15

3.4K 346 81
                                    

Ujian akhir sudah sampai di pelupuk mata. Tidak lebih dari 48 jam siswa tahun ketiga akan menghadapinya. Berbagai ujian praktik sudah mereka lalui dengan suka cita, seperti opera sabun khas ibu-ibu di pasar atau sekedar berlari keliling kompleks sekolah. Melelahkan namun membekas.

Do'a bersama juga mereka panjatkan kepada Tuhan. Menangis bersama, berpelukan atau sekedar menahan bawang agar tidak merasuki indra pengelihatan masing-masing. Tambahan belajar, jangan ditanya. Sudah pasti menjadi makanan utama bagi siswa tahun ketiga, meskipun tidak semua memprioritaskan nya.

Hari tenang yang seharusnya digunakan untuk mendinginkan pikiran di rumah, nyatanya tidak berlaku bagi mereka. Sekelompok pemuda itu memilih mendinginkan pikiran dengan semangkuk ramen ide dari si kuning ngambang. Berkedok membuat kenangan, atau hanya sekedar mengisi lambung Naruto. Pada dasarnya, tujuan mereka hanya satu. Berkumpul sebelum melangkah bersama impian masing-masing. Atau sekedar bicara omong kosong yang perlahan menjadi kenangan usang.

"Eh, ingat hukuman dari Gai-sensei?" Celetuk Naruto, membuat salah seorang pemuda berwajah masam.

"Lutut ku bahkan sampai kehilangan jati dirinya." Timpal Sai sembari mengambil potongan okonomiyaki.

"Pisang rebus." Ucap Sasuke acuh.

Bibirnya menyeringai menang. "Senggol dikit." Tambah Neji sembari menatap remeh Sai. Pemuda itu hendak menyambung kalimatnya sebelum suara seseorang yang lebih cepat darinya.

"Lemes." Sambung Gaara dengan salah satu sudut bibir yang terangkat.

Si kuning tertawa keras. "Sekali putaran, letoy bung." Membuat beberapa pasang mata pengunjung menatapnya heran.

Manik kelamnya melirik bosan Sai. "Merepotkan."

"Kau yang merepotkan, tukang tidur." Sembur Sai. "Perlu digaris bawahi. Aku kuat sialan." Kata Sai tidak terima. "Lagipula siapa yang membuat kita dihukum?" Manik kelam itu menatap sinis pemuda di seberangnya.

"Aku bahkan tidak mengenal mu waktu itu." Jawab Gaara membela diri.

"Dobe." Kata Sasuke pelan. "Biang keroknya." Sindiran jelas dari Sasuke membuat Naruto mendelik tak terima.

"Benar. Seandainya Naruto tidak-" Kalimatnya kembali terpotong oleh orang yang sama.

"Jangan." Ucap pelan Gaara. "Aku tidak akan bisa bersama kalian saat ini." Jade nya memindai sahabatnya bergantian. "Jika itu tidak terjadi." Ucap Gaara lirih.

Onyxnya menyembunyikan diri. Atmosfer ini. Sasuke merasakan, sarat akan rasa kehilangan dan perpisahan.

"Sejauh inikah ikatan persahabatan kami? Sakura."

Pemuda itu membuka jendela matanya, menelisik sahabatnya yang terdiam. Shikamaru yang biasanya merepotkan, kini duduk tegak berusaha menyembunyikan raut gelisahnya. Naruto dan Sai seperguruan berisik kini hanya termenung. Neji menggenggam gelas ocha yang mendingin tanpa suara.

Sasuke berdeham pelan, berusaha mengembalikan atensi sahabat-sahabatnya.

"Jangan berubah oke? Jika aku melangkah terlalu jauh, kalian harus menyeretku apapun yang terjadi." Manik kelamnya melirik Naruto. "Terutama kau." Wajahnya cemberut, setelah tangan kiri Naruto mendarat sayang dipundak kirinya. "Singkirkan tangan mu sialan." Desis Sasuke.

"Tentu saja." Sapphirenya bergulir menatap sahabat-sahabatnya. "Aku dengan senang hati akan menyeret kalian satu per satu." Tangan kirinya yang berada dipundak Sasuke terulur menoyor seseorang di sana. "Terutama si kilang minyak ini."

"Sialan Naruto." Desisan Sai mengiringi tawa dari sahabat-sahabatnya yang membuat hatinya menghangat. "Dengar-dengar gadis Haruno itu mengambil kedokteran." Bibirnya menyeringai, mendapati lirikan tajam dari Sasuke untuknya.

Windows[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang