🍁 20 | Singa Pemangsa 🍁

53 53 38
                                    

        "SATU, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh delapan. Dua, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, cukup!"

Terdengar, suara lantang para siswa dan siswi kelas 11 Multimedia 2 yang sedang melakukan pemanasan dan dipimpin langsung oleh Pak Razil--guru mata pelajaran olahraga, sebelum praktik Penilaian Akhir Semester (PAS) senam irama dimulai. Gerakan pemanasan dengan mengangkat kaki kiri ke atas yang dipegang oleh kedua tangan, rampung dilakukan. Kini, giliran untuk mengganti gerakan pemanasan yang lainnya, yaitu melakukan gerakan kombinasi.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan. Dua, dua, ti--"

"Tunggu, Pak!" Suara seseorang dari arah barisan paling belakang, tiba-tiba menginterupsi dan sukses menghentikan ritual gerakan pemanasan tersebut.

Seluruh siswa langsung menatap ke arah sumber suara. Mata mereka memicing, mencoba memperjelas pandangan mereka pada seorang gadis dengan rambut yang dikuncir asal dan menggunakan masker scuba warna hitam yang sukses menutupi bagian hidung hingga dagunya.

"NAY?!" ucap mereka serempak, kaget.

Teman-teman sekelas Nay mengembuskan napas mereka gusar. Beberapa dari mereka pun membatin ....

Si Nay mau ngapain lagi, ya?

Olahraga tapi pake masker. Apa dia nggak bengek?

Nay kayaknya udah mau bikin ulah lagi, tuh.

Mampus kita kalo Pak Rizal marah!

Si Nay kayaknya udah nggak terlalu sedih lagi. Ya bagus, lah. Gue lebih suka liat dia yang urakan dan kadang nggak punya malu ini.

Kira-kira, itulah suara hati istri. Eh? Ralat. Maksudnya, suara hati teman-teman sekelas Nay. Raut wajah mereka pun langsung menengang. Walaupun, tak sedikit pula dari mereka yang sudah menunggu drama baru yang akan diciptakan oleh Nay.

"Ya, ada apa, Naysilla?" tanya Pak Razil serius, "Terlebih, kenapa kamu memakai masker saat jam pelajaran olahraga? Itu bisa menghambat sistem pernapasan kamu. Coba, buka masker kamu."

Nay terdiam sejenak. Ia berpikir terlebih dahulu, apa jawaban yang seharusnya ia katakan sebagai alibi untuk menutupi kenyataan bahwa bibirnya yang kini sedang jontor karena kejadian jatuh dari tangga saat memakai sepatuh hak tinggi kemarin malam?

Mampus! Bibir monyong gue nanti keliatan sama semua orang. Bisa-bisa, gue diketawain sama seisi kelas, batin Nay menggerutu.

"Emm, anu, Pak. Saya ... hacim!" Nay berpura-pura bersin.

"Oh, kamu lagi flu, Nay?" tanya Pak Razil. Nay mengangguk lugu. "Lantas, mengapa kamu menghentikan gerakan pamanasan tadi?"

Nay diam. Mengingat-ingat pertanyaan yang sedari tadi mengganjal hati dan pikirannya. Ia pun berdehem pelan, lalu menjawab, "Izin interupsi, Pak. Ada kekeliruan yang harus diluruskan saat ini juga." Nay berkata dengan begitu yakin.

Pak Razil menyerngitkan dahinya. "Apa?"

Silva meneguk sisa saliva di mulutnya. Ia yang kini berada di barisan samping kiri Nay, dengan sengaja malah menyenggol lengan temannya itu. Nay menoleh ke arah Silva yang tengah memberikan kode dengan cara menggelengkan kepalanya.

"Dua menit telah berlalu, Nay," komentar Pak Razil.

Nay mendesah sambil mengumpat dalam hatinya, Dasar, itungan!

"Maaf, Pak," balas Nay. "Jadi, gini, Pak--" Nay menggantung ucapannya.

Deni dan Gerald berteriak, "Kalo 'gini', artinya bukan 'gitu', ya, Nay? Hahahahahaha!"

BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang