part 5

16 7 0
                                    

Ruang UKS hening, menyisakan isak tangis Mega. Sudah hampir 20 menit lamanya Jasmine tidak sadarkan diri. Dan tentu saja hal itu membuat panik semua orang. Menyentuh tangan Jasmine yang dingin, tangis Mega semakin menjadi-jadi.

Di sudut ruangan, Rey terlihat gusar. Bagaimana tidak, gadis itu sudah dua kali melihat sisi buruknya. Berkelahi dan memukuli orang. Namun, bukan tanpa alasan ia berbuat seperti itu. Ia hanya tidak ingin gadis itu risih dan menjauh setelah mengetahui sifat kelamnya dengan kedua sahabatnya.

"Hei, udahan dong nangisnya. Itu gak bakal bikin temen lo sadar." Ucap Fariz yang berada di ambang pintu UKS dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Wajahnya tidak bisa dibilang santai, namun tidak tegang juga. Selain merasa bising, ia juga tidak bisa melihat perempuan menangis.

"Lagian kalian kenapa tega banget sih mukulin 1 cowok?" Tanya Mega dengan suara yang tersendat.

"Itu urusan anak laki-laki, dek. Harusnya tadi kamu gak ngintipin kita. Itu privasi." Kini giliran Bagas yang angkat bicara dengan suara yang lembut. Bahasanya yang jauh lebih sopan dari Fariz, berhasil membuat Mega bungkam entah dari perkataan maupun isakannya.

"Dasar ketua osis, ngomongnya sok halus banget. Gue curiga jangan-jangan lo emang makhluk halus."

"Udah lah kenapa jadi salah-salahan gini sih." Rey berjalan mendekati ranjang UKS yang ditempati Jasmine, lantas merengkuh tubuh mungil itu ke dalam gendongannya.

"Eh eh mau lo apain si Jasmine? Lo ga usah macem-macem deh." Mega menahan lengan Rey dan membuat kakak kelasnya itu menghentikan langkahnya.

"Kalo lo bisa musnahin bapak penjaga kunci sih fine fine aja kita nginep di sini." Fariz mengendikan bahunya, menjawab pertanyaan Mega dengan cara tersirat.

"Itu pun kalo kamu berani sama hantu-hantu yang bergentayangan di sini. Gak ada yang ngelarang kok." Bagas membenarkan ucapan Fariz yang ditujukan kepada Mega.

"Udah lah. Berat nih ini anak." Rey yang sedari tadi diam, memotong perdebatan kecil mereka. "Dan buat lo, Mega. Ini tuh udah sore. Udah gak ada siapa-siapa di sini. Bentar lagi penjaga sekolah bakal kunci semua ruangan di sekolah ini kaya biasanya. Emang lo gak dicariin orang tua lo apa?"

Perkataan Rey sontak membuat Fariz memasang senyum miring, merasa menang karena pembelaan dari Rey. Mega hanya memasang wajah ketus karena tak ada yang membelanya. Namun di balik ekspresinya yang tak bersahabat, matanya mulai berkaca-kaca.

Setelahnya, Rey yang tengah menggendong Jasmine berlalu, disusul kedua sahabatnya, meninggalkan Mega seorang diri.

Gadis itu menunduk, membuat air matanya langsung menetes. Ia tersenyum getir. "Gimana caranya biar gue bisa dapet maaf dari lo, Rey?"

***

Adzan maghrib sudah terdengar, namun tidak membuat Mega beranjak dari duduknya. Ia masih menangis dan terus menangis di dalam UKS. Bahkan ruang UKS sudah dikunci sejak tadi oleh penjaga sekolah yang tidak menyadari keberadaan Mega di dalam sana karena tertutup tirai pembatas ranjang.

Namun satu tepukan di pundaknya langsung membuat seluruh organ tubuhnya menegang. Bagaimana tidak, bukankah Mega di UKS sendirian dalam keadaan gelap gulita? Lantas, siapa yang menepuk pundaknya saat ini? Jangan-jangan yang dikatakan oleh Bagas itu benar? Aduh bagaimana ini?

Ia menutup matanya rapat-rapat dengan merapalkan doa-doa dari al fatihah sampai ayat kursi dengan kedua tangan menengadah.

"Anjir aku bukan hantu." Satu kalimat yang berhasil membuat Mega menjerit, namun di tengah jeritan itu, mulutnya langsung dibungkam oleh seseorang di belakangnya.

"Jangam takut. Ini aku. Bagas." Bagas menangkup kedua pipi Mega, walaupun mereka tidak bisa saling melihat karena keadaan yang memang sangat gelap. Mungkin penjaga sekolah lupa menyalakan lampunya.

Forever LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang