Sakura berdiam di kamar menunggu sang sahabat yang katanya akan datang pukul 19.00. Rencana akan makan malam bersama, apa daya perutnya sudah tidak bisa di ajak berkompromi lagi. Gadis itu memutuskan turun ke bawah dan matanya melotot sempurna mendapati sang sahabat yang sudah duduk manis di meja makan.
"Hai Sakura." Ucap Ino dengan cengiran yang menyebalkan.
Sakura cemberut, bagaimana bisa Pig itu sudah duduk manis di sana, sementara ia karatan menunggu di kamar. "Aku sudah mengirim pesan dari tadi, asal kau tau." Bela Ino.
Ah ini salahnya tidak mengecek hp. Ia mengira notifikasi hpnya berasal dari grup kelas, jadi ia lebih memilih mengabaikan. Sakura mengangguk mendengar penjelasan dari sahabat pirangnya.
"Ibu berencana akan memanggilmu untuk makan. Tapi kau sudah turun, baguslah ayo makan." Ucap Mebuki sembari menyiapkan makanan untuk sang suami.
"Itadakimasu." Ucap mereka serempak.
"Sakura, Ibumu bilang kau diantar pulang seseorang. Siapa dia?" Kizashi memperhatikan gerakan putrinya yang terhenti saat mengambil irisan sashimi. Sementara Ino dengan sigap memasang kedua telinganya. "Kekasihmu?" tanya Kizashi.
"Bu-kan ayah, hanya teman. Iya teman." Jawab Sakura gugup. Gadis itu menoleh kearah ibunya meminta pertolongan, sementara Mebuki hanya menahan tawa.
"Hahaha, tak perlu gugup seperti itu sayang." Kizashi memasukkan irisan sashimi segar buatan istrinya yang selalu enak. "Itu wajar, asal mengerti batasan. Lagipula kau sudah besar, bukan lagi anak kecil yang merengek minta dibelikan ice cream." Kizashi meletakkan irisan sashimi di mangkok nasi putrinya. "Ayo makan."
Sakura mulai mengisi persediaan lambungnya. Senggolan di lengan kirinya membuat gadis itu menoleh dan menatap sebal kearah Ino. Sakura tahu, separuh jiwa Ino adalah gosip dan ini adalah permulaan.
"Sasuke?" bisik Ino pelan. "Jadi yang di grup kelas benar." Mata aquamarine itu berbinar seakan mendapat batu berlian 42 karat.
Sakura hanya mendengus sebal. Dia tidak mau memperdulikan ocehan Ino. Gadis itu melanjutkan makannya, mengabaikan 3 pasang mata yang menatapnya jahil. Ibunya terus menggoda, mengatakan bahwa hal itu wajar di masa remaja. Mebuki bahkan menceritakan bagaimana kisah ayahnya saat berusaha mendekatinya. Sesekali ayahnya tertawa menanggapi ocehan ibunya sekaligus menyelami ingatan beberapa tahun silam. Sementara Sakura berulang kali harus menginjak kaki Ino, mengingat mulut embernya yang hampir keceplosan. Ah seandainya Sasori sang kakak di sini, pasti tambah seru.
***
Di sebuah kamar sederhana terlihat dua gadis yang berusaha menyelesaikan tugas sekolahnya. Si gadis pirang sudah telungkap menyerah dengan hantu menyeramkan matematika. Sementara si gadis merah muda masih berusaha mengotak-atik kertas dan kalkulator. Tidak ada yang susah dalam pelajaran matematika jika kita benar-benar memahami alur rumusnya. Tapi, jika tidak memahami alurnya, selamat kalian menjadi saudara seperguruan dengan gadis cantik pirang ini."Persetan dengan sin cos tan setan ketan asin. Ini sangat tidak enak, dan aku benar-benar migrain." Kata Ino.
"Berhenti menggerutu Pig." Sakura menggelengkan kepala mendengar julukan baru yang tersemat pada Trigonometri. "Kau pilih mana?" tanya Sakura. "Panadol, Bodrex, Paramex, atau Oskadon? Sasori-nii menyimpannya kalau kau mau." Sambung Sakura.
"Sialan." Ino memutar bola matanya bosan.
Ino kembali menorehkan pensilnya di buku miliknya. Ia beruntung memiliki sahabat seperti Sakura yang sabar mengajarinya. Meskipun tidak sekali dua kali pensil milik Sakura melayang di kepalanya. Terkadang Ino akan diam-diam mencuri jawaban Sakura, membuat Sakura berteriak jengkel. Jika Sasori di rumah. Sudah dipastikan pemuda itu akan datang dengan membawa sekotak obat sakit kepala untuk mereka. Alasannya mereka terlalu berisik dan membuatnya sakit kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Windows[✓]
Short StoryDari kedua jendela ini aku melihatmu. aku tahu kau melakukan hal yang sama denganku. Jauh sebelum itu kedua jendelaku sudah menyambutmu.