part 14

9.9K 139 2
                                    

Joko dan Atun menjalani hari-hari berat mereka. Tak jarang pula mereka pun mengeluh, manusiawi sekali, namun mereka harus tetap kuat dan menguatkan. Setiap badai pasti akan berlalu. Hanya masalah waktu saja.

Joko masih tetap menjadi kuli bangunan pagi hingga sore. Malamnya Joko lembur sendirian membuat meja kursi dari bambu. Usaha baru Joko saat ini, memanfaatkan uang pinjaman sisa pembayaran tagihan rumah sakit untuk dijadikan modal. Ternak lele pun mulai membuahkan hasil. Joko merasa sangat lelah, tapi dia tak pernah menyerah.

Atun dengan penuh kesabaran merawat Edi. Tak pernah dia sangka, kemalangan ini menimpa anaknya. Atun hanya berharap kaki Edi bisa pulih seperti sedia kala. Atun tahu bahwa Edi sangat menyukai sepakbola dan bercita-cita menjadi pemain bola. Semoga saja musibah ini tidak membuat cita-citanya kandas.
Disela-sela kesibukan Atun mengurus rumah dan keluarga, dia tak pernah lupa untuk membantu suaminya mengurus lele. Atun senang sekali melihat lele-lelenya sehat semua, lumayan menjadi penghibur penatnya jiwa raga Atun.

Meja kursi bambu buatan Joko mulai diminati. Disaat hari libur, Joko keliling menjual meja kursi bambunya. Tak jarang ada yang datang ke rumah untuk memesan langsung. Joko juga menerima jasa membuat kursi bambu yang modelnya sesuai keinginan pembeli. Rupiah demi rupiah terkumpul untuk membayar cicilan setiap bulannya. Untuk makan sehari-hari, Joko mengandalkan upahnya sebagai kuli.

Waktu berlalu, kelahiran anak pertama  Agus membawa kebahagiaan tersendiri untuk mereka. Atun sangat bahagia, melihat Agus yang saat ini terlihat bahagia bersama anak istrinya. Agus semakin tampan dan terlihat lebih matang. Sejak menikah, Agus diminta membantu menjaga kios toko kelontong milik mertuanya setiap siang sampai sore hari. Sedangkan pagi sampai siang Agus menjadi tukang ojek online. Terkadang jika tidak lelah, Agus melanjutkan menjadi ojek sore sampai malam.

Joko merasa sangat malu dan bersalah melihat Agus yang terlihat sangat bertanggungjawab pada keluarga kecilnya, sangat berbeda dengan Joko dahulu. Sungguh, Joko sangat menyesalinya.

--------------------------------------------------------

Edi menjalani operasi pelepasan pen. Untuk kali ini, Joko tidak perlu merisaukan biaya operasi dan perawatan lagi karena mereka telah mempunyai BPJS. Senangnya Joko, uang yang dia punya bisa terkumpul untuk membayar cicilan pegadaian. Joko juga senang operasi berjalan dengan lancar. Namun, Edi masih harus menjalani beberapa terapi agar bentuk kakinya yang mengecil bisa kembali normal dan bisa berjalan dengan baik lagi.

-----------------------------------------------------------------

Sudah 2 minggu ini Joko sakit. Batuk dan demam. Terpaksa Joko tidak bisa pergi bekerja, apalagi lembur mengerjakan pesanan meja kursi bambu. Sudah membeli obat di warung, kerokan juga sudah, namun batuknya tak kunjung reda, malah semakin parah.

Akhirnya Atun mengajak Joko untuk berobat ke puskesmas. Obat dari puskesmas sudah habis, belum juga ada perubahan membaik. Bahkan saat ini dahaknya tercampur darah.

Kembali Joko periksa ke puskesmas, Joko di rujuk ke RSUD agar dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lama Joko harus mengantri, beginilah kalau periksa ke rumah sakit besar, antriannya banyak dan lama.

Tibalah giliran Joko. Perawat membantu dokter memeriksa tekanan darah dan menanyakan keluhan yang dirasakan Joko. Setelah selesai, dokter pun menemui Joko.

"Bapak Joko, apa yang Bapak rasakan?" Tanya Dokter sambil membaca rekam medis Joko.

"Batuk saya sudah 3 mingguan belum sembuh juga, Dok. Kadang ditambah sesak nafas. Dan kemarin malah dahak saya ada darahnya." Joko menjelaskan.

"Apakah Bapak merokok selama ini?" Dokter menatap Joko, dari melihat wajahnya saja sebetulnya sudah terlihat kalau Joko perokok berat, Dokter itu hanya meyakinkan saja.

"Iya, Dok. Saya sudah lama merokok." Jawab Joko.

"Habis berapa batang rokok setiap harinya, Pak?" tanya Dokter

"Bisa sampai sebungkus sehari, Dok. Tapi sejak sakit ini sudah mulai berkurang."

