3

9.4K 1.3K 134
                                    

Rambut hitam pemuda itu berkibar, terbelai embusan kencang angin laut. Kedua matanya terpejam, sambil duduk di ujung tebing batu, bermeter-meter di atas permukaan laut kebiruan. Burung-burung camar berkicau dari tempat yang jauh, di mana kapal-kapal dagang menurunkan jangkar di sekitar pelabuhan. Namun, hanya ada ia dan angin, serta gelegak suara ombak di tempat itu, tak ada yang lain. Setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelum suara seorang laki-laki memecah ketenangannya, membuat pemuda itu segera membuka mata, menampilkan kedua manik sebiru samudera.

"Menikmati waktumu, Pravidlo?" tanya suara itu.

Si pemuda di ujung tebing tak menjawab. Ia menelengkan kepala, namun tak benar-benar menoleh untuk memandang lelaki yang kini berdiri di sampingnya. Ia adalah lelaki kurus berbadan tinggi dengan kulit pucatㅡsepucat kulitnya. Surainya berwarna cokelat kemerahan, dengan wajah berekspresi halus, mata lebar serta hidung mancung yang memberi kesan cantik. 

"Mendung-mendung begini memang asyik nongkrong di sini. Iya, kan?"

"Apa maumu, Mier?" tanyanya.

Lelaki itu tertawa pelan, pun menolehkan kepala ke arah pemuda yang kini memandang jauh ke depan, sejauh hamparan laut biru tua terbuka.

"Berhentilah bersikap dingin. Kita keluarga sekarang."

"Itu mau kalian."

"Dan?" Ia mengangkat sebelah alis. "Dengan kau yang mencari kami, itu bukan berarti bahwa kau juga menginginkan ini?"

Dia yang disebut Pravidlo beranjak bangun dari duduknya, mengambil posisi berdiri tegak, menghadap lelaki itu. "Sungwoo-kah yang menyuruhmu datang?"

Lelaki kurus pucat lekas menggeleng. "Dia terlalu membiarkanmu menciptakan kenyamanan sendiri," katanya. "Kalaupun kau melompat dari tebing ini menuju kedalaman laut di bawah sana, mengatasnamakan rasa nyaman, dia tidak akan peduli. Justru yang menyuruhku datang adalah dia yang tidak mau melihatmu senang sedikit pun." Ia menyeringai. "Kau tahu siapa orangnya."

"Bae Jinyoung," pemuda berambut hitam itu bergumam.

"Tepat sekali."

"Apa yang dia inginkan dariku?" tanyanya.

"Setiap informasi. Dia ingin tahu apa yang kaulakukan, apa yang kau makan, di mana kau berada, dan sudahkan kau tersiksa dengan keputusan yang kau ambil sebelumnya: bergabung dengan Mier."

Pemuda itu menyeringai. "Dia bisa bertahan ketika melarikan diri dari Anarchia dan berlindung di bawah naungan Mier."

"Perlu kukoreksi. Dia memang bergabung dengan klan Mier, namun dengan suka rela. Dia bahkan membiarkan darahnya dibersihkan. Dan kau... Apa yang bisa kaulakukan kalau status klanmu dicabut, Pravidlo? Kau akan menjadi vampir buangan. Liar dalam habitat."

Ucapan itu sudah sangat mampu membuat si Pravidlo menggertakkan rahang dan mendesis, dengan kedua manik biru yang berubah semerah darah. Namun, bagai tak terpengaruh pada gertakan itu, si lelaki kurus mendengus dan menyeringai. Ia melipat kedua tangan di dada, lalu dengan santai berkata, "Tidak usah mengancamku seperti itu. Kita berdua tahu kau tidak akan mau menyakiti satu pun dari kami. Kau terlalu berhutang budi. Bukan begitu, Mark ssi?"

"Tetaplah pada keyakinan itu, sehingga kau tidak akan sadar ketika aku mematahkan lehermu nanti, Jungwoo."

Sosok yang dipanggil Jungwoo mengernyit. "Cukup berani." Kepalanya mengangguk-angguk, memberi kesan kagum namun mengejek di saat bersamaan. "Akan kukatakan pada Jinyoung Hyung dan Ayah Sungwoo nanti."

Pemuda berambut hitam tak lagi menjawab. Ia membuang muka, dengan rahang yang masih mengencang, namun kedua manik telah kembali normal sebagaimana semula: berwarna kebiruan.

[✓] Ocean Eyes Arc #1 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang