Bagian 16

8.8K 456 11
                                    

Mama terdiam memandang akhir surat yang berisi tanda tangan dan menoleh menatap wajah anak tirinya.
Terlepas dari rasa sakit hati yang ditinggalkan suaminya atas ke tidak peduliannya terhadap dirinya dan Andre pada masa itu, namun melihat wajah bening dan belia Acha tidak sepantasnya ia menerima pelampiasan rasa sakit hati yang bukan salahnya.

"Acha mau nggak manggil bu Ayu... Mama?" Tanya mama lirih seakan takut kalau mendapat penolakan dari anak tiri yang baru ditemuinya itu.

Acha mengangguk dan memandang mama dengan tatapan tidak percaya.
Akhirnya aku punya seseorang yang aku panggil mama, bisik Acha terharu.

Dia tidak mengira jika Allah memberikan kemudahan baginya dalam menyelesaikan amanat dari almarhum ayahnya.
Sambil tersenyum Acha mendekat ke mama kemudian mencium punggung tangannya dengan takzim yang di balas mama dengan pelukan sayang.

"Sekarang kau harus memanggilku kak Ais," kata Ais dengan ceria .

"Arkan sekarang punya tante Acha , " Lanjut Ais sambil mengelus sayang kepala anaknya.

Siang itu dilanjutkan dengan cerita dari Acha tentang dirinya, dimana sekolahnya, dimana tempat tinggalnya dan bagaimana perjuangan Ayahnya yang belasan tahun menghadapi penyakitnya.

Mama terlihat gembira melihat kepingan demi kepingan hidupnya mulai tertata. setidaknya beban tentang ayah Andre susah terlepas dengan adanya kejadian hari ini, PR selanjutnya adalah bagaimana Andre menerima adik yang usianya bahkan terpaut separuh umurnya, Ayu hanya berharap Andre dapat bijaksana menerima tanggungjawab yang tiba tiba datang padanya , karena kalau menilik isi surat wasiat yang Rahmat kirimkan bukan tidak mungkin semua kekayaan yang ada di perusahaannya beserta hutang hutangnya sekarang menjadi tanggungjawab Andre karena Acha terlihat masih terlalu muda untuk menanggung itu semua sendiri.

Dan mama pun tersenyum membayangkan ia akhirnya memiliki seorang putra dan seorang putri.

Malam itu Acha akhirnya menginap dirumah dan mengambil kopernya yang ada dihotel, melewatkan hari yang cukup menyenangkan dan diluar prediksinya karena tiba tiba mendapatkan kasih sayang seorang mama, hal yang tidak ia dapatkan sejak kecil karena ayahnya tidak pernah menikah lagi sejak ibunya meninggal waktu melahirkannya.
Saat ini Acha hanya berharap semoga tugasnya yang berikutnya menyampaikan surat untuk kakaknya dapat diterima juga dengan baik

*****

Saat adzan ashar terdengar Arkan mulai merengek untuk menjemput ayahnya, dan Ais membujuknya untuk sabar menunggu karena Andre sudah berkirim kabar bahwa pesawatnya delay satu jam.

Andre meminta agar Ais tidak usah menjemputnya karena akan menggunakan taksi bandara dan hal tersebut tentu saja sedikit memudahkan situasi Ais dengan adanya Acha dirumah.

Sebenarnya Acha sudah mau pamit tadi pagi untuk kembali ke pondok karena sudah hampir 10 hari ijin, namun mama meminta agar Acha menunggu kakaknya dan menyampaikan sendiri surat wasiat dari Ayahnya....

Matahari sudah hampir terbenam saat terdengar pekikan riang Arkan yang memastikan Andre sudah pulang kerumah, karena Arkan selalu heboh ketika Ayahnya pulang, saat melongok ke teras terlihat wajah suaminya yang mencium gemas leher anaknya. Tangan gemuk Arkan melingkar dileher ayahnya dan kepalanya yang tengadah kebelakang dan buah hatinya itu tertawa cekikikan.

Mencium tangan suaminya kemudian mengambil travel bag dari bahu Andre sebelum akhirnya suasana hening karena Andre memandang Acha yang sore itu memakai jilbab warna krem, membuat gadis itu terlihat rapuh meski telah memasang wajah ramah.

"Ayah, ini nte Acha," kata Arkan sambil jarinya menunjuk ke arah Acha.

"Hmmmm," Andre bergumam sambil memandang istrinya, seingatnya istrinya tidak punya saudara, lalu siapakah gadis remaja yang dipanggil nte acha oleh anaknya ini.

"Arkan... Sama bunda dulu ya, biar Ayah kenalan dengan tante Acha, " ucap Ais sambil meraih Arkan dari bahu suaminya.

Acha menatap kakaknya untuk pertama kalinya, meski tadi malam mama sudah menunjukan kepada Acha foto kakanya saat SMA yang mirip sekali dengan wajahnya, baru sore ini Acha melihat langsung kakaknya yang memandangnya dengan tatapan bertanya, mirip dengan ekspresinya sendiri. Meski terselip rasa geli didalam hatinya namun Acha tetap memasang wajah ramah saat mengulurkan tangan pada kakaknya,

" Saya Arsalana mas Andre, biasa dipanggil Acha," ucap Acha mengenalkan dirinya.

Andre menerima uluran tangan Acha sebelum akhirnya mempersilahkan tamunya ikut duduk di ruang tamu yang luas itu.

"Saudaranya Ais? "

"Bukan," jawab Acha sambil menyerahkan amplop tebal .

Mata Andre menyipit melihat amplop tebal itu, perlahan merobek sisi tepinya dengan hati hati kemudian membaca lembaran kertas yang ada didalamnya.

____untuk anakku Andre____

Saat kau membaca surat ini, Ayah pasti sudah tidak ada didunia ini.
Ayah hanya ingin meminta maaf kepadamu karena tidak pernah bisa mendampingimu selama ini, meski Ayah tetap memandangmu dari kejauhan.
Semua karena ketidakberanian Ayah untuk meminta maaf kepadamu dan mamamu atas semua yang Ayah lakukan pada kalian.

Ada banyak hal yang membanggakan ayah sebagai orangtuamu, bukan hanya karena prestasi akademismu yang gemilang, namun juga baktimu yang luar biasa dalam menjaga ibumu, hal yang tidak pernah bisa ayah lakukan untuk kalian berdua.

Ayah hanya berharap kau mau memaafkan Ayah dan mau mendoakan ayah disetiap akhir sholat fardhumu , karena doa anak yang sholeh akan selalu menjadi amalan yang tidak terputus meski saat ini ayah sudah berbeda alam denganmu.

Maafkan Ayah, Nak.
Ayah menitipkan adikmu Arsalana, terima dia, karena sekarang kamu walinya, pun dengan pabrik dan toko batik tulis Ayah meskipun ayah tahu kamu tidak menginginkannya namun demi adikmu, ajari dia untuk meneruskan usaha ayah karena ada sekian ratus keluarga yang bergantung disana.

Sekali lagi maafkan Ayah dan jaga adikmu, karena kalian berdualah harta Ayah yang sesungguhnya.

Andre melipat surat itu dan menatap adiknya, berusaha menelaah apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya.
Setelah 32 tahun menjadi anak tunggal, hari ini ia mempunyai seorang adik perempuan yang harus ia jaga dan lindungi.

Selama 29 tahun ayahnya meninggalkannya, menyisakan perih dan dendam didadanya karena dia tidak pernah menemukan kasih sayang seorang ayah dalam hidupnya, hal itu pulalah yang membuat ia begitu menghargai apa yang ia punya saat ini, Arkan.

Andre menoleh saat merasakan tepukan ringan dipundaknya, mama tersenyum dan menyerahkan setumpuk foto.

Saat mengamati dan melihat foto yang diberikan oleh mamanya, Andre melihat foto itu adalah beragam foto yang diambil tentang dirinya dari rentang masa kecil hingga masa remajanya, bahkan ada satu foto dari samping saat dirinya wisuda dan masih mengenakan toga tengah tertawa lebar.

"Ini foto yang ayahmu kirimkan bersama surat untuk mama, selama ini ternyata dia memantau perkembanganmu meski tidak pernah muncul dihadapanmu, dan Acha adalah adik tirimu, jika kau tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah, Acha tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, karena ibunya meninggal saat melahirkannya, itulah mengapa mama memintanya menjadi anak mama sekarang," kata mama sambil mengelus kepala Acha.

Banyak yang mereka bicarakan malam itu, tentang masa kecil Acha dan Ayah, tentang bagaimana sakitnya ayah dan malam itu selepas sholat isya , Andre merasakan kedamaian, ia telah berdamai dengan hatinya, dengan adiknya dan dengan masa lalunya.

Memandang adik yang baru saja ia temukan, Andre menghela nafas panjang, ada banyak hal yang harus ia selesaikan dengan urusan perusahaan yang Ayahnya tinggalkan, karena kondisi perusahaan tidak ia ketahui dengan pasti. Apakah kondisinya bagus atau sebaliknya dan esok hari ia ingin mengantarkan sendiri adiknya kembali ke pondok untuk seterusnya menemui pengacara yang ditunjuk oleh ayahnya terkait harta warisan peninggalan ayahnya dan melunasi semua hutangnya karena itu adalah kewajiban seorang anak tentang dunia yang harus ditunaikan setelah orangtuanya meninggal.



Menantu Pilihan Mama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang