9

5.6K 856 153
                                    

Haechan tidak yakin pukul berapa malam itu, namun yang jelas ia tengah bermimpi.

Di dalam mimpi itu, ia mengenakan jubah tipis yang menutupi tubuh telanjangnya, dengan kedua tungkai yang serasa goyah serta tubuh yang sedikit bergetar. Ia berada di dalam sebuah ruang kamar yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Apabila di kamar tempatnya berada terdapat sebuah balkon dengan pintu kaca ganda serta tirai putih tipis, maka di tempatnya berdiri saat ini semua tampak gelap. Satu-satunya cahaya berasal dari ventilasi di atas jendela yang tertutup tirai tebal, berwarna perak dari purnama. Tak banyak yang mampu ia tangkap dalam ruangan itu, namun yang jelas, terdapat sebuah ranjang berukuran besar, berikut sosok pemuda yang berdiri di hadapannya.

Haechan merasa napasnya tercekat. Di sisi kiri ranjang, berseberangan dengan tempat berdirinyaㅡsisi kanan ranjang, berdiri seorang pemuda berpakaian serba hitam. Haechan tidak mampu menangkap wajah pemuda itu, meski jarak yang terpaut hanyalah sekat berupa ranjang. Namun yang pasti, sosok itu memiliki kulit sepucat mayat, dengan tinggi badan yang melampaui Haechan. Dan ketika mata yang semula memandang ke arah bawah itu terangkat, sepasang manik berwarna biru bercahaya menyorot padanya.

Lalu kepala Haechan serasa berputar dan ketika kesadaran kembali meraihnya, ia mendapati tubuhnya berbaring di atas ranjang. Terlepas dari jubah berkain tipis, telanjang sepenuhnya. Di atasnya, pemuda berpakaian hitam itu mendekat, menindihnya, dan meski wajah yang kini terpampang tampak familier, Haechan tetap tak yakin dia siapa.

Degup jantung yang menyakitkan bertalu di balik dada Haechan, membuat lelaki itu tak mampu mengeluarkan suara, barang hanya berupa satu patah kata. Pemuda di atasnya semakin mendekat, melekatkan tubuh keduanya dalam gairah khidmat yang tak Haechan sangka akan ia rasakan. Dan bersamaan dengan itu, ia merasa tersihir oleh sepasang mata biru cemerlang tersebut. Tak bisa membuatnya berhenti menatap, hingga bibir keduanya menyatu dalam ciuman hangat.

Tubuh telanjangnya digerayangi, dan Haechan tak pernah merasa hingga semalu ini. Ia merasa ia siap jatuh sedalam apa pun untuk pemuda di atasnya kini, mengenyampingkan fakta bahwa ia tak mengenalinya sama sekali.

Ketika ciuman terlepas, manik cokelatnya kembali bertemu dengan sepasang mata biru itu. Semua seolah terjadi dengan cepat, tetapi tidak juga mengabaikan setiap getar nikmat. Pemuda itu menyentuh bagian tubuhnya yang sangat krusial; mempermalukannya dengan cara yang sangat Haechan sukai, dan ketika pemuda itu berhasil menyetubuhinya, ia tak menyangka bahwa akan merasa begitu bahagia.

Cengkeraman tangan pemuda itu di pinggangnya mengingatkan Haechan pada deburan ombak laut pada siang yang terik; hangat namun menyejukkan di saat bersamaan. Ketika matanya terpejam, ia merasakan angin laut berembus ke arahnya, mengibarkan surai-surainya. Dan ketika pemuda itu mengecup keningnya, Haechan mendengar tawa bahagia. Tawa anak-anak; yakni tawanya sendiri ketika berusia lima. Berlari di sepanjang bibir pantai, dengan sang ayah yang berlari di belakangnya, sedang ibunya tersenyum di atas karpet piknik mereka.

Itu adalah hari bahagia dan Haechan tak akan melupakannya. Kenangan di mana ia masih bisa berlari dan tertawa tanpa takut mati, hari di mana ayahnya akan selalu ada sejak ia membuka mata di pagi hari dan terpejam di malam hari, serta hari di mana kasih sayang ibunya masih tersalurkan untuk ia dan ayahnya, bukan pria lain.

Haechan tanpa sadar menangis, hingga tangis itu berubah jadi isakan. Meski kecupan lembut tak berhenti menghujami wajahnya, itu tetap tidak mampu memperbaiki rasa sakit di hatinya. Hingga tiba-tiba, ia merasa sebuah tombol dalam kepalanya ditekan, menghasilkan bunyi 'klik' yang cukup untuk membuat otaknya menyala dan membawanya kembali ke alam sadar.

'Bangun.'

Haechan bernapas pelan, kemudian membuka kedua kelopak mata secara perlahan. Tak ada yang mampu matanya tangkap kecuali bayangan berair, membuat keyakinan bahwa air mata di dalam mimpi itu nyata, dan benar-benar mengaliri pipinya saat ini. Rasa sesak di dadanya pun terasa sama sakitnya. Haechan harus berkedip beberapa kali dan mengusap bersih air matanya sebelum kemudian bisa memandang dengan cara lebih baik.

[✓] Ocean Eyes Arc #1 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang