Bagian 11

9.4K 477 4
                                    

Setelah berputar seharian untuk menambah daftar supplier bahan baku catering satu bulan kedepan, Ais beristirahat sejenak saat jam sudah menunjukkan waktu sore karena sudah terdengar adzan ashar.

Ais sudah bermaksud untuk pulang saat gawainya bergetar, melihat pesan yang masuk Ais melongo melihat nominal yang tercetak disana, sembilan digit dan selama ini tranferan untuk cateringnya belum pernah lebih dari delapan digit, itupun biasanya disertai pesan pemberitahuan berita tentang tranferan, namun untuk tranferan ajaib hari ini, bahkan setelah ditunggu hampir 10 menit pemberitahuan itu tetap tidak muncul.

Apakah ada tranferan salah masuk? Tapi sepertinya tidak mungkin. Jadwal tranferan dari bu Asti harusnya masih minggu depan, jadi dari siapakah tranferan ini?
Mungkinkah dari Andre?

Ais akhirnya berbalik arah kembali menuju kantor Andre, karena tidak yakin membicarakan masalah ini lewat telepon.
Setelah melewati gerbang satpam dan memarkirkan motornya pada ruang parkir tamu, Ais menuju ruang resepsionis dan meminta untuk bertemu dengan Andre, berharap Andre masih dikantor. Kantor sudah mulai sepi, bahkan meja bu Asti pun sudah kosong. Sepertinya keputusan untuk menemui Andre dikantor sudah tepat karena masalah ini tidak mungkin dibicarakan didepan Arkan.
Menunggu hampir 25 menit diruangan Andre, setelah lelah membaca majalah interior rumah yang terbuka di meja hingga akhirnya Andre berjalan masuk keruangannya, melepas jaket dan mulai meletakkannya di sandaran kursi.

"Hai," sapa Andre ceria.

"Ndre," Entah mengapa Ais kehilangan kata kata saat melihat kilatan putih di tangan Andre yang membuatnya terpaku. Andre mengenakan cincin nikah mereka.

"Tumben mampir?"

" Aku, Eh...Oh...Emmh..."

Andre menaikkan alisnya sambil berbalik dan menatap sepenuhnya ke Ais, karena Ais sangat aneh hari ini.

Istrinya terlihat cantik hari ini, mengenakan gamis warna peach, meski selalu memakai pakaian longgar namun hal itu tidak mengurangi kecantikan Ais, dan menurut Andre, entah mengapa pakaian itu justru membuat istrinya bertambah cantik, dan wanita itu masih miliknya, masih sah menjadi miliknya, apalagi ditambah fakta istrinya itu tidak melepaskan cincin nikah yang ada dijarinya terlihat dari perbedaan warna jari yang tertutupi cincin itu.

"Emh,...apakah kau mengirim uang ke rekeningku?"
Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulut Ais.

"Iya, maaf belum sempat memberitahu,"jawab Andre ringan.

"Untuk apa ndre? "

"Untukmu dan Arkan."

"Jumlahnya banyak sekali, "

"Masih tidak sebanding dengan kewajibanku yang seharusnya. "

"Kewajibanmu sebagai suami bukan hanya tentang uang Ndre,"

Ais ingin menarik kata katanya saat kata yang ini keluar. Dirinya bukan wanita tidak tahu terimakasih yang menilai segala sesuatu dengan uang, hanya saja jumlah yang ditranfer Andre terlalu banyak, jumlah yang mungkin tidak ada dalam bayangannya sama sekali.

Andre bergeming saat mendengar jawaban dari Ais, secara perlahan Andre berjalan mendekati Ais yang secara spontan mundur kebelakang, Usaha itu gagal menjauhkan Ais dari Andre saat punggungnya menyentuh tembok dan kedua tangan Andre mengurungnya.
"Apakah ini berarti kau ingin meminta nafkahmu yang lain? " ujar Andre lembut.

Muka Ais merah padam, dia tidak menyangka Andre akan mengajukan pertanyaan ini, kepalanya menunduk, dia merasa jengah.
Saat jari telunjuk dan ibu jari Andre mendongakkan dagunya pun Ais tidak ingin memandang Andre,...maaluuu.

"Hei, aku hanya bercanda, " kata Andre sambil tersenyum.

"Saat aku meminta hakku, aku ingin itu juga menjadi saat kamu menginginkan nafkahku. "

Ais menahan nafasnya, dia bingung menghadapi sisi Andre yang ini, karena biar bagaimanapun Andre punya hak atas dirinya.
Dan setelah menghembuskan nafasnya dengan sangat pelan seakan itu akan mampu menghilangkan jengahnya akhirnya Ais menjawab,"Sudah sore, aku harus pulang. "

"Kita akan pulang bersama, tinggalkan motormu disini biar besok satpam yang mengantar kerumah," jawab Andre ringan sambil menggandeng tangan Ais, seakan takut Ais akan melarikan diri lagi.

Selama perjalanan pulang Ais bahkan tidak berani menatap Andre, ia mengenggam tangannya yang gemetar dan menatap lurus kedepan. Seluruh tubuh Ais masih berdesir dan terasa sangat sensitif dengan apa yang baru saja terjadi.
Dengan mulus Andre mengarahkan mobil ke pintu depan rumahnya dan Ais berkedip. Ia bahkan tidak sadar jika mereka sudah sampai dirumah. Saat itu Ia melihat gorden rumahnya bergoyang dan wajah kecil Arkan muncul dari balik jendela dan berseru dengan penuh semangat,"Horeee, Ayah pulang."
Seperti yang biasa anak itu lakukan setiap ayahnya sampai rumah, setelah membalas salam kemudian ritual berikutnya adalah memeluk leher ayahnya kuat kuat, meminta untuk digendong dan bercerita dengan riuh kegiatan apa yang telah dilakukannya hari itu.

Ais selalu jadi pendengar setia dan entah kenapa sore itu Ais merasa ada yang berubah dalam hubungan dengan Andre, seakan mereka saling mendekat bukan karena Arkan tapi karena sepertinya dirinya dan suaminya mempunyai banyak hal yg tidak mereka bagi selama 4 tahun terpisah.

Selepas sholat isya biasanya Arkan akan murojaah hafalannya sebelum akhirnya dihadiahi cerita sebelum tidur oleh ayahnya.

Ais tengah melipat baju dan memilah baju yang akan disetrika di keranjang cucian bersih yang ada, saat terasa ada desiran angin dari pintu.
Ais mendengar suara dan tubuhnya menegang saat merasakan kehadiran Andre, meski meneruskan melipat sprei dan mengabaikan kehadiran Andre disana, hatinya masih berdesir mengingat kejadian dikantornya Andre sore tadi. Setelah beberapa saat membeku, Ais merasakan hembusan nafas diatas kepalanya, ada angin hangat yang berada dibelakang punggungnya dan aroma citrus khas Andre yang membayanginya selama 4 tahun terakhir.
Dengan gugup Ais membalikkan badan, "Ini sprei bersih untuk tempat tidurmu."

Namun suaranya tersekat karena sprei bersih itu mendarat didada Andre yang berada persis didepannya kali ini kemudian tangan andre dengan sigap menangkap sprei itu dan dengan cekatan melemparnya kembali ke keranjang baju sambil menunduk,"Kau tahu pasti aku kemari tidak untuk sprei bersih Ay."

Ya, aku tahu kau kemari untuk melanjutkan yang terpenggal sore tadi di kantormu, bisik hati Ais dengan tersipu malu.

Saat Andre mengangkat tubuhnya, wajah Ais semakin merona merah apalagi Andre dengan mantap berkata, " Aku tidak akan melanjutkan jika kau tidak menginginkannya."

Karena bibirnya yang tiba tiba kelu untuk menjawab akhirnya sebagai jawaban Ais menyurukkan kepalanya dileher suaminya.

Menantu Pilihan Mama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang