Hari Minggu memang spesial, karena Etimologi mendapatkan tambahan pekerja baru yang menolak digaji, yang tak lain dan tak bukan adalah Sasha. Memang, Sasha tidak selalu bisa membantu di sana, terutama kalau dia punya tugas yang harus diselesaikan, atau kewajiban lain yang harus dituntaskan. Tapi, di setiap kesempatan yang ada, Sasha akan datang ke Etimologi untuk membantu.
Awalnya, Sasha memang datang untuk membantu Dirga. Dulu, saat Etimologi belum seramai sekarang, Dirga tentu belum mampu menggaji banyak pegawai. Di akhir pekan, pelanggan akan membeludak, dan Dirga membutuhkan semua bantuan yang bisa diterimanya. Semakin lama, Sasha sudah semakin terbiasa dengan rutinitas barunya ini, sehingga dia tetap membantu meski tidak diperlukan.
"Tugas-tugas lo emangnya udah kelar semua, Sha?" tanya Jericho, yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya.
Sasha melonjak mendengarnya. "Astaga, Jer, jangan ngagetin, dong."
Jericho meringis. "Sori. Nggak sengaja."
Sedikit banyak, Jericho juga jadi salah satu alasan Sasha masih rajin menyambangi Etimologi di akhir pekan. Pegawai Etimologi yang paling dekat dengan Sasha, selain Dirga tentunya, adalah Jericho. Cowok itu sangat asyik untuk diajak bicara karena pengetahuannya amatlah luas. Sasha suka membahas apa saja dengan Jericho, mulai dari fun facts tidak penting sampai materi kuliah, meski jurusan mereka hampir tidak ada kaitannya. Sasha tidak bisa menemui Jericho selain di Etimologi karena mereka berdua sibuk, karenanya Sasha selalu semangat datang ke Etimologi untuk menemui Jericho.
"Tugas gue buat besok udah kelar, sih," Sasha kemudian menjawab pertanyaan Jericho. "Kenapa, emang?"
"Nggak apa-apa. Gue heran aja kenapa lo masih sempet-sempetnya bantu-bantu di sini. Lo kan, sibuk."
"Emangnya lo sendiri nggak sibuk? Sampai harus ngurangin shift kerja biar kuliahnya nggak kelabakan." Sasha tertawa. "Sibuk ngatain sibuk, tau nggak?"
"Iya deh, iya." Jericho mengangkat kedua tangannya. "Tapi gue kan, butuh kerjaan ini. Elo nggak butuh."
"Kapan lagi gue bisa ketemu elo kalau nggak di sini?"
Wajah Jericho memerah sejadi-jadinya. Sasha sendiri cukup yakin wajahnya pun juga memerah, tapi dia berhasil menutupinya dengan mentertawakan ekspresi Jericho. Untungnya, Dirga datang untuk menyelamatkan mereka dari situasi canggung itu.
"Astaga, udahlah, jadian aja biar bisa sering ketemu," celetuk Dirga, tetap tidak melewatkan kesempatan untuk menggoda mereka. "Eh, Sash, gue butuh ngobrol bentar. Jer, anterin pesenan ini ke meja sepuluh."
Jericho buru-buru mengantarkan pesanan itu. Sasha berbalik, menatap Dirga. Tidak seperti biasanya, wajah Dirga tidak terlihat menyenangkan. Ada yang mengganggu pikiran Dirga.
"Kenapa, Bang?" tanya Sasha. "Ada masalah?"
Dirga menghela napas, lalu mengedikkan bahunya. "Entahlah, sebenernya gue merasa gue terlalu paranoid. Tapi...," Dirga terdiam sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, "lo percaya sama Revan?"
Sasha terkejut mendengar pertanyaan itu. Pertanyaannya sendiri tidak mengejutkan—wajar menanyakan hal seperti itu mengenai orang asing yang baru-baru ini ada di dekat mereka. Namun Sasha tidak menduga Dirga akan menanyakannya. Dirga bisa menilai siapa yang bisa dia percaya dan siapa yang tidak. Dia tahu apakah seseorang patut diberi kepercayaan dan seberapa banyak rasa percaya yang bisa diberikannya. Jadi, aneh bagi seorang Dirga untuk menanyakan itu pada orang lain.
Sebelum menjawabnya, Sasha menoleh pada Revan. Cowok itu sedang memetik gitar dengan asal—sepertinya lagu yang tadi dia nyanyikan sudah selesai, dan sekarang sedang mencari lagu apa yang harus dia mainkan berikutnya. Ada sesuatu dalam diri Revan yang membuat Sasha mempercayainya. Sasha tidak akan pernah meragukan Revan selama cowok itu masih memilikinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Theory of the Universe
RomantikSasha punya teori tentang semesta: ia bekerja sedemikian rupa untuk kebaikan seluruh umat manusia. Revan punya teori lain: semesta bekerja sedemikian rupa untuk mencelakakan semua orang. Namun, semesta punya teori berbeda mengenai cara dunia bekerja...