part 1

65K 493 11
                                    

Atun, seorang wanita muda yang menikah dengan lelaki biasa, Joko namanya. Mereka hidup bahagia di suatu pelosok desa daerah Yogyakarta. Rumah kecil mereka seperti kebanyakan rumah di desa, terbuat dari bambu, beralaskan tanah, dengan sedikit halaman yang teduh dan bersih. Beberapa tanaman sayur tumbuh subur di kebun kecil belakang rumah mereka.

Seperti kebanyakan ibu rumah tangga lain yang tidak bekerja, Atun hanya disibukkan dengan rutinitas sehari-hari. Memasak, mencuci, menyapu, dan beres-beres rumah. Joko hanya seorang lelaki lulusan SD yang ulet dan supel. Namun, meskipun Joko rajin dan ulet, tidak akan ada suatu perusahaan yang mau menerima Joko bekerja karena ijazahnya hanya sampai SD saja. Joko pun memilih menjadi buruh serabutan. Kalau ada teman mengajak kerja proyek borongan maka Joko akan ikut, kalau ada tetangga yang sedang membutuhkan kuli bangunan Joko juga selalu menawarkan diri.

Kehidupan Atun dan Joko setahun pertama pernikahan mereka berjalan dengan baik dan bahagia meski upah Joko sebagai buruh hanya cukup untuk makan sehari-hari mereka berdua. Dan meskipun Atun harus berhutang sembako dulu selama seminggu ke warung tetangga karena Joko menerima upah seminggu sekali tiap hari Sabtu. Itu pun untuk sayuran Atun memetik sendiri yang ada di kebun kecilnya.

Namun, kebahagiaan mereka mulai sirna ketika Atun mengandung dan melahirkan anak pertama. Yang tak berapa lama anak kedua mereka pun lahir disaat anak pertama mereka belum genap 2 tahun. Tuntutan biaya hidup semakin banyak seiring semakin besarnya anak-anak mereka. Joko pun mulai merasakan beratnya beban hidup yang harus dia tanggung.

Pergaulan Joko diantara para pekerja buruh kasar ternyata membawa dampak buruk untuknya. Joko yang memang tidak pernah mengenal ajaran agama (Islam KTP), menjadi mudah terpengaruh lingkungan.
Dia pun mudah tergiur ketika ada beberapa rekan buruh yang mengajak berjudi. Apalagi saat itu dia sedang butuh sekali uang untuk membayar hutang.

Dengan sisa uang yang dia pegang, Joko pun ikut bermain judi. Pada permainan pertama dia mendapat untung yang lumayan. Apakah Joko puas? Tentu saja belum. Dia bermain lagi, namun sayang beberapa kali permainan kalah terus. Tanpa dia sadari ternyata Joko sudah menimbun hutang pada seorang bandar judi. Entahlah, Joko sendiri tidak tahu harus bagaimana. Dan entah bagaimana ceritanya Joko pun mulai mengenal minuman keras.

Begitulah kehidupan Joko yang semakin kacau dan tak bisa lepas dari jerat setan bernama judi dan miras. Pekerjaan serabutan semakin susah dia dapatkan, badan capek seharian nguli hanya upah kecil yang dia dapat. Pulang ke rumah disambut 'rusuhnya' anak-anak lelaki mereka yang berusia 2 tahun dan 3.5 tahun. Belum lagi kelakuan istri yang sering uring-uringan karena protes semakin kurangnya jatah nafkah materi dan nafkah biologis.

Usut punya usut, Atun ini adalah type wanita yang selalu dan pasti minta 'jatah' setiap malam. Kalau tidak dipenuhi Atun akan uring-uringan seharian sampai dia terpuaskan. Entahlah, type seperti ini apakah sudah bisa disebut hypersex atau hanya besar nafsunya.
Sedangkan Joko merasakan lelah jiwa raga, tidak sanggup jika harus memuaskan istrinya setiap malam, setiap hari.

Entah setan apa yang merasuk dibenak Joko, terlintas ide gila yang dia anggap sebagai ide yang cemerlang.

"Tun, kamu kenal ga sama mandorku yang namanya pak Tejo?" tanya Joko pada istrinya disuatu malam saat anak-anak sudah tidur.

"Iya mas, yang badannya besar dan kepalanya botak itu kan?" jawab Atun.

"He em, kasihan pak Tejo, istrinya jadi TKW ke Malaysia sudah bertahun-tahun ga pulang." Joko berkata dengan raut muka sendu.

"Lha, kasihan piye tho mas, wong duite akeh jadi TKW itu. Aku aja pengen juga jadi TKW, pengen banget bantu mas cari uang, pengen punya uang banyak, tapi kasihan anak-anak masih terlalu kecil." Atun tersenyum.

"Kamu beneran Tun pengen bantu mas cari uang?" tanya Joko sumringah sambil mengusap punggung tangan Atun.

"Yo pengen tho mas, tapi Atun ga mungkin ninggalin anak-anak jauh." ungkap Atun sedih.

"Kamu ga perlu ninggalin mas dan anak-anak jauh kok Tun, kamu bisa kerja disini aja, dapat uang, kerjanya enak dan ga perlu capek-capek." kata Joko.

"Gimana caranya mas biar Atun bisa dapat uang? Atun risih ditagih-tagih hutang terus sama Yu Parmi, kata Yu Parmi sekarang Atun ga boleh ngutang sembako lagi sebelum hutang Atun yang kemarin-kemarin lunas." Atun menggebu-gebu, perasaannya campur aduk antara marah dan sedih jika ingat saat ditagih Yu Parmi, pemilik warung sembako tempat Atun biasa berhutang.

Joko tersenyum puas dan membelai lembut rambut Atun yang hitam lurus, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Atun.

*bersambung*

ISTRI YANG DIJUAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang