8

1.8K 315 37
                                    

Keseharian Sakura tidak ada yang berubah, semua masih berada pada garis normal kehidupannya. Berangkat sekolah, belajar, berdebat dengan Ino, membaca novelnya dan pulang. Ino akhirnya menceritakan sedikit kebahagiaan yang diraihnya bersama pemuda bermarga Shimura, akibat dengan desakan limit tak terhingga dari Sakura.

Hubungan dengan pemuda pujaannya tidak ada yang berubah, meskipun ada sedikit desir yang menggelitik relung hatinya. Ketika sang pemuda menyapa dengan senyum tipisnya, atau menganggukkan kepala sebagai salam perpisahan saat pulang. Ia berpikir itu sudah cukup baginya, Tuhan sudah sangat baik kepadanya jadi untuk apa dia meminta lebih.

Ino selalu berkata bahwa Sasuke juga memiliki sesuatu terhadap dirinya, dengan mengatakan Sasuke tidak pernah tersenyum atau sekedar menganggukkan kepala ke gadis lain di sekolah. Seriak rasa senang menghampiri hati Sakura, tapi ia selalu meyakinkan dirinya bahwa perjalanan hidupnya masih panjang. Apapun bisa terjadi kedepannya, termasuk takdir kematian dari Tuhan.

Akhir pekan sabtu ini Sakura memutuskan mengunjungi rumah nenek Chiyo. Ibunya bilang neneknya merindukannya. Ia tahu itu hanya kedok nenek Chiyo untuk memintanya mengusir tonggeret di kebun belakang, meskipun rasa rindu memang menjadi tujuan utamanya. Dulu waktu sekolah dasar ia dan kakaknya dengan senang hati berlari mengusir tonggeret, sementara neneknya akan membuat takoyaki kesukaan mereka. Ah, Sakura rindu masa kecil, ketika hal-hal menjengkelkan hanya sebatas diminta tidur siang oleh ibunya.

"Datang lagi dan seret Sasori ke sini." Kata Chiyo sembari mengantar Sakura ke depan pagar.

Sakura tersenyum dan mengangguk singkat. "Aku janji akan menginap nanti." Dia benar-benar menyesal tidak bisa menginap barang sehari. Tugas sekolahnya tidak bisa diabaikan, apalagi sabtu depan pelaksanaan taiikusai. "kenapa nenek tidak ikut bersama ayah dan ibu?" lirih Sakura.

"Bagaimana mungkin aku meninggalkannya." Ucap pelan Chiyo. "bukankah disini kalian dibesarkan?"

Sakura memandang sendu neneknya, ia tahu apa yang dirasakan neneknya meskipun tidak secara keseluruhan. "Aku janji, akan menyeret Sasori-nii saat dia pulang nanti."

Chiyo memeluk Sakura sekilas, memberi petuah yang sering diulang khas nenek-nenek. Seperti, langsung pulang. Jangan belok kanan kiri. Makan yang banyak badanmu seperti ikan teri. Atau jangan sok akrab dengan orang yang tidak dikenal. Sakura hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Melambaikan tangan kemudian berjalan menuju halte terdekat. Gadis itu berdiri bersama beberapa orang yang sedang menunggu, ia segera bersiap setelah menyadari jarak bus semakin mendekat.

Sakura menempelkan Suica Card nya, mengambil karcis yang keluar kemudian mencari kursi kosong di depan. Gadis itu segera mendudukkan diri di samping seorang yang menurutnya sangat elegan. Ingin hati menyapa atau sekedar tersenyum, tapi ia urungkan setelah melihat ekspresi lawannya yang kurang mengenakkan. Emeraldnya melirik sebentar melihat tas branded berlogo Chanel berkilau yang menggantung indah di lengan kanan seseorang di sampingnya.

***


Akhir pekan kedai paman Teuchi penuh sesak oleh segerombol manusia yang ingin memenuhi lambungnya. Naruto menepuk-nepuk pelan perutnya setelah menikmati seporsi ramen extra jumbo. Sementara Sasuke hanya mendengus melihat tingkah sahabatnya sembari menikmati jus tomat kesukaannya. Kegiatannya masih dengan jus tomatnya sebelum jendela onyxnya menatap horor ke arah Naruto.

Gaara hanya menggelengkan kepala. "Kau jorok."

"Aku tidak mengenalmu benar?" Tanya Sai sembari mencomot enoki crispy di sampingnya.

"Merepotkan."

"Memalukan." Neji menepis ringan tangan Sai yang berniat mengambil enoki crispy miliknya.

Windows[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang