part 3

39K 375 7
                                    

Atun meremas-remas ujung sprei yang dia genggam sejak tadi. Sesak yang teramat sangat Atun rasakan. "Sudah gilakah aku?" jerit Atun hanya dalam hatinya. Dia menggigit kuat bibir bawahnya, berusaha sadar dari kegilaannya. Namun apa daya, Atun terlalu cinta pada Joko. Atun juga tidak ingin anak-anaknya menderita dan kesusahan terus-terusan. Atun pun ingin bisa membelikan anak-anaknya mainan dan pakaian yang lebih layak seperti anak-anak tetangganya. Atun pun lelah harus menanggung malu berhutang sana-sini, ditagih sana-sini, bahkan ditagih di depan orang banyak pun pernah dia rasakan. Ya, Atun menguatkan diri. Susah payah Atun menahan bulir air matanya. Memaksakan senyum tersungging di bibir merahnya.

Atun berdiri sejenak, memandangi wajah dan tubuhnya. Wajahnya memang tidak cantik, tapi Atun memiliki wajah manis khas orang Jawa. Wajah yang saat ini dihiasi dengan bedak tabur merk nasional berbentuk karungan kecil, alis yang dia gambar dengan pensil seharga 5ribuan yang dia beli saat menjadi pengantin baru, lipstik warna merah lungsuran dari tetangganya.

Kulitnya memang tidak putih, tapi pasti bersih. Bodinya tak sebohay gitar spanyol, namun dia punya bentuk payudara dan pantat yang menonjol hampir mirip model majalah dewasa. Perutnya tidaklah ramping, maklum dia sudah 2x turun mesin dan tak pernah kepikiran untuk ikut senam-senam pembentuk badan. Tinggi badan Atun sekitar 157cm, dengan berat badan 60kg. Masih bisa dibilang ideal sich.  Rambutnya sebahu, hitam lurus, tergerai dengan indahnya.

Atun tersenyum, menguatkan dirinya sendiri demi keluarga tercintanya. Toh suaminya tak akan mungkin berpaling darinya. Joko sudah berjanji akan selalu menjaganya.
Atun bergegas mandi dan berdandan sesaat setelah Atun menyetujui permintaan suaminya karena pak Tejo telah menunggu hampir setengah jam di luar.
Atun pun merapikan kamar mereka, mengganti sprei kumalnya dengan sprei yang masih terlihat 'bagus' diantara sprei-sprei miliknya.

Setelah Atun merasa sudah cantik dan kamar sudah rapi, Atun keluar kamar menuju ruang tamu sambil membawa 3 cangkir kopi hitam. Disana ada suaminya Joko yang sedang asyik mengobrol dengan pak Tejo dan Supri.

Atun berdebar kencang saat tak sengaja mata Atun bertemu pandang dengan mata pak Tejo.  Atun pun bingung dengan apa yang dirasakannya. Namun Atun segera tersadar, dia berusaha memberikan senyum genitnya untuk pak Tejo.

Joko pun memberi kode pada Atun dan pak Tejo. Sesaat kemudian Atun masuk kembali ke kamar yang langsung diikuti oleh pak Tejo.
Joko asyik menikmati rokok dan kopi hitamnya sembari mengobrol ringan dengan Supri. Anak-anak Atun dibiarkan duduk menonton tv di dekat Joko.
Tugas Joko adalah menjaga anak-anaknya agar tidak mengganggu 'pekerjaan' Atun, dan tidak ada yang boleh masuk ke dalam rumah. Karena kamar 'dinas' Atun hanya berpintukan selembar kain gorden yang pasti akan terbuka saat tertiup angin.

Atun memulai 'tugas'nya. Untuk urusan ranjang, Atun bisa dibilang pandai. Apalagi Atun mempunyai kelainan seksual, Atun sanggup melayani berkali-kali dalam waktu semalam, bahkan sampai suaminya sendiri kewalahan. Di sela-sela Atun bertugas, dia mendengar gelak tawa Joko suaminya, hatinya sungguh teriris. Namun, entah mengapa Atun mulai menyukai 'tugas'nya ini. Ya,, Atun menjadi sangat menikmati. Semakin lama permainan Atun semakin liar. Seakan Atun lupa bahwa yang sedang dia layani adalah orang lain, bukan suaminya, tapi suami orang lain. Atun hanyut dalam fantasi liarnya.

Atun seakan terlupa, bahwa dia pernah menjadi gadis desa yang manis dan pemalu. Atun seakan terlupa, bahwa dia adalah seorang ibu dari anak-anak yang masih polos itu. Atun seakan terlupa bahwa dia adalah istri Joko, bukan istri pak Tejo.

Joko menatap anak-anaknya yang telah tertidur lelap diatas tikar depan tv. Entah sudah berapa jam Joko menunggu mandor dan istrinya keluar kamar. Sejak adzan maghrib hingga sekarang jarum jam dindingnya sudah menunjukkan pukul 11 malam. Entah berapa batang rokok dia habiskan malam itu. Kopi pun sedari tadi sudah habis. Supri sudah lelap dalam tidurnya di kursi bambu milik Joko. Kini hanya tinggal Joko yang sedang menatap nanar langit-langit rumahnya, memandang susunan bambu dan genteng yang menghitam, pikirannya berkecamuk diantara desahan-desahan lirih istrinya dan bunyi decitan tempat tidurnya, Joko hanya mampu tersenyum kecil. Tak ada yang tahu apa yang ada di benak Joko. Tak ada yang tahu apa maksud dari senyumannya.

Bagaimana nasib Atun selanjutnya? Menyesalkan mereka dengan keputusan ini?
Atau kegilaan ini tak hanya sampai disini?
Akankah masih ada konflik ke depannya nanti?

ISTRI YANG DIJUAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang