Akan Rindu

38 6 0
                                    

Suara gemuruh kereta api terdengar dari balik bangunan stasiun tempat dimana gue menunggu dibawah pepohonan yang teduh. Gue bangkit dari duduk, membersihkan celana jeans gue, dan berjalan mendekati pintu kedatangan. Gue melihat banyak orang berlalu lalang, dengan segala aktivitasnya. Suasana cukup ramai di sore hari itu. Berbagai pertemuan dan perpisahan gue lihat di sekeliling gue. Terkadang gue juga melihat optimisme di wajah beberapa orang.

Gue menunggu dengan sabar, mengamati wajah masing-masing penumpang yang keluar dari pintu itu. Sosok yang gue tunggu-tunggu belum juga tampak. Sepertinya dia telat turun dari gerbongnya, sehingga agak lama juga sampai kemari. Gue masih menunggu selama beberapa saat, sampai dari kejauhan gue melihat sesosok wanita menuruni tangga, dengan membawa ransel dan sebuah tas di tangannya.

Semakin mendekat ke posisi tempat dimana gue berdiri, gue semakin bisa melihat sosoknya dengan jelas. Dia mengenakan kaos berwarna putih, dengan jaket tebal berwarna biru tua. Rambutnya tergerai agak panjang, wajahnya menurut gue semakin tirus, dan sedikit memucat. Dia tersenyum lebar ketika melihat gue, dan berlari kecil ke arah gue.

"hey..." sapanya, "udah lama yah?"

gue mengamatinya dari atas ke bawah, kemudian menggeleng pelan. "ah engga juga kok, ga lama. Sini gue bawain tas ransel lo..." kata gue sambil mengulurkan tangan.

Dia melepas ranselnya tanpa banyak protes seperti dulu, kemudian membiarkan gue membawakan semua barang bawaannya.

"motornya lo parkir dimana?" tanyanya.

Gue menggeleng. "ga naik motor kok, tadi naik ojek gue. Kita pulang naik taksi aja..."

"hah? taksi? ngapaiiin.... boros ah. Naik ojek aja."

"naik taksi aja, biar ga capek. Udah ga usah protes lo, ini gue yang bayar. Yah?"

dia cemberut, tapi kemudian dia mengalah.

"yaudah naik taksi aja sekali-kali..." dia menonjok lengan gue pelan, "boros aja lo gegayaan naik taksi segala..."

gue nyengir. "yah sekali-kali gegayaan gakpapa dong..." gue membela diri.

sambil menunggu taksi dia menatap gue cukup lama, hingga gue merasa risih dengan tatapannya itu. Gue merasa risih karena dia menatap gue bukan hanya dengan tatapan, tapi juga sambil senyum-senyum sendiri. Gue mulai salah tingkah, jangan-jangan ada yang konyol dari diri gue hari ini.

"kenapa lo, Ka?" tanya gue.

dia tertawa. "gakpapa..."

"kenapa?" cecar gue.

"Gw cuma kangen aja ngeliat muka lo... hahaha..." dia tertawa lagi cukup lebar. Suaranya menyenangkan.

Gue mengamatinya, kali ini lebih seksama. "lo kayanya kurusan yah, Ka? muka lo juga lebih pucet dari biasanya..."

"ah sok tau aja lo ah...."

"yee beneran ini, gue 3 minggu ga ketemu lo ngerasanya lo jadi tambah kurus, tambah pucet... lo disana diapain si, Ka?" tanya gue datar. Gue berusaha bertanya dengan intonasi biasa-biasa saja, tapi di dalam hati gue rasanya ga karuan.

"ya diobatin lah, yakali disana gue main petak umpet..." dia mencibir ke gue, sementara gue cuma bisa tertawa mendengar jawaban khasnya itu. Gue merindukan gayanya ini.

"lo apa kabar disini?" dia bertanya sambil memegang bahu gue.

"sehat, alhamdulillah..."

dia menghela napas berat, dan mengarahkan matanya ke atas. "ya iyalah lo sehat, orang lo ada disini sekarang... maksud gue, selama gue tinggal ini ada cerita apa aja?" tanyanya sebal.

gue tersenyum simpul.

"banyak si, di sekolah juga ada. Ntar deh gue ceritain ke lo. Sambil makan. Eh, lo belum makan kan yak?"

"udah tadi di kereta makan sandwich dibawain mama..."

"mana sandwichnya?"

"udah abis lah..."

"yaah..."

"lo mau?"

"ngicipin dikit..."

"ntar gw buatin di rumah deh..."

"emang ada bahannya?"

"ya ntar mampir dulu di supermarket, beli dulu..."

"ah ngerepotin banget kayanya..."

dia melotot.

"mau apa enggak?"

"mau, mau...."

"makanya jangan bawel."

gue tertawa mendengar dia mulai ngomel-ngomel lagi seperti sediakala. Di titik ini, gue bahkan kangen dengan omelannya. Kadang-kadang dia bisa sangat menyebalkan, tapi ada kalanya juga gue merindukan waktu-waktu dimana dia jadi menyebalkan itu.

Malamnya, ketika kami sudah bersantai di rumahnya, dia tiduran di kasurnya, sementara gue duduk bersila, bersandar pada tembok, dan ada sepiring sandwich di hadapan kami. Angin malam berhembus masuk ke kamar, mendinginkan kamar yang berhawa agak pengap karena lama ga dibuka.

"Kaa.."panggil gue.

"Hmmh..."dia sedang asyik membersihkan kukunya.

"gimana keadaan lo?"

"gw baik-baik aja kok..."

"masa?" gue menatapnya lekat-lekat.

"lah kan gue ada disini sekarang?"

gue berpikir sejenak.

"Lo masih mau balik ke sekolah lagi kan?" tanya gue sungguh-sungguh.

dia memandangi gue sesaat, kemudian melanjutkan membersihkan kukunya lagi. tapi gue tahu dia sedang memikirkan jawaban dari pertanyaan gue.

"iya, gw masih ke sekolah kok..." dia mengangguk-angguk. "Lo jangan takut gitu siii..." sebuah senyuman jahil mengembang di wajahnya.

"......"

"Kan gue kepingin lulus, masih inget kan lo ama impian gue?"

gue mengangguk mantap. "Iya, gue inget kok, Kaa."

"nah, berarti lo jangan khawatir ya gue ga balik ke kampus..." katanya sambil tertawa pelan.

"iyaaa....."

kemudian ada kebisuan panjang diantara kami berdua. Barangkali terlalu banyak yang ingin disampaikan, tapi kata-kata ga cukup menggambarkan itu semua. Kebisuan sepertinya menjadi harmoni melodi yang merdu yang menyampaikan semua pesan kami.

"Yannn.." panggilnya mendadak.

gue agak terkesiap. "ya?"

dia terdiam sebentar.

"kalo gue pergi, lo bakal kangen gue ga?" dia menoleh ke gue dan bertanya dengan wajah sendu namun bersungguh-sungguh.

"gue selalu kangen lo, Kaa."jawab gue.

kemudian gue melihat dia tersenyum. Sebuah senyum lega, dan tulus. Seakan jawaban gue itu memberikan hari baru baginya. Gue tahu, dan gue yakin dia juga mengetahui, bahwa kami berbagi ketakutan yang sama. Ketakutan untuk saling kehilangan satu sama lain.



~~~~~~

Hihihi. Sampek sini dulu yaakkk😂
Maaf lama gak update. Kerja soalnya.

Spesial :

...Diamku...

Ada rindu untukMu.

BrokeNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang