part 10

5 2 0
                                    

Jasmine menangis sesenggukan dengan langkah kakinya yang berjalan menyusuri koridor setelah memasukkan kembali alat tulis yang sempat diinjak-injak oleh kakak kelasnya. Ia merasa sangan ketakutan, hingga ia tidak bisa berbuat apa-apa selama setengah jam sampai ia bisa merasa tenang. Ketakutan yang selama ini berusaha ia lupakan, tiba-tiba saja ia alami hanya dalam sekejap.

Tepat di tikungan koridor, ia tidak sengaja menabrak seseorang. Ia langsung cepat-cepat menghapus air matanya dengan wajah tertunduk. "Maaf." Dengan suara sembab, ia berucap.

"Jasmine? Kamu kenapa?" Orang yang ada di hadapannya langsung memegang erat kedua bahunya. Merasa namanya disebut, Jasmine memberanikan diri untuk menatap lawan bicaranya.

"Lepasin aku Kak." Jasmine berusaha menepis tangan Rey di bahunya, namun sia-sia karena tenaga Rey lebih kuat dari Jasmine.

"Kamu kenapa? Bilang sama aku." Rey menggoncangkan bahu gadis itu, bertanya dengan nada khawatir.

"Tolong lepasin aku Kak." Tangis Jasmine kembali pecah. Walaupun jauh di lubuk hatinya, ia ingin sekali menceritakan tentang apa yang baru saja ia alami, namun di sisi lain ia tidak ingin berurusan lagi dengan kakak kelasnya yang membencinya karena kedekatannya bersama Rey.

Melihat gadis itu menangis, Rey melepaskan bahu Jasmine, sesuai permintaan gadis itu. Ada setitik rasa sakit di hatinya kala mendengar gadis mungil di hadapannya ini menangis pilu. Namun apa boleh buat? Ia sendiri tidak ingin memaksa, demi gadis itu tidak menangis lagi.

Rey membungkuk dengan kedua tangan yang menopang pada kedua lutut. Kepalanya mendongak ke atas, menatap Jasmine yang menangis dalam keadaan tertunduk. "Udah aku lepas. Sekarang jangan nangis lagi ya."

Gadis itu mengangguk patuh sambil mengelap air mata di pipinya, menarik napas agar ingusnya tidak jatuh dengan bibir tertekuk. Benar-benar menggemaskan di mata Rey, membuat laki-laki itu terkekeh, lantas mengacak rambut Jasmine yang memang sudah acak-acakan dengan gemas.

Rey tersenyum setelah mendekatkan wajahnya tepat di hadapan gadis itu. "Kamu lucu."

Wajah Jasmine sudah merona sekarang. Namun sedetik kemudian, ia kembali teringat akan ancaman dari mereka dan membuat senyum yang tadinya akan terbit pun kembali diurungkan.

"Reynaldyyyyy!"

"Michaelllll!"

"Reynaldyyyyyy!"

"Dirgantaraaaaa!"

"Where are you honeyyyy?!"

Teriakan membahana dari Fariz berhasil mengejutkan mereka berdua. Bagaimana tidak, cowok itu berteriak memanggil nama lengkap Rey dari kejauhan, namun sama sekali tidak terlihat wujudnya.

"Astaghfirullah ... Maafin temenku ya, dek. Dia emang rada-rada kaya setan gitu deh." Ucap Rey dengan cengiran seraya menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, merasa malu akan tindakan bodoh sahabatnya.

Jasmine mengangguk, lantas berbalik kanan dan berlalu pergi dari sana. Namun sebelum kakinya berhasil melangkah, lengannya sudah dicekal lebih dulu oleh Rey. Kepala gadis itu menoleh dengan kerutan yang menghiasi dahinya.

"Hati-hati. Aku tau kamu lagi gak aman. Tenang aja, ada aku di sini." Ucap Rey tulus dengan disertai senyuman yang tidak kalah tulus.

'Makasih, Rey lo mau ngelindungin gue. Tapi, penyebab gue gak aman itu lo, Rey. Lo!' Teriak Jasmine dalam hati. Setelah mengutarakan semua perasaannya di dalam batinnya, ia hanya mengangguk dan tersenyum. Seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

Melihat senyuman gadis itu, Rey melepaskan genggaman tangannya dan membiarkan gadis itu pergi. Ia yakin seratus persen, ada yang tidak beres dengan gadis itu. Ia tidak bodoh sehingga tidak mengetahui mata bengkaknya sehabis menangis, rambut acak-acakan, dan ekspresi ketakutan dari gadis itu. Dan tentu saja ia tidak akan membiarkan gadisnya terluka sedikitpun.

Tunggu. Gadisnya?

Rey hanya bisa terkekeh sendiri, menertawakan tentang isi hatinya yang menganggap bahwa Jasmine adalah gadisnya.

