Atun, Joko dan Budi berbincang dan tertawa bersama. Saling bercerita ringan mengenang masa-masa kecil mereka bersama. Tak terasa waktu sudah semakin siang, kopi yang disajikan pun sudah habis.
"Ko, sebelumnya aku minta maaf, maksud kedatanganku kesini yang pertama karena ingin silaturahmi sama kamu dan teman-teman masa kecilku yang lain juga di kampung ini. Yang kedua, aku dengar hidupmu sekarang sedang kurang baik, Bapakku cerita katanya dengar dari tetangga kalau kamu punya banyak hutang. Sebagai teman baikmu tentu aku ikut merasa sedih. Niatku ingin sedikit membantumu, semoga kamu bersedia." Budi mulai serius berbicara.
"Maksud kamu gimana, Bud?" Joko dan Atun saling berpandangan keheranan.
"Gini lho Ko, perusahaan tempatku bekerja saat ini akan mengembangkan usahanya. Perusahaanku berencana membeli lahan kelapa sawit yang 6 bulan lagi siap panen. Nah, perusahaanku ingin mengajak orang-orang untuk ikut berinvestasi." kata Budi.
"Investasi itu apa?" tanya Joko tak mengerti.
"Investasi itu ikut tanam modal untuk usaha, jadi kalau kamu ikut tanam modal, nanti setiap bulan akan dapat uang bagi hasil yang sementara diambilkan dari kebun kelapa sawit yang sudah siap panen. Lumayan lho hasilnya, 10% dari modal tiap bulan, tanpa perlu repot dan capek. Misalnya kamu ikut investasi 1juta, maka tiap bulan kamu akan dapat 100rb. Bayangkan kalau kamu tanam modal 10juta, tiap bulan kamu dapat uang cuma-cuma 1juta. Terus saat lahan yang baru panen 6 bulan lagi maka uang modal kamu akan dikembalikan utuh. Atau kalau kamu mau melanjutkan investasi lagi juga boleh. Semakin banyak lagi hasil yang akan kamu dapat " Budi menjelaskan dengan antusiasnya.
"Haduh Bud, kamu kan tahu sendiri kondisiku saat ini seperti apa. Jangankan uang 1juta, jujur ini ya, uang 100ribu pun aku tak punya sekarang." jawab Joko.
"Jangan putus asa begitu, Teman. Kalau kamu ada kemauan pasti ada jalan. Nah sekarang aku mau tanya, kamu mau apa tidak sukses seperti aku?" tanya Budi dengan tegas.
"Siapa juga yang menolak sukses, Bud? Ya pasti mau lah. Tapi, aku mana ada uang buat modal Bud." Joko tersenyum getir.
"Kalau kamu mau, aku bisa bantu memberi solusi. Kamu coba cari pinjaman 10 juta, kamu bilang saja nanti dalam waktu 6bulan kamu akan kembalikan 11juta. Kan kamu masih punya sisa bagi hasil 5juta nanti." Budi serius menjelaskan.
"Bud, kemana aku bisa cari pinjaman sebanyak itu, lha wong mau hutang sembako aja sekarang susah." Joko geleng-geleng kepala. Membayangkan sebanyak apa uang 10juta itu.
"Kalau kamu mau, ada temanku yang mungkin bisa bantu pinjamkan uang padamu. Ini alamatnya, coba saja kamu kesana. Aku cuma ingin bantu kamu Ko, mantapkan hati kamu. Karena orang yang ingin sukses harus punya keyakinan kuat lebih dulu kalau dia akan benar-benar sukses. Aku tunggu jawaban kamu sampai Sabtu depan ya. Karena hari Minggu besok aku sudah balik ke Kalimantan, ada pertemuan penting yang harus aku hadiri besok Senin." Budi lantas berpamitan pada Joko dan Atun sembari memberikan kartu nama milik temannya.
Atun sedari tadi hanya bisa diam menyimak. Sungguh, dia tidak paham pembicaraan tadi.
Joko pun menjelaskan ulang kepada Atun setelah kepulangan Budi.
Atun bersorak girang dalam hati. Membayangkan uang 5 juta dia dapatkan dengan cuma-cuma, tanpa kerja apapun.Sore harinya Joko dan Atun mendatangi rumah yang tertera pada kartu nama pemberian Budi. Rumah 2 lantai yang sangat besar dan mewah, pintu gerbang yang besar dan tinggi semakin menambah megah rumah itu. Joko dan Atun bergegas masuk setelah seorang satpam membukakan pintu gerbangnya. Takjub mereka melihat 2 mobil terparkir di garasi rumah itu. Taman dan kolam ikan menghiasi halaman rumah itu.
Masuk ke dalam rumah itu membuat Joko dan Atun semakin mantab kalau mereka harus bisa jadi orang kaya. Tak perlu membayangkan isi dalam rumah itu, yang jelas Joko dan Atun merasa sedang di dalam sebuah istana.Singkat cerita, mereka pun bertemu dengan pak Romli, sang pemilik rumah. Setelah memperkenalkan diri dan bincang-bincang ringan, Joko pun menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk meminjam uang 10juta. Pak Romli pun bertanya lebih jauh tentang alamat, keluarga, dan harta Joko.
Pak Romli bersedia meminjamkan uang pada Joko, namun Joko harus menandatangani sebuah surat perjanjian dulu. Joko dan Atun kegirangan, impian mereka seakan nyata di depan mata. Pak Romli masuk ke sebuah ruangan, sesaat kemudian keluar dengan membawa secarik kertas bermaterai. Pak Romli menjelaskan kepada Joko bahwa jika dalam waktu 6 bulan Joko tidak membayar hutangnya maka tanah dan rumah mereka akan disita pak Romli. Tanpa pikir panjang lagi Joko langsung menandatangani kertas itu.
Hari Sabtu sore Budi datang ke rumah Joko seperti yang sudah dia janjikan. Mereka berbincang ditemani secangkir kopi dan tempe mendoan buatan Atun tadi siang.
"Bud, ini uang 10juta. Tolong bantu aku ya." pinta Joko penuh harap sambil menyerahkan amplop berisi uang.
"Pasti Ko, percayalah, kamu teman baikku, aku pasti membantumu. Uang ini aku bawa dulu ya. Nanti bagi hasilnya aku kirim ke kamu setiap bulan. 6 bulan lagi aku mudik lagi, uang modal kamu aku kembalikan waktu aku mudik lagi. Oiya, kamu sudah punya buku tabungan?" tanya Budi.
"Ada, tapi tabungan itu biasa aku gunakan untuk menerima uang santunan dari desa. Bisa kah pakai itu?" Joko mengambil buku tabungan miliknya.
"Bisa kok, sini aku catat dulu nomer rekeningnya." Budi lalu menulis diatas amplop yang dia terima tadi.
"Oiya, nanti kamu bisa ambil uang kamu tanggal 10 setiap bulannya ya." tambah Budi
"Iya, baiklah. Terima kasih banyak ya Bud. Aku tak tahu bagaimana caranya membalas kebaikanmu. Hati-hati di perjalanan besok ya." Joko menyalami Budi dengan erat.
"Jangan bicara seperti itu, kamu teman baikku, sudah seperti keluargaku sendiri. Aku pamit dulu ya, sampaikan salamku untuk Atun nanti kalau dia sudah pulang dari arisan ya." Budi lalu pamit pada Joko.
3 bulan berlalu, uang yang Budi janjikan selalu masuk tepat waktu. Betapa senangnya Atun dan Joko. Mereka bisa sedikit demi sedikit menutup lubang hutang yang selama ini telah mereka gali.
Namun, kesenangan itu tak bertahan lama. Pada bulan ke-4 uang itu tidak masuk sama sekali. Joko masih coba menunggu sampai akhir bulan pun uang di tabungannya masih sama 50ribuan yang menjadi dana abadi tabungan. Joko dan Atun mulai resah, tak tahu lagi harus bagaimana.
Sampai pada bulan ke-6, waktunya Joko mengembalikan uang 10juta milik pak Romli. Namun hingga lewat waktu hampir 3 minggu Budi tidak ada kabar sama sekali.
Joko mendatangi rumah bapak Budi. Namun, hanya ada kakak Budi yang menemuinya. Joko menjelaskan pokok permasalahannya dengan emosi tinggi, Joko menagih uangnya pada keluarga Budi. Kakak Budi meminta bukti nyata yang menunjukkan kalau Budi telah membawa uang Joko sebanyak 10juta itu. Joko tak mampu memberi bukti apapun. Seketika dia tersadar betapa bodohnya dia telah menyerahkan uang sebanyak itu begitu saja.
Joko pulang dengan lemas, bagaimana dia akan membayar hutang pada pak Romli? Kesuksesan yang dia impikan hilang begitu saja. Hancur lagi untuk kesekian kalinya.
Atun hanya mampu menangis sejadi-jadinya. Ingin rasanya dia mengakhiri hidupnya saja. Kalau sampai rumah yang mereka tinggali ini disita, harus kemana mereka akan tinggal?
Lagi, mereka terjebak dalam jurang keterpurukan yang tak bertepi. Entah sampai kapan..
Bagaimana caranya Joko membayar hutang pada pak Romli?
Cara apa yang harus dia gunakan untuk menyelamatkan rumahnya?
Bagaimana mereka akan melanjutkan hidup mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI YANG DIJUAL (TAMAT)
General FictionMenceritakan tentang Atun, seorang istri yang dijual oleh suaminya sendiri.