"Baiklah, saya akan periksa Bapak dulu ya, setelah ini Bapak bisa melakukan foto rontgen untuk melihat kondisi paru-paru Bapak. Besok pagi silakan Bapak kembali lagi kesini ya untuk melihat hasil pemeriksaan." kata Dokter.

"Baik, Dok." jawab Joko singkat.

Keesokan harinya, Joko kembali ke rumah sakit ditemani Atun. Joko masuk ruangan dokter dengan rasa cemas. Demikian juga Atun, perasaannya tak menentu saat harus berurusan dengan rumah sakit lagi.

"Pagi, Dok!" sapa Joko dan Atun.

"Selamat pagi, silakan duduk pak Joko!" Dokter mempersilakan Joko untuk duduk sambil membuka amplop besar hasil rontgen kemarin.

"Bagaimana hasilnya, Dok?" Tanya Atun tidak sabar.

"Ehmmm,,, sepertinya paru-paru pak Joko banyak terdapat flek. Kemungkinan besar karena asap rokok." Dokter serius menjelaskan.

"Lalu bagaimana, Dok? Apakah masih bisa sembuh?" Atun mulai cemas.

"InsyaALLAH masih bisa, hanya saja pengobatannya harus rutin dan butuh waktu lama, minimal 6 bulan. Saran saya, mulai sekarang pak Joko berhenti merokok. Demi kesehatan Bapak sendiri, dan juga keluarga tentunya. Karena yang merasakan dampak buruk rokoknya bukan hanya Bapak saja, namun semua anggota keluarga meskipun tidak ikut menghisap rokok. Bahkan lebih membahayakan orang yang tidak merokok namun ikut menghisap asapnya. Hindari juga berkumpul dengan orang-orang yang sedang merokok. Banyak istirahat dan jangan bekerja berat terlebih dahulu selama proses pengobatan. Makan makanan yang bergizi, dan olahraga kecil-kecil saja." Dokter menerangkan panjang lebar sambil menuliskan resep.

Hampir 4 bulan Joko tidak bisa dan tidak boleh bekerja. Tidak ada pemasukan selain dari hasil panen lele yang diterima 3 bulan sekali. Itupun cuma cukup untuk biaya makan, bahkan kurang. Beberapa kali Agus datang untuk memberi sedikit uang atau sembako untuk orangtuanya.

Hampir saja Atun putus asa, anak lelakinya masih belum sembuh total, dan sekarang malah suaminya sakit-sakitan sampai tidak bisa bekerja. Kondisi Atun pun juga belum sembuh dari penyakitnya. Cicilan pegadaian sudah menunggak 2 bulan. Tidak bisa lagi kerja maupun mencari pinjaman.

Atun menangis. Apa yang harus dia lakukan? Apa yang akan terjadi pada mereka nanti? Atun lelah dengan kehidupan seperti ini.
Kadang ingin rasanya dia pergi jauh, bekerja mencari uang. Namun siapa yang akan merawat suami dan anaknya yang sakit? Siapa yang akan menjaga Sinta, anak bungsunya?

----------------------------------------------------------

Semua barang-barang telah selesai dikemas. Hanya tinggal menunggu truck datang mengangkut.
Atun memandang lagi rumah kecilnya. Rumah yang sudah menemani cerita mereka 20 tahun ini. Yang kini hanya akan menjadi sebuah kenangan saja.

Ya, rumah mereka telah disita. Joko dan Atun tak mampu membayar cicilan pegadaian lagi. Hancur harapan mereka. Sia-sia sudah apa yang sudah mereka perjuangkan selama ini. Bahkan demi rumah ini, Joko harus menggadaikan sawah bapaknya hingga membuat bapaknya sakit dan tiada. Ikhlas tak ikhlas mereka harus menerimanya.

Joko dan keluarganya kini pindah di rumah emak Joko, menumpang untuk tinggal sekaligus menemani emaknya yang hidup seorang diri. Joko dan Atun kini tidak punya apa-apa lagi. Semua habis tak tersisa. Hanya ada duka lara. Terlebih lagi saat Joko tak berapa lama kemudian divonis sakit ginjal, mungkin akibat terlalu banyak minum minuman keras dahulu.

Sesak Atun merasakan kehidupannya, masa lalunya, dan membayangkan seperti apa masa depannya. Satu per satu keluarganya ikut menerima hukuman atas dosa masa lalunya. Atun berharap semoga Sinta kelak tidak ikut merasakan karma dosa orangtuanya.

Atun menyadari, sebesar apapun usaha kita, jika memang bukan rejeki kita maka tidak akan menjadi milik kita. Apalagi harta yang didapat dengan cara kotor, hina, dan haram tidak akan pernah membawa kebahagiaan serta keberkahan.

Atun kini menjadi tulang punggung keluarganya. Menjadi buruh tani dan ikut membuat tas dari agel. Atun berharap akan ada secercah pelangi membawa harapan dan kebahagiaan untuk mereka. Semoga....

ISTRI YANG DIJUAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang