Evidence 13: The Past Is Calling

261 59 12
                                    

Ketika Magda bilang ada yang menunggunya di parkiran belakang, perasaan Dirga seketika memburuk. Tidak pernah ada yang menunggunya di belakang kafe kecuali Nindi dan preman-preman sialan itu. Apa lagi yang mereka butuhkan? Kenapa mereka datang lagi?

Kali ini, Nindi tidak sendiri. Bersamanya empat orang berbadan kekar yang tampak begitu garang. Badan Dirga menegang, dan dia mencengkeram pintu lebih erat. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Tidak akan ada apa pun yang terjadi. Etimologi akan baik-baik saja.

"Ada apa?" tanya Dirga, mendekat satu langkah seraya menutup pintu di belakangnya. "Gue udah bayar uang sewa bulan kemarin dan belum jatuh tempo pembayaran bulan depan."

"Revan, dia ada?"

Dirga terdiam mendengar pertanyaan Nindi. Tentu saja Revan ada, tapi untuk apa Nindi menanyakan soal cowok itu? Tapi, tidak butuh waktu lama bagi Dirga untuk menghubungkan hari ini dengan terakhir kali Nindi datang dan menyinggung soal Revan. "Masalah" yang dimaksud Nindi dulu pastilah dirinya sendiri dan organisasi kriminal yang menaunginya.

"Ada apa dengan Revan?"

"Gue ada urusan yang belum selesai dengan dia."

Otak Dirga tidak bisa merespons dengan cepat. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Di satu sisi, jika memang benar Nindi tergabung ke dalam organisasi kriminal yang dulu memanfaatkan Revan, Dirga tidak ingin menyerahkan Revan kembali begitu saja. Biar bagaimanapun, Revan telah berjuang untuk bisa bebas dari cengkeraman bos kampretnya.

Namun, Dirga juga tahu, Nindi bisa dengan mudah membuat hidupnya jadi berantakan. Tidak, Dirga tidak bisa membiarkan Etimologi jadi korbannya.

"Saran gue, jangan bela dia." Nindi membuang puntung rokoknya sembarangan, lalu melumatnya dengan kakinya. "Inget, kan, gue bisa menghancurkan lo semudah gue menghancurkan rokok ini?"

Dirga hanya membisu. Apa yang harus dia lakukan?

Nindi meliriknya, lalu tersenyum. "Omong-omong, lo punya saudara sepupu, ya? Sasha, kalau nggak salah?"

"Orangnya ada. Gue panggilin dulu."

Dirga berbalik, masuk lagi ke dalam kafe. Dia benar-benar menyesal saat akhirnya dia membuat keputusan.

::::::

Revan belum sempat membalas ucapan Sasha tadi karena Dirga keburu memanggilnya. Meski begitu, selagi dia berjalan mengikuti pemilik Etimologi itu, dia mulai memikirkannya. Apa benar, memaafkan adalah cara mendapatkan kedamaian? Kedamaian apa yang dimaksud Sasha?

Bagi Revan, damai adalah ketika dia bisa melakukan apa yang ingin dia lakukan tanpa dilabeli properti oleh siapa-siapa. Kedamaian adalah hidup tanpa ketakutan—takut dipukuli jika pulang tanpa memenuhi target; takut hasil kerja kerasnya diambil pencopet-pencopet kampret; takut akan menghabiskan seumur hidupnya mengamen dan mengamen, tanpa kesempatan untuk hidup lebih baik. Hidup yang dipenuhi dengan kebebasan dan kebahagiaan. Itulah kedamaian bagi Revan.

Revan tidak ambil pusing soal balas dendam. Dia tahu membubarkan organisasi kampret Dadan adalah hal yang mustahil di dunia ini. Dia hanya ingin berfokus pada dirinya sendiri. Pada rencana-rencana yang akan dibuatnya untuk memperbaiki kehidupannya. Energinya hanya akan terbuang sia-sia kalau harus mengurusi orang-orang kampret itu. Lagipula, Revan yakin semesta tidak akan terima kalau dia malah memakai waktunya untuk balas dendam.

"Pertama-tama, gue mau lo tahu apa yang bakal lo hadapin di belakang sana." Dirga berhenti begitu mereka sudah cukup jauh dari banyak orang.

Pernyataan itu membuat Revan gelisah. "Ada apa?"

The Theory of the UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang