Leukemia

45 9 1
                                    

Pagi itu dua bulan berlalu setelah gue pulang dari jombang. Dan gue udah dikamar Siska. Terbaring bersebelahan. Ayah Siska udah diperbolehkan pulang, namun masih perlu perawatan dan kontrol dirumahnya.

"Kaa, kenapa elu pngen pulang." Ucap gue lemah. Dan gue menggenggam tangannya. Entah kenapa, dari genggaman hangat itu gue bisa merasakan segala sesuatu tentang dirinya. Segala sesuatu yang gue cintai.

"Maafin gue yaann. Gue udah berbohong sama elu." Ucapnya.

"Berbohong? Maksudnya?" Gue bener bener gak paham ada apa dibalik semua ini.

Anehnya Siska tersenyum. Seuntai senyum sedih tersungging diwajahnya. Seakan dia belajar mengikhlaskan semuanya.

"Gue sakit,Yann.." Ucapnya lirih.

"Sakit apa? Ayo kita ke dokter sekarang." Bodohnya gue yang gak tau dia sakit apa sekarang.

Siska menggeleng gelengkan kepalanya.

"Engga yannn engga. Gue gak bisa sembuh." Ucapnya tersenyum.

Gue merasa separuh nyawa gue tersedot keluar. Rasa sesak segera menjalar di dada gue.

"Saa...saakit apa,Kaa?" Tanya gue lemah.

"Leukemia."

Gue terdiam membisu. Gue pernah mendengar penyakit ini. Sekilas tapi menakutkan. Tangan dan kaki gue terasa dingin membeku mendengar jawaban Siska.

"Sejak kapan, Kaa?"

"Sejak pulang dari jombang sama elu dua bulan yang lalu itu." Kini Siska menunduk.

Seketika pikiran gue melayang ke dua bulan yang lalu. Gue pulang duluan waktu itu karena sekolah gak bisa gue tinggalin begitu aja. Sementara siska pulang seminggu setelah gue pulang. Daan gue inget, Wajah siska waktu itu emang sedikit pucat. Gue mengira mungkin dia lagi kecapean dan kurang tidur. Begitu pula setelah kembali kesini, gue melihat dia begitu lemah dan hati hati dalam melakukan segala hal.

"Apa yang elu rasain,Ka? Kenapa mendadak banget." Ucap gue lirih bahkan menyerupai sebuah bisikan.

Siska menarik napas panjang. Dan menutup matanya lalu menggeleng. Gue pun melihat air matanya mengalir di pipi nya.

"Gue cuma sedikit lebih lemas. Dan sering mimisan. Di jombang gue demam tinggi dan dibawa ke dokter. Gue saat itu gak tau, gue pingsan." Ucapnya.

"............"

"Setelah gue diperiksa ternyata gue mengidap penyakit yang sama seperti nenek gue dulu. Yaa mungkin sepertinyya itu turunan." Ucap Siska lagi sambil menangis.

"........."

"Mama sampe memohon agar gue gak kembali kesini. Karena selain gue sendirian disini, gue akan menjalani kemoterapi disana." Siska menyeka air matanya. "Namun gue tolak, karena gue harus menyiapkan segala sesuatu disini sebelum gue pergi..."

Gue hanya membisu mendengar pejelasannya itu.

"Elu tau,Yann. Setiap elu tidur di kelas, gue sering iseng liatin elu loh." Ucapnya tersenyum.

"Kenapa?" Tanya gue.

"Pengen liatin elu ajah." Ucapnya lirih.

Gue mulai mengerti mengapa dia liatin gue ketika gue tertidur. Yaa mungkin ini terbilang GR. Tapi gue bener bener berpikir ( siska ingin terus ngeliat gue. Sebelum dia pergi ).

"Gue boleh minta tolong?" Tanya Siska.

"Apa?"

"Gue ingin hidup normal. Gue ingin mencapai cita cita gue. Dan elu mau bantuin gue mewujudkan semuanya itu?" Ucapnya dan kembali air matanya jatuh menghiasi pipi indahnya.

BrokeNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang