2

2.8K 410 23
                                    

Gemerlap cahaya menghiasi pekatnya malam yang terbentang luas. Di rumah sederhana berlantai dua, terlihat gadis bersurai pink sedang serius mengerjakan tugas dari sekolah. Dalih dari salah satu gurunya memang manjur. “PR sangat berguna untuk mengasah kembali otak kalian di rumah. Aku tau sebagian besar kalian tidak akan belajar jika tidak diberikan PR, dan buku-buku ini akan berakhir menjadi landasan berpulau”. Begitulah kiranya perkataan dari Kakashi-sensei yang sungguh diluar dugaan. Sakura tidak keberatan jika harus mengerjakan tugas sekolah, toh setiap hari dia terus belajar –kecuali akhir pekan-  demi mempertahankan beasiswanya. Bukankah belajar itu memang kewajiban dari seorang pelajar?

“Selesai.” Gadis itu menutup buku tulis serta buku paketnya yang berjudul “History of Konoha Independence”. Sakura segera beralih menyusun buku yang akan dibawanya besok, alisnya menajam mengetahui novelnya tidak ada di dalam tas. Dia segera membongkar isi tasnya berharap menemukan novel yang baru dibeli sepekan yang lalu. Nihil, novelnya tidak ada didalam tas. Gadis itu menyandarkan punggungnya ke kursi belajar seraya mengingat hal-hal yang terjadi ketika pulang sekolah.

“Oke tenang Sakura, kita berfikir terlebih dahulu.” Ucapnya pada diri sendiri. Gadis itu mengambil bolpoin dan selembar kertas kemudian menuliskan rangkaian hal yang ada di benaknya.

“Pertama Ino.” Sakura menulis nama Ino kemudian melingkarinya, memberi tanda panah untuk meneruskan kejadian selanjutnya. “Kemmudian jeritan di halaman sekolah.” kembali sakura menggoreskan bolpoinnya. “Aku pulang.” bolpoin itu terus menggores, melingkari sebuah kejadian dan memberikan tanda panah. “Naruto.” jantungnya mulai berdebar. “halte bus.” bolpoinnya berhenti bergerak seakan menunggu apa yang akan ditulis oleh pemiliknya. Rona merah menjalar di kedua pipi sang gadis sebelum bibir tipisnya menyebutkan sebuah kata, ah lebih tepatnya sebuah nama seorang pemuda “Uchiha-san.”

“Benar, aku meletakkannya di bangku halte lalu berbicara dengan Uchiha-san.” Terdengar nada gembira di ujung kalimat Sakura. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya ke kursi belajar.

“Hah sudah pasti ketinggalan di sana,” Ucap lesu Sakura. “jangan bilang hilang! Aku bahkan baru membelinya pekan kemarin.” Tambah Sakura sembari meletakkan kepalanya di atas meja belajar.

“Tunggu! Mungkinkah?” Sakura tiba-tiba berdiri membuat kursi belajarnya berderit keras. Dengan langkah besar ia menuju kasur empuknya, mendudukkan diri dan menyambar ponsel di atas nakas. Mencari kontak seseorang dengan nama Naruto dan segera mendialnya.

Tutt... Tutt... Tutt
Tutt... Tutt... Tutt
Tutt... Tutt... Tutt
Nomer yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan ini, anda terhubung dengan Voice mail–.

“Apa dia sedang belajar?” Ucap Sakura pelan. Gadis itu memandang layar ponselnya yang tertera nama Naruto. Berpikir sesaat kemudian mendial nomer yang sama.

Tutt... Tutt... Tutt

“Moshi-moshi Sakura-chan, ada apa?”

“Naruto boleh aku minta tolong?” Jawab Sakura to the point, terbesit rasa menyesal karena tidak berbasa-basi terlebih dahulu dengan Naruto.

“Tentu, katakan ada apa?”

“Umm begini, tadi sore aku dan Uchiha-san menunggu di halte bus bersa– maksudku kebetulan Uchiha-san sedang menunggu jemputan.” Sakura menarik napas panjang, menormalkan detak jantungnya. Sial, hanya dengan menyebut nama pemuda itu sudah membuat dirinya gugup.

Windows[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang