20

4.4K 610 181
                                    

Hai, halo! :D

Wah, aku seneng banget sih pas ngerjain bab ini. Satu, karena aku bisa nyelesaiinnya dengan rentang yang cukup dekat dari bab sebelumnya; dua, aku nostalgia sama buku pertamanya; tiga, aku dapat bantuan dari beberapa teman yang super duper baik udah mau bantuin aku dengan luangin waktu mereka, baca naskah mentah aku yang masih berantakan, dan ngasih feedback yang ngebantu banget buat mematangkan Bab 20 ini sampe akhirnya bisa dipublish seperti ini :'D Guys, thanks a lot! Maaf udah ngedesak kalian buat balikin naskah cepat", dan makasih banget udah ngasih masukan dan saran! Love you, guys~! <3 notursun RosyidinaAfifah itsme__d yel_carrr (satunya lagi gak tau wpnya :"))

Semoga kalian enjoy sama bab ini, dan boleh gak kalo aku minta bab ini rame sama komen" seru kalian? :'D Meski gak semua aku balas, aku selalu baca, dan kadang ngebalas komentarnya dalam hati /slap.

Selamat membaca, luv! <3

.

.

Playlist: Atlas: Hearing - Sleeping At Last; In Your Arms - Illenium ft. X Ambassador

.

.

Haechan memutuskan keluar dari mansion ketika matahari telah lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnyaㅡmemantulkan sinar tanpa malu, menerpa permukaan es dan membiaskan kilap bagai permata ke tumpukan putih salju. Udara tercium lebih segar, sedikit menusuk dan dingin, tetapi lebih bersahabat dibanding hari-hari penuh kekelaman yang tidak hanya melingkupi alam, namun juga perasaan Haechan. Bagai kepalan dedaunan kering musim gugur yang membungkus jantungnya, membusuk dan terus membusuk, terbenam dalam tumpukan salju dalam kepalan lapuk ... Yah, perasaannya memang sepayah itu.

Ia tidak bisa berpikir dengan benar, dan mulai beranggapan bahwa udara di dalam mansion turut memengaruhi jalan pikirannya. Sehingga ia memutuskan keluar rumah, mencari udara sambil melakukan kegiatan jalan-jalan singkat. Sendirian, sebagaimana niat awal, sebelum Jihoon dengan bersemangat menyerukan namanya dari belakang, berlari cepat menuruni bukit dan berhenti di samping Haechan. Myongi menggonggong di sampingnya, merasa bahagia sebab diikutsertakan dalam petualangan satu manusia dan satu vampir yang memesona.

"Ke mana kau akan pergi?" tanya Jihoon, menolehkan kepala dengan antusias ke arah sosok beraura kelabu yang melangkah pelan di sisinya. Kondisi mereka terlihat sangat kontras; yang satu bagai bocah dengan kadar gula berlebih, sedang yang satu lagi bagai bocah terjangkit malaria, tiada semangat, meski demi menampilkan segaris senyum saja. Jihoon, bagaimanapun, mengerti, sebab itu salah satu alasan mengapa ia mengekori Haechan siang itu, meski ia tahu bahwa konsekuensi untuk diabaikan terhitung sangat besar, sebagaimana yang terjadi saat ini. Lelaki itu menjawab dalam suara yang teramat pelan, hingga telinga vampir Jihoon nyaris kesulitan mendengarnya.

"Ke depan," jawab Haechan dalam bisikan lirih.

Maka, mereka pun bergerak terus ke depan, dengan Myongi yang tidak sabar, berlari dan menggonggong, menjulurkan lidah demi menampung satu atau dua keping salju yang turun. Anjing itu terlihat bersemangat, berlari, berputar, mengejar ekor sendiri dan kembali pada Jihoon untuk melaporkan apa yang ia temukan, misalnya seekor tupai yang melompat dari dahan gundul ke dahan gundul lain, mencari tempat lebih hangat bagi tubuh dan persediaan makannya selama musim dingin. Sebagai respons, Jihoon tertawa, mengusak kepala anjing betina itu penuh sayang, sebelum melepasnya kembali berlarian. Haechan yang semula hanya memperhatikan, akhirnya merasa tidak tahan apabila terus diam. Ketika Myongi kembali sekali lagi untuk meminta usapan sayang di kepalanya oleh Jihoon, Haechan tanpa sadar terkekeh, mengalihkan perhatian si vampir, dan dengan senyum yang merekah, ia berbisik ke telinga Myongi: "lihat yang sudah kaulakukan padanya, gadis pintar!"

[✓] Ocean Eyes Arc #1 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang