Book 5

1.2K 164 35
                                    

JUNGKOOK SUDAH BANGUN keesokan paginya saat Hoseok masuk kamarnya; pria itu membungkuk sambil memijat paha dan betisnya. Hoseok menyaksikan dengan puas, senang karena Jungkook mengambil peran aktif dalam proses pemulihannya.

"Aku berbicara lama sekali dengan Seokjin semalam," gerutu Jungkook tanpa mengangkat wajah.

"Bagus. Kuharap permintaan maaf itu bagus untuk jiwamu," kata Hoseok sambil menyelinap ke belakang Jungkook, lalu mulai meremas punggung dan bahunya.

"Seokjin marah. Sepertinya Namjoon langsung pergi lagi setelah mengantarnya pulang, dan Seokjin menduga Namjoon menemui wanita atau pria lain."

jemari Hoseok berhenti memijat. Apakah itu mungkin? Menurutnya, Namjoon bukan tipe yang suka main belakang. Itu terkesan gampang, padahal Namjoon bukan pria gampangan.

Jungkook memutar kepala untuk menatap Hoseok. "Seokjin menduga Namjoon berhubungan denganmu," katanya blakblakan.

Hoseok kembali menggerakkan jemari. "Kaubilang apa kepada Seokjin?" ia bertanya sambil mencoba tetap tenang. Ia mencurahkan konsentrasi ke daging Jungkook di tangannya, menyadari tubuh Jungkook tidak lagi terasa sekurus saat pertama kali ia pijat.

"Kukatakan aku akan mencari tahu dan menghentikannya kalau Namjoon benar-benar melakukan itu," sahut Jungkook. "Tak perlu memperlihatkan wajah selugu itu, karena kita berdua tahu Namjoon tertarik kepadamu. Dia pasti sudah mati kalau tidak tertarik kepadamu. Kau tipe pria submissive yang dikerubungi pria seperti lebah mengerubungi botol madu."

Namjoon mengatakan hal yang sangat mirip tentang Jungkook, pikir Hoseok, dan tersenyum pedih mengetahui betapa pendapat mereka berdua melenceng jauh dari kebenaran.

"Aku tidak menjalin hubungan apa pun dengan Namjoon," kata Hoseok pelan. "Selain dia sudah menikah, kapan aku punya waktu bertemu dia? Aku bersamamu seharian, dan pada malam hari aku terlalu lelah mengerahkan energi yang kubutuhkan untuk mengendap-endap keluar."

"Kata Seokjin, dia melihatmu di patio pada suatu malam."

"Dia benar. Saat itu aku dan Namjoon membahas dirimu, bukan bermesraan. Aku tahu Namjoon tidak bahagia bersama Seokjin-"

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku tidak buta. Seokjin mencurahkan segenap waktunya dua tahun ini untukmu dan jelas-jelas menelantarkan suaminya. Wajar saja Namjoon membenci perlakuannya. Menurutmu, untuk apa Namjoon berkeras mencarikan terapis untukmu? Dia ingin kau bisa berjalan lagi supaya dia bisa memiliki kembali istrinya." Mungkin seharusnya Hoseok tidak mengatakan itu pada Jungkook, tapi sudah waktunya Jungkook sadar dia mendominasi kehidupan mereka dengan kondisi fisiknya.

Jungkook mengembuskan napas. "Baik, aku percaya padamu. Tapi siapa tahu kau mulai berpikir betapa menariknya Namjoon, sekarang kuberitahu sesuatu, satu hal yang tidak bisa kutoleransi adalah hati Seokjin tersakiti."

"Dia pria dewasa, Kook. Kau tidak bisa turun tangan mengurusi masalahnya seumur hidupnya."

"Aku bisa melakukan itu selama Seokjin membutuhkanku, dan selama aku masih mampu. Tiap kali memikirkan seperti apa keadaan Seokjin setelah ibu kami meninggal... sumpah, Seok, kurasa aku sanggup membunuh untuk mencegah supaya Seokjin tidak menjadi seperti dulu lagi."

Setidaknya Seokjin memiliki ibu yang menyayanginya. Kata-kata itu sudah di bibir Hoseok, tapi batal ia ucapkan. Bukan salah Seokjin kalau ibu Hoseok bukan ibu penyayang. Beban kepahitan hidup Hoseok adalah miliknya sendiri, bukan beban yang boleh ia tumpukan ke bahu orang lain.

Hoseok menyingkirkan gagasan itu. "Menurutmu, Namjoon benar-benar menjalin hubungan dengan wanita lain? Di satu sisi, aku tidak melihat kemungkinan itu. Namjoon tergila-gila kepada Seokjin dengan cara yang tidak disadari siapa pun."

Come Lie To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang