Meski enggan, Andre mengikuti tangan Ais yang menunjuk kursi yang ada diteras.
Bahkan setelah duduk Andre bingung harus memulai darimana untuk berbicara, ditambah terselip rasa marah kepada Ais atas segala kondisi yang melibatkan mereka berdua.
Keheningan itu dipecahkan oleh suara tangis dari dalam rumah diikuti suara benda jatuh yang membuat Ais langsung bangkit dari kursinya, hingga satu kepala mungil muncul di pintu sambil menangis,"Bunda....."
Spontan Ais berdiri dari kursi dan meraup Arkan dalam pelukannya, sambil mendekapnya di dada, tangannya mengelus kepala Arkan dengan sayang, yang lolos dari perhatian Ais adalah posisinya yang membelakangi Andre membuat posisi wajah Arkan menghadap lurus ke Andre.
Andre terkesiap pelan dan hatinya memcelos saat menatap wajah polos balita itu, tidak perlu kacamata untuk melihat bahwa wajah balita yang ada dipundak Ais adalah wajahnya saat berada diusia yang sama.
"Bunda, Arkan mau susu. "
"Sebentar ya sayang, ini tamu bunda juga sudah mau pamitan, " jawab Ais dengan sayang seperti kode untuk mengusir Andre dengan halus.
"Kok bunda tidak menyuruh Arkan untuk salim seperti biasanya," tanya Arkan polos.
Andre melihat sekilas pundak Ais menegang sebagai jawaban atas pertanyaan Arkan , sebelum akhirnya menurunkan Arkan turun ke lantai dan menyodorkan tangan, Andre menerima tangan mungil itu dan tertegun hingga kelu lidahnya.
Andre menyorotkan mata bertanya tertuju pada Ais, yang sepertinya pura pura tidak tahu akan pertanyaan Andre.
Meski sebenarnya Andre ingin pamitan, namun saat ini langkahnya tertahan karena tiba tiba Arkan menarik tangannya masuk kerumah.
"Arkan punya mobil mobilan baru lho om, hadiah dari bunda karena Arkan hafal surat Al Ikhlas kemarin. "
Ais mendesah kecewa melihat Arkan yang sepertinya langsung lengket dengan Andre, bahkan tatapan mata bertanya dari Andre tidak ia acuhkan.
Senyum polos Arkan yang pelan pelan merekah sambil menunjukkan mobil pemadam kebakaran warna merah, kemudian berceloteh riang membuat Andre semakin tidak bisa berkata kata.
Saat Ais kembali dengan membawa cangkir magmag berisi susu, Arkan dengan gembira menyambutnya, mengambil cangkirnya dan melanjutkan bermain.
"Apakah dia anakku? "
"Haruskah aku menjawab? "
"Ais, aku butuh jawabanmu, bukan pertanyaan kembali. "
"Jika jawabannya iya, apakah kau akan mengajukan tes DNA? "
Andre menarik nafas panjang, tahu bahwa dia sudah terlalu dalam melukai hati Ais.
"Sepertinya tidak perlu, aku yakin Arkan anakku. "
"Dan apa yang membuatmu yakin kalau Arkan anakmu? Setelah apa yang kau tuduhkan padaku 4 tahun yang lalu," jawab Aia sengit.
"Fia persis fotoku saat aku berumur yang sama, berapa usianya? "
" 3 tahun 4 bulan minggu ini. "
Andre menghitung mundur waktu Ais meninggalkannya, dan hitungannya memang menunjukkan bahwa Ais tengah hamil muda saat kabur dari rumahnya.
"Apa kau ingin mengatakan ada kebetulan genetis sehingga anakmu mirip denganku? "
"Tidak, Arkan memang anakmu, " jawab Ais pasrah.
Mata Andre membesar tidak percaya bahwa Ais akan menyerah padanya semudah itu, ini tidak seperti Ais yang biasanya ia kenal.
"Aku menginginkan hak asuh atasnya, karena kau sudah menghilangkan kesempatanku menjadi ayah selama lebih dari 3 tahun. "
Muka Ais memucat saat kata terakhir dari Andre terucap. Andre ingin memeluk Ais saat itu juga, menenangkan istrinya yang keras kepala seperti dulu yang biasa mereka lakukan.
"Atau kita bisa mengasuhnya bersama sama, "ucap Andre sambil lalu.
"Ha ha ha,"senyum Ais sarkastis.
"Dan kesimpulan dari mana yang kau tarik bahwa aku akan bersedia mengasuhnya bersamamu ndre? "
"Karena kau masih istriku yang sah menurut hukum, kecuali kau ingin mengasuh Arkan sendiri yang berarti memang ada status baru yang harus kau dapatkan terlebih dahulu."
Bahu Ais merosot, dia ingin menangis tapi bingung dan malu dengan Andre, bahkan setelah 4 tahun berlalu pun Andre masih menyulitkannya.
Bagai buah simalakama baginya untuk memiliki hak asuh penuh atas Arkan, itupun belum tentu bisa ia dapatkan dengan mudah karena Andre punya uang yang bisa membayar pengacara dan dia tidak punya uang.
Secara finansial pengadilan pasti akan memenangkan Andre karena dia lebih mapan dan point ia pernah meninggalkan rumah bisa jadi point mematikan langkahnya untuk mendapatkan hak asuh karena dianggap memiliki kondisi emosi yang labil.
Tapi untuk mengasuh bersama Andre, Ais tidak memiliki hati yang kuat untuk bisa mentolerir ketidakpercayaan Andre kepadanya.
Sebuah rumahtangga harus memiliki dasar saling percaya antar pasangannya, dan Andre tidak punya itu untuknya.
Andre tipikal pria yang sangat posesif, miliknya berarti miliknya, tidak boleh dibagi, disentuh bahkan dipandang oleh orang lain, karena Ais pernah dalam posisi itu, dan dulu itu membuatnya bahagia karena suami yang tidak cemburu atas istrinya bahkan haram mencium bau surga khan?
"Dan apa jawabanmu, zaujatiy ? " tanya Andre dengan senyum percaya diri.
Mendengar julukan familiar itu membuat tusukan di hati Ais.
Wajah Ais memucat karena julukan itu membawanya ketempat yang tidak ingin ia kunjungi, tempat dimana dulu ia merasa disayangi dan dicintai.
"Bunda...."
Suara mungil itu menyadarkan Ais dan Andre bahwa mereka tidak sendiri, secepat kilat perhatian Ais terpusat pada putranya yang sekarang tengah memandangi ayah dan ibunya bergantian.
"Bolehkah adek melihat film mobil mobilan?" pinta Arkan manis tanpa melihat suasana tegang antara ayah dan ibunya.
"Baiklah, bunda tinggal ke depan sebentar ya, untuk mengantar tamu bunda ke pintu, " jawab Ais.
"Okey dokey bunda, " jawab Arkan sambil mulai duduk manis didepan TV.
Saat berada diruang tamu Ais mengusir Andre dengan halus," kau harus pergi ndre, kita akan menjelaskan kepada Arkan secara bertahap, penjelasan yang terburu buru akan berpengaruh pada kondisi psikologis nya. "
"Dan salah siapa itu? " tanya Andre sinis.
Ais memijit keningnya yang mulai berdenyut denyut, karena pusing dengan rentetan kejadian mengejutkan hari ini.
Saat Andre memperpendek jarak antara mereka, Ais secara naluriah berjalan mundur namun dibelakangnya ada rak buku, kedua tangan Andre mengurungnya, kedekatan ini terasa intim meski Andre tidak menyentuhnya, dan jantung Ais berdentam kencang saat mulut Andre berbisik, "Ini belum selesai Ais, kau tidak akan lari dariku, sekarang aku akan pergi, namun aku akan secepatnya menghubungimu."
"Bundaaaaa, ....
" Ya sayang, bunda akan segera kesitu. "
Sesaat keheningan terasa menyesakkan, Ais tidak tahu bagaimana cara menghadapi kemarahan Andre yang terarah kepadanya, Andre berbalik menuju pintu dan tak lama kemudian terdengar suara derum mobil dinyalakan kemudian menjauh.
Ais menarik nafas panjang dan setelah merasa hatinya tenang, kakinya melangkah menuju ruang tengah duduk dilantai disebelah Arkan.
Tanpa melepaskan pandangannya dari TV, Arkan merangkak naik kepangkuan bundanya, Ais memeluknya dan mengecup kepala Arkan.
Kata kata Andre kembali terngiang, "Ini belum selesai Ais, kau tidak akan lari dariku, sekarang aku akan pergi, namun aku akan secepatnya menghubungimu."
Ais merinding, ia bahkan tidak ingin memikirkan apa yang akan ia hadapi saat Andre menemuinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantu Pilihan Mama
RomanceAis kabur saat suaminya, Andre meragukan kesetiaannya, ketika takdir mempertemukan mereka kembali tanpa sengaja Ais tidak mungkin kabur kembali karena Andre membuatnya harus tinggal, namun Ais mempunyai rahasia. Akankah Andre mau menerima keju...