12

5.1K 752 317
                                    

Terima kasih buat teman-teman yang udah ngasih feedback di bab kemarin, bener-bener suntikan semangat buat aku! ^^ Bab ini lahir lebih cepat dari teman-temannya kemarin, karena bantuan dari kalian juga, makasih banyak ya ♡ Please enjoy this chapter and leave your thought in the comment section! ✨

***

Playlist for this chapter: Too Much Too Still - Goldmund, Waves - Ira Wolf dan Slow and Steady - Of Monsters and Men

***

Lia menatap pintu kamar Haechan yang berdiri kokoh di hadapannya. Matanya meredup dengan pipi yang turun. Kedua tangannya jatuh lemas di sisi-sisi tubuh. Hatinya bergejolak. Terdapat sebuah keinginan untuk meraih gagang pintu itu, membukanya, dan memeluk Haechan yang ada di dalamnya. Mencoba menjelaskan segala hal yangㅡmungkin sajaㅡmasih bisa dijelaskan. Bagaimana situasi Haechan sore tadi membuat Lia banyak berpikir dan ia ingin anaknya menganggap bahwa ia telah kembali. Mungkin terlambat, tapi setidaknya Lia sudah menyadari tentang seberapa minim kehadirannya bagi sang putra yang masih sangat menuntut perhatian. Lia merasa amat sangat buruk.

Tanpa dipinta, kejadian sore lalu kembali terulang dalam kepala. Pembicaraan dengan lelaki muda berambut arang yang mengaku sebagai teman Haechan terekam jelas dalam kepalanya dan kini rekaman itu berputar dengan sendirinya. Hal pertama yang Lia sadari adalah perubahan sorot mata lelaki bernama Jaemin itu. Perlakuan sopannya seketika memudar, meninggalkan Lia yang masih berusaha berlaku sesopan namun seramah mungkin di saat bersamaan.

"Jadi... Anda memang melakukannya," gumam lelaki itu.

Lia mengedipkan mata, sebelum menjulurkan kepala mendekat dan bertanya. Jaemin menatap tepat ke arah matanya dengan ekspresi wajah yang tak Lia sangka-sangka. Lelaki itu tampak kesal, kecewa dan juga jijik. Ia seketika terkejut mendapati perangai seperti itu.

"Bagaimana bisa, Nyonya?" Suara lelaki itu lagi.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Lia sebab ia tidak mempersiapkan diri untuk pertanyaan sedemikian rupa. Ia bahkan tidak mengerti apa yang Jaemin maksudkan, tidak sampai lelaki itu kembali bicara tanpa mau menunggu Lia secara lebih lama.

"Anda bersama Youngho dan mengorbankan Haechan?"

"Apa?" Kedua alis Lia bertaut. Tuduhan itu membuatnya tersinggung, dengan hati yang mengatakan bahwa tindakan itu bukanlah kesalahan. Yang salah adalah bocah lelaki di hadapannya ini, yang bicara dengan nada seolah menuduh. Menghakimi perbuatan Lia yang sama sekali tak bocah itu ketahui. "Apa Haechan berbicara soal itu padamu?"

"Tidak," jawab Jaemin cepat. Dagu pemuda itu terangkat angkuh, dengan kedua sorot mata tajam yang membuat Lia gentar hingga tanpa sadar mengambil langkah mundur. "Aku bisa menciumnya di seluruh tubuh Anda. Bahwa Anda ada yang memiliki dan aku menebak orang itu Youngho."

Wajah Lia memerah sebab marah, dan mungkin juga malu apabila mengingat jenis percakapan apa yang kini terjalin dengan bocah asing di hadapannya tersebut. "Jangan bersikap lancang, Nak! Siapa kau sebenarnya? Apa Haechan menceritakan semuanya padamu?"

Jaemin tak menjawab kali ini. Lelaki itu lantas membungkuk tatkala menyadari kemarahan yang mulai terbentuk dalam diri Lia. Ucapan Jaemin memang merupakan hal yang tak pantas pada pertemuan pertama. Tuduhan berujung penghinaan itu bukan hal fleksibel yang bisa dikategorikan sebagai tindak basa-basi. Maka ia berakhir membungkuk sopan, memberi salam perpisahan. Namun sebelum benar-benar berlalu, ucapannya berhasil mengalir memasuki rungu Lia. "Dia membutuhkan Anda. Hanya Anda, Nyonya."

*

Lia melepas pegangannya pada gagang pintu, mengurungkan niat sejak air mata bergelegak jatuh dari kelopak mata dan mengaliri pipinya yang kering. Napasnya tersendat, sehingga sebelah tangan dengan cepat terangkat, membekap mulut dengan rapat. Takut apabila isakannya keluar tanpa terkontrol dan mengganggu Haechan.

[✓] Ocean Eyes Arc #1 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang