Atun sedikit demi sedikit mulai bisa menerima takdir hidupnya. Mengeluh pun hanya membuat hatinya makin sesak. Toh Atun juga tak tahu pada siapa dia harus berkeluh kesah. Tak mungkin Atun akan menyusahkan orangtuanya lagi, apalagi mengeluh pada sang mertua. Atun bisa tinggal di rumah mertuanya saja itu sudah sangat beruntung, mengingat apa yang telah Joko lakukan pada orangtuanya dimasa lampau. Kasih orangtua memang tak terbatas apapun, seburuk apapun anaknya pasti tetap akan dimaafkan dan dipeluk kembali.
Perlahan kehidupan Joko dan Atun mulai tertata kembali. Hasil Atun dan emaknya Joko bekerja menjadi buruh disawah dijadikan padi/gabah untuk simpanan. Sedangkan untuk makan sehari-hari, Atun membuat tas dari agel. Agus pun masih kerap mengirim uang atau sembako untuk mereka. Usaha Agus di pasar semakin lancar, karena Agus membuat promosi dengan layanan free delivery order. Jadi para pelanggan tinggal hubungi Agus dan pesanan akan segera diantar oleh Agus. Pelanggan tidak perlu repot-repot keluar rumah untuk belanja.
Kaki Edi yang mengecil harus diterapi agar bisa normal lagi. Semangat untuk kembali pulih yang dimiliki Edi patut diacungi jempol. Cita-citanya untuk menjadi pemain bola tak pernah surut. Karena itu Edi tak pernah lelah dan bosan terapi jalan. Edi sudah paham kesusahan yang dialami orangtuanya. Edi ingin kelak bisa jadi pemain bola yang sukses dan membuat orangtuanya bangga dan bahagia.
Atun masih sakit, namun tak pernah sekalipun Atun ke dokter. Selama ini Atun hanya berobat ke bidan saja. Atun tahu, harusnya dia periksa lebih lanjut ke dokter. Atun takut mendengar vonis macam-macam. Biarkan saja seperti ini, pikir Atun. Sepertinya Atun sudah lelah dengan segala kejutan-kejutan dalam hidupnya selama ini.
Suatu hari, kaki Joko terlihat membengkak. Dia pikir karena konsumsi obat terus menerus berbulan-bulan. Namun bengkaknya semakin besar, tangan dan wajahnya pun mulai bengkak. Atun membawa Joko ke rumah sakit lagi.
Bagai tersambar petir, Atun tak menyangka hasil uji laboratorium menunjukkan kalau ginjal Joko bermasalah. Joko harus opname dan menjalani cuci darah rutin seminggu sekali.
Atun menangis, tiap saat menangis. Kemalangan ini mengapa tak pernah lelah menyapa mereka?Saat sedang menunggu proses cuci darah suaminya, Atun berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Langkah Atun terhenti di depan sebuah mushola. Hatinya bergetar, ada dorongan kuat untuk Atun masuk kesana dan mengadu pada Yang Maha Kuasa. Namun, Atun merasa sangat malu dan tak pantas ada disana. Atun merasa dirinya hina dan kotor. Atun hanya terdiam.
"Permisi, apakah Ibu mau sholat? Kalau iya, tempat wudhu wanita disebelah kiri itu ya, Bu. Di dalam ada mukena yang bisa Ibu pakai kalau Ibu tidak membawa sendiri." Sapa seorang perawat cantik yang ramah.
"Ehmmmmm,,, sssaya takut, ssa-saya malu." Atun terbata, lalu menangis.
"Kenapa, Bu?" Perawat itu kebingungan melihat sikap Atun.
"Saya tak pernah sholat, saya merasa malu." Jawab Atun.
"Ibu, apakah Ibu datang ke rumah sakit ini untuk periksa atau menjenguk seseorang?" Perawat bertanya dengan sopan.
"Saya menunggu suami saya yang sedang cuci darah." Lirih Atun menjawab.
"Subhanallah... Berarti saat ini Ibu sedang diuji sama ALLAH dengan sakitnya suami Ibu, itu tandanya ALLAH sedang sayang sama Ibu, ALLAH rindu ingin Ibu bersujud dan berdoa pada-NYA. Ibu tidak perlu malu. Dokter, perawat, obat, dan alat-alat itu hanyalah perantara untuk mencari kesembuhan, namun Yang Maha Menyembuhkan itu hanyalah ALLAH. Secanggih apapun alat dan sehebat apapun dokter tidak akan bisa menyembuhkan jika ALLAH tidak mengijinkan untuk sembuh. Namun sebaliknya, separah apapun sakitnya jika ALLAH mengijinkan sembuh maka tidak ada yang tidak mungkin. Percayalah Bu, kami ini hanya bisa berusaha. Tugas Ibu selanjutnya agar suami lekas sembuh adalah tetap sabar dan berdoa terus pada ALLAH. Minta kesembuhan dan kesehatan." Perawat itu tersenyum.
Atun hanya terdiam, namun air matanya terus menetes.
"Tapi saya orang yang hina dan penuh dosa, apakah saya pantas meminta pada ALLAH?" Atun menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Bu, tidak ada manusia yang hina selagi dia sungguh-sungguh mau bersujud dan berdoa pada ALLAH. ALLAH itu Maha Pengampun, Maha Penyayang. Mungkin ujian ini sebagai teguran untuk Ibu agar ingat pada ALLAH. Saya tidak tahu sebesar apa dosa Ibu hingga Ibu merasa malu dan takut sholat, namun saya tahu ada hidayah sedang menyapa Ibu. Sambut hidayah ini Bu, jangan sampai lepas. ALLAH sayang sama Ibu. Jangan Ibu sia-siakan. Mari Bu, kita sholat dzuhur bersama. Semoga hati Ibu nanti bisa menjadi lebih tenang dan suami Ibu lekas diberi kesembuhan." Ajak perawat itu.
Atun perlahan melangkah mengikuti langkah perawat itu. Untuk pertama kalinya Atun 'kembali' pada ALLAH. Ini wudhu dan sholat pertama yang Atun lakukan dengan kesadaran dan dari hati, bukan hanya sebuah perintah dari seorang guru SD.
Sejak saat itu, Atun rajin sholat. Seminggu sekali Atun ke masjid mengikuti pengajian rutin ibu-ibu. Atun mulai memahami, bahwa semua kemalangan yang menimpanya dan keluarganya adalah teguran agar mereka 'kembali' pada ALLAH. Atun sadar, kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta yang dimiliki, namun pada setiap anugrah yang telah ALLAH berikan, bisa berupa keluarga yang harmonis, kesehatan, bahkan pada nafas yang masih bisa dirasakan.
Setiap selesai sholat, Atun selalu berdoa, semoga ALLAH mengampuni segala dosa-dosanya dan suaminya, memberi kesembuhan pada dirinya, suami dan anaknya, menganugerahkan keberkahan dan kesehatan pada keluarganya dan keluarga anaknya. Atun yakin tidak ada kata terlambat untuk taubat, seperti apa yang dia dengar di pengajian.
****************************************
Nb:
Masa lalu Atun memang kelam, namun bukan tugas kita untuk menghakiminya. Pasti ada suatu alasan mengapa kehidupan mereka menjadi seperti itu. Walaupun ada perasaan benci dan jijik jika kita tahu ada orang seperti Atun dan Joko, namun tugas kita sebagai sesama adalah mengingatkan dan mendoakan. Bersyukurlah kita tidak mengalami apa yang mereka alami, dan berdoa semoga kita, keluarga kita, dan anak keturunan kita dijauhkan dari hal buruk seperti itu.Jangan pernah mencibir dan mencela pada seseorang yang sedang dalam proses hijrah dan taubat, sungguh kita tidak tahu sebesar apa usaha mereka untuk hijrah dan seberat apa teguran yang sudah mereka terima untuk mendapatkan sebuah hidayah taubat. Bantu mereka agar tetap kuat dan istiqomah. Jangan menjadi penyebab mereka kembali ke lembah kotor karena tajamnya lisan kita.
Berfikirlah dengan baik sebelum melakukan perbuatan buruk dan kotor, karena terkadang balasan yang diterima bukan hanya diakhirat, namun juga di dunia. Balasan buruk bukan hanya menimpa diri sendiri, namun bisa menimpa anak keturunan kita.
Saat sedang diterpa musibah dan kemalangan, coba instrospeksi diri, ini sebagai ujian atau sebagai teguran? Jika yakin sebagai ujian, maka hadapi dengan sabar dan banyak doa pada ALLAH, insyaALLAH sebagai tangga untuk kita naik kelas.
Jika ini sebuah teguran atas dosa yang kita buat, maka tetap sabar, banyak istighfar dan taubat, insyaALLAH sebagai penggugur dosa kita.Ajarkan anak kita agama dan moral sejak dini, agar tidak akan salah langkah ketika kelak menghadapi suatu masalah. Jadikan iman dan moral pegangan hidup selama-lamanya, dimanapun, dan kapanpun.
Cerita ini saya akhiri sampai disini, meski pun kisah Joko dan Atun sebenarnya belum berakhir. Saya tidak tahu akan seperti apa akhir kisah mereka, saat ini mereka masih menuliskan cerita pada kehidupan mereka.
Entah akan ada masalah apalagi yang akan mereka hadapi didepan, karena yang namanya hidup pasti kita semua akan selalu ada masalah, hanya besar dan cara mengatasi masalah saja yang membedakan.
Saya hanya bisa berdoa semoga kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik dan bisa lebih dekat pada ALLAH.Terima kasih banyak untuk para pembaca yang setia dan baik hati, semoga bisa mengambil hikmah dari kisah ini. Terima kasih like dan kometarnya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI YANG DIJUAL (TAMAT)
General FictionMenceritakan tentang Atun, seorang istri yang dijual oleh suaminya sendiri.