5

2K 327 39
                                    

Pohon momiji menjadi saksi interaksi canggung yang terjadi antara dua anak manusia. Pembicaraan ringan tak tentu arah mewarnai interaksi mereka. Sang gadis menunduk malu sembari menahan degupan jantung yang menggila. Sementara jendela sang pemuda tidak pernah bosan untuk mencuri pandang ke arah gadis itu.

Kedok terselebung sang pemuda sepertinya berjalan sesuai rencana. Ia berdiri, berjalan pelan sembari menunggu si gadis beranjak dari bangku taman. Sepertinya ajakan dari sang pemuda berhasil membuat gadis itu terpaku.

Gadis itu seakan baru kembali dari rasa terkejutnya. Ia mencubit pipi kirinya keras, alhasil erangan pelan meluncur dari bibir tipisnya. Sakura melihat Sasuke yang berhenti sekitar 7 langkah di depannya. "Dia menungguku?" Ungkapnya dalam hati.

Jendela onyx itu melirik barang sebentar. Mendapati Sakura yang masih setia duduk dengan air muka bingung tercetak jelas di wajah ayunya. "Ku dengar akhir-akhir ini penunggu sumur tua sedang mencari teman. Kau berminat?"

Sasuke berkata pelan. Namun, cukup jelas untuk sampai di indra pendengaran Sakura. Dalam hati, ia dengan tulus minta maaf pada sang penunggu sumur jika benar-benar ada. Dia hanya membual sungguh.

Sasuke tersenyum tipis mendapati Sakura yang mulai beranjak dari bangkunya. Pemuda itu kembali berjalan pelan sembari menunggu sang gadis menyamakan langkahnya. Belokan menuju lapangan sekolah mulai terlihat, dan sampai detik ini gadis itu masih setia mengekor di belakangnya. Ingin rasanya ia menarik Sakura ke sampingnya, kemudian menggenggam tangan mungil itu di sepanjang jalan.

Sasuke berbalik dan mendapati gadisnya kurang lebih 5 langkah di depannya,  tengah berjalan sembari terus menunduk. Gadis itu terlihat melamun dan tidak menyadari pergerakan Sasuke. Jika dibiarkan maka sesuatu akan terjadi diantara mereka.

"Tidak. Dia tidak boleh mendengarnya." Batin Sasuke.

Pemuda itu hanya tersenyum tipis melihat Sakura yang semakin mendekat. Sebelum semuanya terlambat Sasuke mengulurkan tangan kanannya. Pemuda itu menahan pergerakan Sakura dengan dua jarinya. Jari telunjuk dan tengahnya sukses mendarat di jidat lebar Sakura.

"Aku bukan Queen guard mu nona." Lirihnya.

Jarak sedekat ini membuat jantungnya kian menggila. Jendela onyxnya bergerak liar merekam kesempurnaan ciptaan Tuhan.

Emerald itu membola. Kecepatan detak jantungnya semakin cepat. Wajahnya sudah merah sempurna. Jaraknya dengan sang pemuda begitu dekat membuat tubuhnya kaku seketika. Lidah dan bibirnya seolah kelu untuk mengatakan sebuah kalimat. Hanya untaian kata tidak bermakna yang berhasil keluar dari bibir tipisnya. "A-aku, mak-maksudku-"

Sasuke tersenyum tipis, onyxnya berusaha mengikat emerald sang gadis sedikit lebih lama. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak membawa Sakura dalam pelukannya. Tatapan itu melembut. "Berjalanlah di sisiku." Usulnya.

Sakura terpaku. Gadis itu hanya mengangguk kaku menanggapi tawaran Sasuke. Sungguh situasi seperti ini tidak pernah terbesit di otaknya. Sang gadis segera berjalan bersisian dengan Sasuke. Rona merah senantiasa menghiasi kedua pipinya. Ia sangat malu, mengingat kondisi lapangan masih terbilang ramai. Beberapa pasang mata segera tertuju ke arah mereka, mengorek setiap gerak-gerik yang mungkin terjadi diantara mereka.

****


Empat sekawan itu sedang mengistirahatkan diri dari kegiatan rutinnya. Bergosip dengan kedok obrolan ringan menjadi pemanis sebelum mereka benar-benar pulang ke rumah.

"Lihat Tsunade-sensei." Celetuk Sai sembari menunjuk dengan dagunya.

Kerutan samar tercetak di dahi Naruto. Pemuda bersurai kuning itu mengamati sensei nya yang baru keluar dari ruang kepala sekolah. Sementara Shikamaru memilih membaringkan diri, sembari mendengarkan omong kosong yang akan keluar dari mulut sahabatnya.

Windows[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang