Yena melangkahkan kakinya menuju halte bus, gadis itu kemudian duduk disana dan merenung. Kalau diingat kembali, Yena sebenarnya merupakan gadis yang sangat beruntung
Bagaimana tidak? Dia bertemu Kang Daniel disini dua kali waktu itu, mereka bahkan menari bersama ketika hujan. Sayangnya waktu itu Yena harus segera pergi sehingga dia tidak bisa mengobrol lebih banyak dengan Idolanya itu
Drrt.. Drrt..
Meraih ponsel dari tas, Yena menghela napas saat melihat layar yang menampilkan sebuah pesan
Oppa : Maafkan Oppa, Yena-ya. Oppa bisa menjelaskannya
"Aku sudah tidak peduli lagi dengan penjelasanmu" dengusnya lalu memilih untuk tidak menjawab dan mematikan ponselnya.
Gadis itu menatap ke arah langit, dan entah kenapa dia merasa kalau setiap duduk di halte ini selalu saja mendung, seolah langit tidak suka Yena duduk disini seraya merenung. "Hah, berpikir apa aku ini?" gumam gadis berambut panjang itu merasa konyol
"Oh?"
Secara reflek Yena menoleh, dan hampir aja meloncat kaget saat melihat Kang Daniel berdiri di dekatnya.
"Choi Yena-ssi?"
Suara dalam Daniel ketika memanggil Yena membuat jantung gadis itu seketika berdetak tidak wajar. "Benar Choi Yena-ssi, kan?" Daniel kembali bersuara karena tidak direspon
Yena mengerjap, menormalkan ekspresinya yang bisa saja membuat Daniel tidak nyaman. "Iya, aku Choi Yena" jawabnya, sedetik kemudian dia merutuki dirinya sendiri karena bicara informal
"Ah, aku minta maaf, Kang Daniel-"
Tidak disangka, Daniel justru tersenyum. "Tidak apa-apa, kita bisa saling bicara informal" ucap pria itu, Yena mengigit bibir dalamnya karena berusaha untuk tidak tersenyum melihat senyuman manis Daniel
"Kita bisa bicara informal kan?" Daniel lagi-lagi mengulang pertanyaannya, membuat gadis di depannya merasa sangat bodoh karena melamun. "I-Iya, tentu saja" jawab Yena seraya menggaruk pipinya canggung
"Omong-omong sedang apa disini sendirian?" tanya Daniel memulai pembicaraan, "Menunggu bis?"
"Aku hanya.. Sedang ingin duduk disini seraya menikmati angin mendung" jawab Yena, gadis itu dalam hati menambahkan, sehingga bisa melupakan pria bodoh itu.
"Ah, begitu.. " sahut Daniel, Yena menoleh. "Lalu kau sendiri sedang apa disini?" tanyanya balik
Daniel menatap manik Yena seraya tersenyum tipis, "Aku hanya punya firasat kalau kau pasti disini sehingga aku pergi kesini, dan ternyata firasat ku benar" jawab pria itu, tampak senang
Pipi Yena seketika memanas, "Hah?" responnya salah tingkah
"Aku ingin mengembalikan payungnya, perasaanku tidak enak karena terus membawa payung ini" lanjut Daniel, dia lalu menyodorkan payung ungu pada Yena
"Ah.. Payung" respon Yena tidak ikhlas seraya menerima payungnya. "Terima kasih sudah mengembalikannya"
Daniel menggeleng, "Aku yang berterima kasih karena sudah dipinjami. Terima kasih, Yena-ya" ucapnya
"Apa kau baru saja memanggilku Yena-ya?" tanya Yena kaget, Daniel menggaruk kepalanya. "Ah, maaf. Apa aku lancang karena memanggilmu begitu? Aku hanya berpikir bisa memanggilmu begitu semenjak kita sudah saling bicara informal" ucap pria itu canggung
"Tidak! Ah, maksudku.. Tentu saja kau bisa memanggilku begitu, Daniel?"
Daniel terkekeh pelan, "Niel saja kalau terlalu panjang" balasnya, Yena menunduk lalu mengangguk kaku. Mimpi apa gadis itu bisa memanggil Idolanya dengan santai secara langsung? Astaga, Yena rasanya ingin meloncat kegirangan andai saja Kang Daniel tidak duduk di sampingnya