"Woy lo kemana aja si?! Sampe serak nih tenggorokan gue. Mana bentar lagi kita mau manggung juga." Omel Fariz sesampainya ia menemukan keberadaan Rey.

"Lebay lo. Manggungnya juga masih seminggu lagi. Lagian siapa sih yang milih ko jadi vokalis? Budeg pasti tu orang." Gerutu Rey sambil berlalu, meninggalkan Fariz sendirian yang merasa terhina.

"Kau telah mendzolimiku, oh duhai." Ujar Fariz dengan ekspresi yang dibuat semelas mungkin. Namun Rey tetap berlalu dengan langkah santai, meninggalkan sahabat anehnya itu.

***

Jasmine meletakkan buku harian milik sahabat masa kecilnya asal. Ia menjatuhkan diri ke ranjang, mengingat kejadian tidak mengenakkan yang telah dialaminya tadi siang dengan kakak kelasnya. Ada banyak pertanyaan yang berlomba-lomba masuk melalui pikirannya.

Siapa kakak kelas itu? Apa hubungannya ia dengan mereka? Apa hubungan mereka dengan Rey? Dan apa salahnya jika ia dekat dengan Rey?

Lagipula, selama ini bukan dia yang dekat-dekat dengan cowok itu. Melainkan sebaliknya. Namun tak bisa dipungkiri, ia mulai tertarik dengan lelaki itu atas segala perhatian yang telag diberikan kakak kelasnya kepada dirinya. Namun, ada sesuatu yang menarik hatinya, yang berhasil membuat dinding perasaan cinta terhadap si Rey.

"Mungkin, karena dia badboy dan gak jauh-jauh dari yang namanya berantem. Kalo kaya gini terus, gue gak bisa bertahan." Gumam Jasmine pelan.

Suara derik pintu membuyarkan lamunan Jasmine. "Sayang? Kamu udah tidur, Nak?" Tanya sang mama dengan kepala mengintip di balik pintu.

"Eh, belum kok ma. Sini ma." Jasmine bangkit duduk, mempersilakan mamanya untuk duduk di sampingnya.

"Kamu kenapa, Jaja? Cerita dong sama mama." Tanya mama seakan mengerti apa yang tengah menghantui pikiran anak gadisnya.

"Jadi gini ma."

Jasmine menceritakan semuanya dari awal sampai akhir. Sang mama hanya mengangguk paham tanpa menyela penjelasan dari anak semata wayangnya.

"Kamu suka sama namanya Rey itu?"

Pertanyaan telak yang keluar dari bibir mama Jasmine, membuat ia gelagapan sendiri.

"Gimana ya ma. Masalahnya, Jaja tuh gak suka karena dia anak nakal ma. Sering dihukum, sering cari masalah sama guru, sok kenal sama Jaja, dan suka berantem juga ma. Dan Jaja kan jadi keinget sama tante."

"Tapi, mama tetep tau kalo kamu emang suka sama si Rey, walaupun kamu berusaha mengelak. Mama paham sama kondisi dia yang seperti itu. Tapi kalo kaya gini terus, bisa-bisa Rey hanya akan jadi khayalanmu, Jaja. Kamu gak akan bisa mendapatkannya, karena kamu tidak mampu menerima sisi keburukannya."

Jasmine menatap mamanya lamat-lamat. Mamanya benar. Tapi, bagaimana nasibnya jika ia harus menderita akan masa lalunya?

"Mama tau kamu masih sangat trauma sama kejadian tante. Tapi, mama yakin tante bakal sedih kalo dia tau kamu kaya gini, Jaja. Biarlah tante tenang di sana, tanpa ia membebani siapapun akan kepergiannya."

"Jaja masih takut ma." Jasmine menunduk, mengeluarkan cairan bening dari matanya.

"Satu cara melupakan yaitu dengan menerimanya. Semakin kamu menghindarinya, maka kenangan itu akan semakin nyata. Cukup berdamai dengan masa lalu, maka mereka akan terhapus dengan sendirinya tanpa menyiksa dirimu sendiri."

"Kok mama jadi bijak gini sih? Ngeri tau ma." Jasmine terkekeh di sela tangisnya.

Mamanya tertawa, lantas memeluk anaknya.

"Pikirkan semuanya baik-baik. Jangan takut sama semua orang yang ngancam kamu. Inget, ada mama sama papa di sini." Sang mama pergi keluar dari kamar Jasmine setelah mengecup kening gadis itu.

7 Agustus 2019

***

Vote, kritik dan saran sangat dibutuhkan💙💙💙

Di part selanjutnya, author bakal ceritain tentang kisah tantenya Jasmine. Tunggu aja yupsss.

Forever LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang