Sasha baru saja keluar dan melihat Revan dibawa pergi—diseret adalah kata yang lebih tepat untuk mendeskripsikan apa yang dia saksikan—oleh dua orang berbadan kekar. Dirga di dekat pintu belakang, bergeming, ekspresinya tidak terbaca. Dua orang berbadan kekar lainnya mengawal Dirga. Satu orang cewek berwajah arogan mengetikkan sesuatu pada ponselnya sambil terus mengawasi Revan.
"Revan! Apa-apaan?"
Jelas saja Sasha tidak terima. Siapa orang-orang sialan yang membawa Revan seenaknya ini? Sasha berlari, mencoba menolong Revan. Dirga mencengkeram tangannya, hendak menahan, tapi Sasha berhasil melepaskan diri. Revan, yang menoleh saat mendengar namanya dipanggil, menggerutu sambil melawan orang-orang yang menyeretnya.
Sasha sudah akan menolong Revan saat tubuhnya ditarik. Sebilah pisau tajam menyentuh lehernya. Cewek sialan tadi sudah membekap Sasha.
"Jangan melawan," bisik cewek itu dingin, membuat tubuh Sasha merinding. "Ada banyak hal yang bakal kena imbasnya—hidup lo, abang lo, Etimologi, atau bahkan Lentera Damai—kalau lo masih berusaha nolongin Revan."
Jika sudah begini, barulah Sasha sadar, seberapa buruk sebenarnya kondisi yang sedang mereka hadapi. Sasha mungkin tahu bahwa orang-orang yang memperdaya Revan adalah orang-orang jahat. Sasha mungkin mengerti kalau mereka akan menggunakan segala cara yang mereka bisa untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Tapi dia tidak menduga situasinya akan jadi sepelik ini. Dia tidak tahu, bahwa sejauh inilah anggota organisasi sialan itu bergerak hanya untuk mendapatkan Revan kembali.
Dalam 20 tahun hidupnya, baru kali ini Sasha dibuat kecewa oleh semesta.
"Gue ikut lo, tapi lo harus lepasin dia. Gue nggak akan kabur lagi."
Tatapan Revan yang mengarah padanya membuat Sasha tahu, cowok itu lebih baik menjalani kehidupan di neraka daripada melihatnya terluka. Dia tersenyum sekilas, sebelum diseret lagi menuju sebuah kendaraan yang telah menanti mereka. Sasha tidak yakin apa maksud senyum itu, yang jelas bukanlah terima kasih. Ada segelintir rasa pahit yang membumbui senyum Revan.
Kaki Sasha yang lemas tidak mampu menyokong tubuhnya saat cewek arogan itu melepaskannya. Tanpa mampu berkutik, Sasha hanya bisa memperhatikan mobil van itu pergi. Dirga langsung menghampirinya begitu semua orang meninggalkan tempat ini.
"Sash, lo nggak apa-apa?" Dirga segera mendekap Sasha.
Ada dorongan dalam diri Sasha untuk membantu Revan. Tapi, berteriak sekeras apa pun, dia tidak akan mampu. Lawan mereka terlalu kuat. Ditambah, cewek itu sepertinya mengumpulkan banyak informasi mengenai orang-orang di sekitar Revan. Sasha menyadari, dia sama sekali tidak tahu apa-apa soal masa lalu Revan, termasuk apa organisasi kriminal yang sering dia bicarakan itu.
"Kenapa lo biarin dia pergi?" seru Sasha seraya mendorong Dirga. "Lo harusnya berusaha nolongin dia! Suruh kabur atau gimana, kek. Kenapa lo malah bawa dia ke sini?"
"Sash, percayalah, gue udah suruh dia kabur selagi dia sempet," balas Dirga, terdengar putus asa juga. "Dia yang memutuskan buat menyerahkan diri, biar lo nggak kenapa-kenapa. Dan lo tahu sendiri mereka kayak apa. Gue nggak bisa ngelawan."
"Tapi ini nggak adil, Bang. Ini sama sekali nggak adil...."
"Dunia ini emang nggak adil." Dirga kembali memeluk Sasha yang masih gemetaran. "Gue minta maaf, Sash. I'm so sorry."
Sasha mengusap pipinya, membiarkan Dirga mendekapnya. Selagi memikirkan apa yang bisa dia lakukan berikutnya untuk menyelamatkan Revan.
::::::
Sasha sudah duduk diam di kantor Pak Tim siang itu. Peristiwa kemarin membuatnya tidak tenang. Sasha sudah bercerita pada ibunya, dan sepertinya memang lebih baik Pak Tim diberi tahu soal ini. Siapa tahu, Pak Tim pernah berurusan dengan organisasi serupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Theory of the Universe
RomanceSasha punya teori tentang semesta: ia bekerja sedemikian rupa untuk kebaikan seluruh umat manusia. Revan punya teori lain: semesta bekerja sedemikian rupa untuk mencelakakan semua orang. Namun, semesta punya teori berbeda mengenai cara dunia bekerja...