1

5.4K 445 16
                                    

Langit dengan malu-malu mulai menampakkan rona merah, pertanda sang surya sebentar lagi akan menyembunyikan diri di ufuk barat. Beberapa siswa di kelas XII IPA 2 diam-diam memasukkan peralatan belajar seakan mengerti bahwa sebentar lagi mereka akan terbebas dari hal melelahkan bernama bimbingan belajar.

Berada di kelas tahun ketiga memang melelahkan. Tambahan belajar di sekolah, tugas sekolah yang menumpuk dengan dalih memperdalam materi, belum lagi bila orang tua mereka mengadakan les private malam hari dengan kedok “sukses ujian akhir” atau “diterima di Universitas ternama" sangat melelahkan.

Pukul 16.00 waktu Konoha terdengar bunyi bel yang sangat dirindukan siswa-siswi Konoha Senior High School. Seakan bel tersebut adalah melodi terindah yang pernah mereka dengar, sehingga mampu menampakkan raut sumringah di sebagian besar wajah mereka. Siswa-siswi segera berhambur keluar menuju ke rumah masing-masing dengan harapan bisa beristirahat sejenak sebelum mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk. Tak jarang ada beberapa anak yang masih betah di lingkungan sekolah dengan kedok refreshing otak sebelum pulang.

“Sakura, kau tinggal lagi?” Kata gadis cantik bersurai pirang panjang. Gadis yang diketahui bernama Sakura kemudian menoleh dan menganggukkan kepala, disertai senyum kecil menghiasi wajah ayunya.

“Ino-”  perkataan itu terputus dengan jawaban cepat sahabatnya sejak Junior High School.

“Aku tau, kau tidak bisa pulang dengan keadaan otak terpanggang di suhu 100˚C.” Mendengar jawaban Ino, Sakura hanya mendengus seraya berkata dalam hati “berlebihan”.

“Aku hanya akan membaca ini.” jawab Sakura sambil menunjukkan sebuah novel bersampul peach didepan wajah Ino. “dan segera pulang jika sudah pukul 17.00.”

“Iya, jika tidak kau akan jalan kaki sampai rumah.” Kata Ino. Sakura meringis mendengar perkataan Ino, otaknya berputar mengulang kejadian dimana dia keasyikan membaca sehingga ketinggalan bus terakhir dari arah sekolahnya dan berakhir jalan kaki dengan bayangan orang seperti mengikutinya. Meskipun jarak antara sekolah ke rumahnya tidak terlalu jauh. Tapi, jika berjalan sendiri seperti menempuh jarak beratus-ratus kilo meter sekaligus menyeramkan.

“Atau kau mau bermalam di sini bersama para penunggu sekolah?” timpal Ino. “kurasa itu ide yang bagus dari pada jalan kaki.” Sambung Ino dengan senyum geli.

Sakura melotot mendengar perkataan nyleneh dari sahabat pirangnya. “Itu tidak akan terjadi, lagipula disini masih ramai.” Jawab Sakura sambil mengedarkan emeraldnya ke penjuru sekolah.

“Baiklah. Aku duluan” jawab Ino. “Sampai jumpa besok.” Teriak ino sambil setengah berlari meninggalkan kelas, tak lupa lambaian tangan menyertai langkahnya.

“Hati-hati Ino”. Teriak Sakura.

Gadis itu menoleh ke kanan berhadapan dengan jendela yang mengarah ke halaman sekolah. Emerald itu bergerak lambat memindai keadaan sekitar. Terlihat beberapa siswa-siswi yang masih setia di koridor lantai 3, entah itu menunggu jemputan, kencan singkat dengan kekasih, atau sekedar mengamati sekelompok siswa yang bermain basket setiap sore. Emerald itu berpindah memindai kondisi halaman sekolah yang terlihat ramai disertai teriakan-teriakan manja para siswi melihat idola mereka bermain basket.

Angin berhembus melalui celah jendela yang terbuka, mengibarkan surai pink sebahunya. Gadis  itu segera mengembalikan posisi arah kepalnya dan memejamkan mata. Menutup rapat  kedua jendela emeraldnya, seakan menyembunyikan sesuatu yang hanya diketahui oleh Tuhan dan dirinya. Helaan napas pelan diikuti terbukanya jendela emerald menandakan dia akan memulai rutinitas membacanya sebelum pulang.

Emerald itu bergerak lincah mengikuti setiap huruf yang berjajar rapi. Terkadang bibir tipisnya akan mengerucut sebal jika jalan cerita tidak sesuai dengan pemikirannya. Terkadang kedua alisnya akan menukik jika belum mengerti arah ceritanya. Jeritan-jeritan di halaman sekolah menjadi backsound tersendiri untuknya.

Windows[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang