9. Penjara

126 16 1
                                    

Alhamdulillah, turut berterima kasih kepada tuhan. Aku kira dia akan membawa ku kekamar untuk di pijir, tetapi ia malah membawaku di tempat ramai penuh dengan pengawal.

"Ayo pijit aku, aku ingin merasakan pijikanmu," Aku mengangguk lalu mendekat kearahnya, rasanya aku mau muntah, dia bau sekali.

Jijik rasanya memijat kulit coklat berminyaknya ini, apalagi bau menyengat yang ku cium. Tunggu, tujuanku kesini untuk mencari tahu kematian dan dengan siapa Sandra dibunuh, meski pijat hanyalah kedok tetap saja aku tidak bisa memijat.

"Kenapa diam saja," Bentakku, kedua kalinya aku tersentak hebat dan rasanya ingin pipis di celana, memalukan.

Aku mulai mengulurkan tanganku menyentu kulit punggungnya dan mengurutnya, ia menjerit dan melemparku jauh.

"Siapa kamu?, kamu mau membunuhku?, kau tak tahu memijat," Murkanya ku dapat melihat dari sudut matanya yang memerah.

"Maaf baginda kepala," Ujarku dengan suara nenek nenek pada umumnya.

"Penjarakan dia," Betapa terkejutnya aku saat dia bilang aku di penjara, baru saja aku bersyukur tapi, pada akhirnya aku tetap tidak tenang.

Dua pengawal menyeretku, aku berusaha berontak tetapi dia memukul kepalaku sampai aku kehilangan kesadaran.

***

Kurasa badanku sakit sakit semua, sepertinya tadi aku di lempar, badanku remuk semua.

"Aku ada di mana?" Aku menoleh ke kanan dan kekiri, ruangan hanya di terangi oleh obor di sisi kanan dan kiri.

Aku melihat ruangan gelap dan tidak ada orang disini, aku berbalik kebelakang dan terkejut sentengah mati, ada seseoranh disini.

"Siapa kau?" Tanyaku, dia tidak menjawab. Dia kurus, tak terawat, bau luka yang membusuk, bisa bisa aku muntah di sini.

"Siapa kau?" Suara serak itu berucap pelan, dia pria. Aku menatapnya nampak dia sangat kesakitan.

"Aku seseorang yang kau memijat di rumah ini, tetapi aku di penjarakan," Aku kembali memakai suara nenek nenek ku, ia menyipit nampak curiga.

"Suaramu berbeda tadi, kau masih muda," Aku meruntukki diriku sendiri, aku sangat bodoh.

"Apa tujuanmu kesini, kau bisa bisa akan mati menyesal disini," Detak jantungku memompah cukup keras, seakan ingin melompat.

"Kenapa?" Ujarku, suaraku kembali seperti semula, dia sudah tahu.

"Hyeh," Helaan nafas mirisnya semakin menakutiku. "Kau mau cari mati, siapa pun yang akan ada disini akan mati,"

Aku sudah menjadi kaku, apa benar perkataanya atau hanya ia mengancamki saja.

"Sandra, gadis cantik yang ku puja telah meninggal karena Ayahku memperkosanya dan memenjarahkanku disini selama dua tahun ini." nenek bilang sang putra kepala suku yang membunuh Sandra.

"Sandra? Bukannya anak kepala suku yang bunuh dia?," Suaraku berteriak cukup kerasa hingga aku menutup mulut, benar benar ceroboh.

"Apa tujuanmusebenarnya?" Tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.

"Membalas dendam sandra," Ia nampak tertawa sumbang, ia mengejekku. Memang aku penakut tetapi, tuhan selalu melindungiku.

Misteri Buku HarianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang