6

6.4K 914 143
                                    

Halo. Sebelumnya aku mau minta maaf karena update yang telat banget. Aku sekarang lagi ada di kondisi otak, hati dan ide yang mandek buat nulis. Bab ini aku tulis dengan usaha keras melawan monyet-monyet bergelantungan, yang selalu MENGINSPIRASI aku untuk LEYEH-LEYEH ketimbang nulis, wkwk. Maaf banget.

Untuk ke depannya, aku nggak tau bakal bisa update rutin apa nggak, tapi bakal aku usahain untuk terus update dan melawan kemalasan ini biar gak berlarut-larut. So, buat kalian yang mutusin untuk setia nunggu dan ngikutin cerita ini, terima kasih banyak. Dan untuk kalian yang memutuskan pergi, aku ucapkan maaf sebesar-besarnya.

Semoga cerita ini nggak mengecewakan bagi kalian yang terus nunggu update-an bab selanjutnya. Dan begitu juga bab ini, semoga nggak mengecewakan ya ;)

Enjoy the read~

...

Jungwoo terdiam di tempatnya berdiri. Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku jins, ia memandang punggung si lelaki menjauh, memasuki sebuah pekarangan kecil rumah dan disambut pintu depan yang terbuka. Ia tetap begitu selama beberapa saat, sampai matanya menangkap sosok pria berkulit pucat yang turut ada di rumah itu. Alis Jungwoo sontak bertaut, dan ketika si pria mendongak menuju jalanan redup tempatnya berdiri, ia telah tak di tempat. Menghindar secepat kilat.

Tindakan yang Jungwoo lakukan ituㅡmemperhatikan dan menghampiri Haechanㅡsejatinya adalah semata-mata bentuk rasa penasaran.

Suatu malam, di hari yang sama ketika Jungwoo ditugaskan mencari Mark, berusaha membujuk pemuda itu untuk kembali ke rumah Sungwoo, adalah saat di mana Mark datang menghampiri kamarnya. Nyaris tak sadar, dengan sorot kedua manik yang meredup serta bibir yang terus mendesis. Pemuda itu kelaparan, dan Jungwoo lantas tak paham.

Beberapa jam lalu, mereka menyadari ada manusia yang tersesat di sekitar hutan. Itu akan jadi makanan Mark, pikir Jungwoo. Namun tatkala melihat pemuda itu mencengkeram pagar pembatas balkonnya, dengan sorot redup yang memandang ke arahnya, Jungwoo jadi menerka-nerka.

"Hal bodoh apa yang kaulakukan hingga begini?" tanyanya pada wujud Mark yang berdiri di balkon kamarnya, tersapu cahaya bulan keperakan di tengah kegelapan.

Mark menarik udara dalam-dalam, lalu menyeringai lemah. "Biarkan aku makan dulu."

Jungwoo melebarkan mata. Ekspresi yang semula tak terbaca kini menunjukkan kekhawatiran cukup kentara. Lelaki itu bergerak mundur, dengan Mark yang perlahan bergerak memasuki kamar.

Angin malam berembus tenang, dengan suara debur ombak yang teredam. Tirai tipis di balkon berkibar lembut, tampak cemerlang di bawah sinar rembulan. Tetapi semua berbanding terbalik dengan bahaya yang kini terpampang di depan mata Jungwoo, Mark yang bergerak mendekat ke arahnya, lengkap dengan mata yang berubah kemerahan, serta taring-taring tajam yang menyembul dari sudut bibirnya.

"Mark, kau tidak akan melakukannya." Ia berbisik, melangkah mundur hingga berhenti ketika kakinya menubruk ranjang.

"Hanya sedikit," Mark mendesis. "Setetesㅡtidak, dua tetes. Atau lebih." Seringainya semakin melebar dan Jungwoo tak berbohong bahwa ia kini ketakutan. Berhadapan dengan Pravidlo yang kelaparan sama sekali bukan hal yang baik. Beragam keburukan bisa terjadi, dan Jungwoo jelas tak ingin mati. Tidak saat ini.

"SungwooㅡSungwoo akan membunuhmu kalau kau menyakitiku."

"Dia tidak akan tahu, Jungwoo."

Tanpa Jungwoo sempat sadari, tubuhnya telah terbaring di atas ranjang, dengan kedua kaki Mark yang mengungkung pinggangnya, serta cengkeraman erat di kedua pergelangan tangannya, masing-masing tertekan di sisi kepala. Jungwoo membulatkan mata makin lebar, menyaksikan Mark menunduk, mengendus lehernya.

[✓] Ocean Eyes Arc #1 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang