🍁 9 | Calon Menantu 🍁

130 64 39
                                    

"AYAH, Mamah!" teriak Nay bersemangat.

Kini, gadis itu tengah berada di ambang gerbang rumahnya, menatap ke arah kedua orang tuanya yang tengah menikmati sejuknya udara di taman depan rumah mereka.

Setelah kejadian yang menimpa Nay tempo hari, Hana dan Hasan sebisa mungkin untuk selalu berada di rumah. Memastikan keadaan sang putri, sekaligus menciptakan kehangatan dalam keluarga mereka dengan harapan akan membantu putrinya itu keluar dari trauma menyakitkan yang selama ini dirasakannya.

Sepasang paruh baya itu terperenyak, kala mendengar suara Nay yang tiba-tiba menginterupsi mereka. Mereka pun menatap ke sumber suara secara bersamaan.

"Ish, kalau pulang itu ucapin salam dulu atuh," keluh Hasan pada Nay.

Nay menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia melangkahkan kakinya mendekat ke arah kedua orang tuanya. "Maaf, lupa, Yah. Saking senengnya Nay, jadi lupa ucapin salam."

"As-salamu 'alaikum," lanjut Nay.

"Wa 'alaikumus‐salam." Hana dan Hasan menjawab ucapan salam dari Nay dengan kompak.

"Sini, duduk," ajak Hana sambil menepuk-nepuk kursi yang langsung dibalas oleh senyuman oleh sang putri.

"Memangnya apa yang buat kamu seneng, Sayang?" tanya Hasan memulai pembicaraan.

"Iya. Kayaknya ini spesial banget, ya? Sampai anak Mamah ini nyengir-nyengir sendiri karena saking senengnya," imbuh Hana.

Nay menatap mamah dan ayahnya bergantian. Ia pun menjawab, "Sabar, dong. Nay tadi belum selesai ngomongnya."

"Ya udah. Sekarang terusin," ujar Hana seraya mengelus rambut Nay lembut.

"Mamah sama Ayah tau enggak kalau Tante Indah, tuh, hari ini udah boleh pulang!" seru Nay girang.

"Iyakah? Indah sudah bisa pulang?" Hana turut senang.

"Pulang? Memangnya dia tadinya dari mana? Kok, baru bisa pulang?" tanya Hasan bertubi-tubi.

"Kondisinya drop, Mas. Sejak beberapa hari yang lalu, dia dirawat di rumah sakit," jelas Hana pada sang suami.

"Iya, Yah. Tante Indah itu sakit, tapi kata Darren, sekarang kondisi Tante udah jauh lebih baik. Jadinya boleh pulang, deh." Nay menghirup napasnya sejenak, lalu kembali melanjutkan ucapannya," Maka dari itu, Nay sama Darren mau bikin persiapan menyambut kedatangan Tante Indah nanti malam. Nay juga mau bikin bolu pisang kesukaan Tante Indah!"

"Bolu pisang? Emang kamu bisa bikinnya, Sayang?"

Nay diam sejenak. Ia cemberut, "Hm, Nay enggak bisa. Tapi, Mamah bisa, 'kan?"

Hana berdecak. Matanya mendelik tajam. "Lihat, Mas. Anakmu itu banyak maunya. Mamah lagi, deh, yang dikorbanin," desis Hana yang sukses membuat Hasan tertawa dalam hatinya.

"Tolong, Mah. Mamah bikinin bolu pisang, ya? Nanti Nay pasti bakalan bantuin Mamah," bujuk Nay sembari menyatukan kedua tangannya di depan dada, memohon.

"Emang kamu mau bantu apa?" Hasan bertanya.

"Eits, jangan meremehkan Naysilla Putri Oktavia putrinya Bapak Hasan dan Ibu Hana, ya. Nay kan bisa bantu—" Nay menggantung ucapannya.

BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang