Sementara Jasmine di perban, Mega tak henti-hentinya mondar-mandir di ruang UKS. Sesekali ia mengintip para petugas PMR yang sedang menangani kawan sebangkunya itu. Jasmine yang melihat kelakuan Mega hanya bisa diam. Ingin tertawa tapi rasa perih di tangannya yang sudah tidak tertolong ini lebih memilih menyuruh bibirnya untuk meringis.
"Ga usah mondar-mandir gitu dong, Me. Aku jadi pusing nih." Ucap Jasmine agar Mega bisa duduk dengan tenang.
"Aku tuh khawatir sama kamu. Kamu kena pecahan mangkok dan darah kamu banyak banget. Kita kan gak tau itu mangkok steril apa engga. Gimana coba kalo tanganmu infeksi? Bisa diamputasi tau."
Dan seketika itu juga semua anggota PMR yang sedang bertugas menghentikan aktivitas mereka, sempurna menatap Mega. Mega yang sadar tengah ditatap hanya bisa berdecak kesal. Bukan salah dirinya kan jika itu memang terjadi?
"Ih kok kamu ngomongnya jelek banget sih doain aku diamputasi."
"Tenang aja dek. Ini cuma lecet-lecet doang kok. Lagian tadi udah kita kasih alkohol biar kuman-kumannya gak ada lagi." Salah satu anggota PMR menjelaskan dengan sabar.
"Ya tapi kan tetep aja." Akhirnya Mega memilih duduk di salah satu ranjang UKS dengan kasar.
Pelajaran masih berlangsung, namun ada satu siswa yang datang ke UKS dalam keadaan sehat walafiyat. Dan kehadirannya membuat Mega mematung.
"Nih buat lo. Dipegang biar darahnya gak ngalir terus." Orang itu menyodorkan sebotol air mineral dingin ke arah Jasmine. Jasmine menerimanya walau tangannya sudah sakit sekali, ditambah rasa dingin yang seakan langsung menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Kalo sakit ga usah dipaksain." Cowok itu kembali menarik botolnya, lalu meletakkannya di samping Jasmine.
"Kak Rey?" Mega yang sudah kaget dari tadi akhirnya bisa berucap.
Rey hanya tersenyum menanggapi Mega, lantas berjalan keluar. Jam pelajaran masih berlangsung, namun kenapa Rey rela keluar kelas hanya untuk memberikan sebotol air minum kepada Jasmine agar Jasmine bisa lebih baik? Demi apapun Mega sangat kaget.
"Wah gak bisa gak bisa gak bisa. Gak mungkin kan Kak Rey tiba-tiba ngasih itu ke kamu? Ini pasti ada apa-apa nih. Ayo ngaku." Mega kalang kabut dengan memegang kepalanya, lantas menunjuk Jasmine di akhir kalimatnya.
Jasmine yang tidak tau apa-apa hanya mengendikan bahu. Rejeki tidak boleh ditolak kan? Lebih baik ia minum saja airnya.
Semua petugas PMR awalnya pun terkejut. Siapa di sekolah ini yang tidak kenal dengan Rey and the geng? Namun demi melihat hebohnya Mega, mereka hanya bisa geleng-geleng kepala.
***
Dan entah apa yang dipikirkan Rey, mengapa ia rela berbuat seperti itu demi seorang gadis yang tak ia kenal? Ia mengacak rambutnya sendiri di tengah koridor. Namun, jujur saja, entah apa yang mengusik hatinya, rasanya ada sesuatu yang berbisik bahwa ia harus menolong gadis itu. Ada sesuatu yang berbeda di hatinya saat melihat gadis itu. Tapi entah apa, ia sama sekali tak mengerti. Dan sekarang ia mencoba untuk tak peduli. Mengejar seorang gadis sangat bukan dirinya.
"Lo habis darimana sih? Ngilang mulu kaya doi nya si Bagas." Tanya Fariz sekembalinya Rey di kelas
Rey bersyukur karena sekarang adalah jam kosong.
"Sembarangan. Gue anti pacaran tau. Masih suci nih." Bagas yang sedang menulis sesuatu itu menyeletuk.
"Jam berapa sekarang?" Tanya Rey, mengabaikan pertanyaan dari Fariz.
"Sekitar jam 10. Kenapa?" Jawab Bagas.
"Perjanjian kita jam berapa?"
"Perjanjian apa?" Kini giliran Fariz yang bertanya.
Sudah tak ada nada bercanda lagi di antara mereka.
"Ohh iya gue inget. Katanya sih sekitar jam 2. Mereka minta ganti tempat di lapangan basket belakang pabrik tua itu. Mungkin emang dipikir-pikir tempatnya lumayan aman sih."
Rey hanya mengangguk. Ia memilih tidur saja, menyiapkan energi untuk nanti. Sementara Bagas menulis sesuatu, dan Fariz memainkan ponselnya.
***
13.40 WIB
Jasmine mendudukkan dirinya di tepi rooftop di sebuah pabrik tua. Ia mengeluarkan buku favorite-nya lantas membacanya. Buku dengan sampul bergambar sebuah gitar itu sudah nampak sedikit usang walaupun selalu ia jaga dengan baik. Halaman demi halaman ia baca, bahkan ia sudah hafal setiap hurufnya. Tulisan yang masih acak-acakan itu seakan tak pernah membosakan di matanya. Bahkan membuat ia semakin ingin membaca dan membacanya lagi hingga usai.
'Aku punya teman namanya Jaja. Tapi dia suka sekali menangis. Jaja akan diam jika diberi air putih dingin. Kata Jaja, air putih dingin itu segar dan bisa membuatnya berhenti menangis. '
Jasmine tersenyum simpul saat membacanya. Namun kembali ia memasang wajah datar. Semua ini hanyalah kenangan. Ia teringat saat pertemuan terakhie dengan sahabatnya, bahkan cinta pertamanya.
10 tahun yang lalu.
"Jaja gak boleh pergi. Mamaaaa... jangan biarin Jaja kabur maaaa." Anak laki-laki yang berusia 7 tahun itu menangis kencang sambil menarik ujung baju mamanya.
Gadis kecil yang namanya disebut-sebut itu hanya bisa murung di kamarnya. Sebenarnya ia tak ingin pergi, namun orang tuanya memaksa. Yang bisa ia lakukan hanya menuruti apa keputusan mereka.
Dan esoknya, setelah keberangkatan gadis kecil itu, anak laki-laki yang berusia 7 tahun memberinya sebuah buku yang ia tulis diam-diam di dalamnya. Dan merek berjanji bahwa mereka akan bertemu, dan gadis kecil itu harus mengembalikan buku anak laki-laki itu kembali.
Bayangan yang bagaikan memori lama itu berputar dalam pikiran Jasmine, hingga tak terasa air matanya menetes. Hal yang paling ia benci saat harus meneteskan air mata untuk sesuatu yang hilang, bahkan ia sendiri tak tau bagaimana cara mengembalikannya.
Baru saja Jasmine menutup buku itu dan hendak berbalik ketika ada suara deruman motor yang mendatangi lapangan basket yang tepat di bawahnya. Jasmine segera naik ke rooftop agar keberadaannya tak terlihat. Segerombolan seperti geng motor ninja itu berkumpul di sana menggunakan seragam putih abu-abu. Jasmine masih setia menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan tak disangka-sangka, 5 menit kemudian, datanglah tiga orang lagi dengan motor yang sama. Namun motor mereka berposisi berhadapan dengan rombongan sebelumnya.
Hei, tunggu.
Dari atas sini, ia bisa melihat wajah mereka satu per satu. Dan yang paling mengejutkan, ternyata tiga orang terakhir yang datang ke sana adalah kakak kelasnya. Mau apa mereka di sana?
Jasmine bisa merasakan aura yang menegangkan di sini. Ia pikir, mereka satu rombongan. Ternyata, 15 menit kemudian, setelah mereka mengatakan sesuatu yang tak bisa dengar jelas dari atas sini, pertarungan 6 lawan 3 pun dimulai. Mereka memang tak menggunakan apapun dengan lapangan basket sebagai medan perkelahian.
Satu pukulan mengarah kepada kakak kelasnya, namun berhasil ditangkis. Satu tendangan lainnya muncul, mereka dengan gesit mengindar. Jasmine masih dengan posisi berdiri, hingga ada salah satu dari sembilan orang di bawah sana berhasil menangkap kehadirannya.
"Ada orang di atas sana!" Teriak salah satu orang itu dengan menunjuk tempat dimana Jasmine berdiri.
Perkelahian pun seketika terhenti demi memandang ke arah Jasmine. Jasmine yang merasa ditatap seketika menahan napasnya. Buku yang sedari tadi ia bawa, ia pegang erat-erat dengan kedua tangannya.
20 Juni 2019
***
Vote, kritik dan saran sangat dibutuhkan.
Apa yang bakal terjadi sama Jasmine? Kabur dari sana? Hmmm sementara ini cuma Jasmine sama Tuhan yang tau deh wkwkwk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Love
RomansaJasmine merupakan anak baru di salah satu SMA di Jakarta. Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Namun masa lalu indah dan masa lalu buruknya seketika kembali dalam waktu yang bersamaan. Lantas apa yang harus dilalukan Jasmine sekarang? Masa lalu i...