part 23. Maunya Arsyad bukan Ozil

23.9K 2.1K 144
                                    

Zoya melipat kedua tangannya didada, matanya memicing kedepan, Silvi dibelakangnya merapikan rambut Zoya yang acak-acakan, untung Elena membawa sisir tiap hari ke sekolah. Jason menyilangkan kedua tangan bersandar di dinding memperhatikan Zoya sesekali berdecak. Arsyad yang duduk disamping Zoya fokus bermain game.

"Kenapa harus dia?" Tanyanya mengepalkan kedua tangan, "Kenapa harus si Ozilio? Kenapa? Nggak mau! Zoya sicantik ini nggak mau ya Allah, senakal apapun hamba bukankah ini berlebihan ngehukumnya?" Zoya mendongak seakan mengeluh pada sang pencipta, "Jangan hukum hamba kayak gini ya Allah, hamba janji akan jadi anak baik-baik nan sholehah, rajin nabung, dan bersedekah yang jelas bukan si Ozilio, kak Arsyad juga nggak apapa deh." Doanya berharap Allah mengabulkan keinginannya.

"Kenapa gue punya temen gila macam lo, Zoy?" Heran Jason tak habis pikir, "Pagi-pagi udah bikin rusuh, neriakin ketua osis, parahnya malah berpenampilan aneh lagi." Sambung Jason memperhatikan kaos kaki Zoya, apa Zoya buta warna?

"Eh ini itu trend tau!" Bela Silvi memaklumi kaos kaki Zoya, lebih tepatnya pura-pura maklum agar Zoya tidak menangis, bisa-bisa kelas mereka jadi gempar lagi.

"Trend mata lo soek!"

BRAAAAKKKKKK

Zoya berdiri menggebrak meja didepannya, Jason langsung berlari keluar kelas, Silvi dan Elena mundur, Arsyad reflek menjatuhkan ponselnya mendengar gebrakan meja didekatnya, Pradipta yang duduk disebelah meja Zoya menyemburkan minumannya, dan ada beberapa teman sekelasnya mengurungkan niat untuk masuk kelas.

"Kemarin-kemarin pintunya lo rusakain sekarang lo juga mau rusakin meja Adrian?" Sinis Pradipta menghapus cairan merah dibaju putihnya,

"Zoy meja gue nggak nyakitin lo ya!" Peringat Adrian berdiri tak jauh darinya, Zoya melirik Adrian tanpa ekspresi. Zoya mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu mengulurkannya pada Adrian.

"Perminta maaf gue, abis gue kesal sih makanya gue gebrak meja." Adrian mendekat mengambil permen yang Zoya ulurkan lalu membaca kalimat yang ada dibungkusannya.

'Mati lo!'

"Lo bener mau minta maaf atau ngancem gue?!" Cerocos Adrian memperlihatkan bungkus permennya, Zoya terkekeh membacanya.

"Jangan liat bungkusnya kak tapi liat niatnya,"

"Emang niat lo apa?"

"Bersihin sampah masyarakat kayak Jason!" Desis Zoya kembali duduk menatap Arsyad yang memegangi ponselnya. Zoya memperhatikan ponsel itu, lalu menoleh kebelakang dimana Silvi dan Elena memberitahunya jika itu ulah Zoya.

"Kakak!" Jerit Zoya blingsatan sendiri dikursi yang ia duduki, Arsyad terkekeh memasukkan ponselnya kedalam saku celananya lalu menatap Zoya yang menurunkan kedua sudut bibirnya kebawah. Arsyad tersenyum lebar, "Itu salah Zoy ya?" Lirih Zoya, ia tau kalau Arsyad sangat menyayangi ponselnya. Saking sayangnya Arsyad tak membiarkan siapapun memegang ponselnya termasuk Zoya sekalipun.

"Bukan salah Zoy, gue sendiri yang megang nggak erat." Wajah muram Zoya berubah riang, gadis itu berbalik pada Silvi dan Elena seakan mengatakan jika itu bukan salahnya.

"Zoy kan udah bilang kalau Zoy nggak pernah salah tau!" Katanya percaya diri, "Uhhh kak Ori belum dateng, pak Jay ngapain sih nyariin dia mulu? Emang nggak ada siswa lain selain kak Ori?" Omel Zoya menendang-nendang kaki meja Adrian.

"Tendang terus tendang Zoy! Rusak ganti lagi! Bukannya kenyang ilmu malah kenyang omelan guru gara-gara lo" protes Pradipta sebagai ketua sudah kualahan dengan tingkah Zoya. Kalau Zoya sendiri bisa ia atasi tapi kalau teman sekelasnya yang lain juga ikutan bagaimana?

"Iya iya!" Zoya beranjak mengajak Arsyad keluar mencari Jason, kebetulan jam pertama tidak ada guru yang masuk maka kelas mereka kosong. Sebagian dari mereka memanfaatkan waktu bermain atau sekedar ke kantin karena pak Jay sebagai guru BK sibuk bersama Orion.

ZOYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang