tanpa perlu aku bicara banyak.

"Lo ga kangen sama gue? Diem aja lo," ucap Tristan membuka percakapan setelah mas-mas pembawa pulpen dan nota pergi.

"Ngantuk gue, lo juga dadakan kesini malem-malem"

"Biasannya juga ngalong lo. Eh iya," ucapnya yang dilanjut dengan obrolan biasa tentang kuliah, teman, bahkan membahas siapa tukang tambal ban kereta.

"Jadi lo kesini kenapa?" yang ditanya hanya menampilkan deretan giginya dan sedikit terkekeh.

"Biasa, Din," jawabnya sambil merobek daging ayam di piringnya.

"Apa? Naya? Ngambek? Marah?" tebakku sambil menatap Tristan lelah. Seorang Tristan jika ada masalah, terutama soal Tanaya, pasti datang kesini. Katanya kalau di chat kurang puas.

"Gara-gara gue ga ngabarin dia seharian. Gue kan abis kuliah ada kerkel, Na,"

"Lo bilang ke Naya dong, masa ke gue?"

"Nomer gue diblokir,"

"Baikan gih. Nih pake hp gue," ucapku menyodorkan ponselku dengan tangan kiri, karena tangan kananku penuh dengan minyak dan beberapa nasi.

"Nanti aja, gue pengen makan berdua sama lo," ucapnya membuatku sedikit tersedak. Ia langsung menyodorkan gelas teh dan sedotannya tepat mengenai bibirku yang langsung ku sambut dengan terburu-buru.

"Ngomong aja kangen betulan ngapa si?" cetus Tristan dengan senyum kemenangan.

"Gue sambelin juga nih mulut lo"

👣👣👣

Kini aku tengah duduk di bangku taman yang berada di tepi jalan dekat warung penyetan. Ponselku masih berada di tangan Tristan yang kini tengah beradu mulut dengan Tanaya disana. Aku menghela napas sambil menatap jalanan yang tidak ramai namun tidak sepi juga.

"Balik yuk, eh tapi gue baru bentaran kesini, aku temani sini," ajak Tristan saat ia kembali dan menyerahkan ponselku.

"Iki timini sini, elah biasanya juga langsung ngacir abis gue napak di kosan. Gimana Naya?"

"Seperti biasa, mission completed. Enaknya besok ajak kemana ya, Din?"

"Tanya Naya lah"

"Kan selera lo sama Naya beda tipis, kali aja sehati," ucap Tristan sambil menyatukan kedua jari telunjuk dan jempol membentuk love. Sehati. Sama-sama suka lo.

"Eh gimana kalo Naya gue bawa kesini? Nanti lo bawa siapa itu gebetan lo? Corner?"

"Connor"

"Nah iya, nanti makan di iga bakar yang kata lo pengen banget ngajak gue kesana"

Aku memang sudah membujuk Tristan beberapa kali untuk makan di restoran bertema taman itu. Hanya berdua. Seperti ini. Bukan berjamaah.

"Gue ngajak Naya, lo ajak Connor dah tu. Nanti gue sambung-sambungin deh lo berdua. Kalo ga bisa pake solasi"

"Emang gue apaan pake solasi. Mentang-mentang baru damai jadi gini nih"

Tristan terkekeh dan menjawab,"Gitu deh, Din. Gimana?  Mau ga? Mau ya? Kalo ga mau, ga pulang"

"Lah gitu. Iya-iya liat besok," ucapku tanpa menimbang apapun. Rencana selanjutnya adalah bagaimana caranya membujuk Connor untuk ikut.

👣👣👣

Stream Married In Vegas yak jangan lupa!!🤩🌸


𝙃𝙖𝙡𝙪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang