linglung

33 5 0
                                    

Dedaunan jatuh berguguran di kaki gue ketika kami berjalan di taman yang berhawa sejuk pagi hari itu. Cuaca sedikit mendung, dan basah. Hujan cukup deras semalam tampaknya membuat suasana pagi ini menjadi sendu. Angin pagi membuat gue menggigil, untung gue mengenakan jaket andalan gue yang memang hanya satu-satunya. Gue menoleh, melihat seorang wanita di sebelah gue yang juga mengenakan jaket, dan sebuah beanie hat menghiasi kepalanya. Rambutnya tampak tergerai di samping kanan-kiri kepalanya. Dia berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke kantong jaket.

"Yan...." panggilnya.

"Yaa?" jawab gue sambil berjalan.

"Lo mau kemana setelah ini?"

"Setelah dari sini, atau setelah semua ini?"

"Setelah semua ini."

gue terdiam, dan menghela napas panjang. Pertanyaan yang selalu menjadi pertanyaan sulit bagi gue.

"Sepertinya cita-cita gue sama seperti kebanyakan orang. Lulus, kerja, menikah, berkeluarga. Dan yang pasti gue mau menghajikan kedua orang tua gue, dan menyekolahkan adik gue setinggi mungkin." jawab gue akhirnya.

dia tersenyum mendengar jawaban gue itu.

"adik lo pasti bangga ya punya kakak seperti lo..." katanya pelan.

"gue yang bangga punya adik seperti mereka..." gue tertawa, "gue masih harus banyak berbenah diri buat jadi kakak yang baik..."

"buat gue lo udah lebih dari sekedar kakak yang baik kok..."

"ya tapi sekolah gue belum kelar..."

"ah, itu semua ada waktunya. Suatu saat lo pasti bakal membanggakan keluarga lo dengan usaha lo sendiri..." katanya menenangkan sekaligus menyemangati gue.

"kalo lo, setelah sembuh ini, lo tetep mau buka usaha sendiri?" tanya gue sambil mengelap hidung gue yang sedikit berair.

dia tertawa, dan mengangguk-angguk pelan.

"yah, mungkin. Gue bakal jalanin apa yang ada di depan gue. Jujur sekarang gue ga punya rencana apa-apa. Gue cuma mengusahakan yang terbaik di hidup gue." dia mengangkat bahu, dan menghela napas panjang.

"yang penting lo harus sehat, harus tetep semangat ngejalanin semuanya yah...."

"iya, gue tahu kok..."

"sholat juga jangan pernah ditinggalin yah..."

dia tersenyum dan menonjok lengan gue pelan. "pasti kalo itu mah..." sahutnya.

gue cuma tertawa dan melanjutkan berjalan. Pagi itu gue hanya ingin menikmati hari bersamanya. Untunglah pagi itu suasana cukup bersahabat, sehingga nyaman untuk gue dan dia berjalan-jalan. Trotoar yang basah dan dedaunan di jalan setapak seperti mendukung kami untuk mengabadikan momen-momen ini.

Beberapa jauh kemudian, kami memutuskan untuk duduk di sebuah bangku plastik yang memang disediakan di taman untuk umum. Meskipun bangku itu basah, tapi ga mengurungkan niat kami untuk beristirahat disana. Gue duduk disampingnya, memandangi bagian tengah dari taman yang dipergunakan beberapa orang untuk berolahraga. Gue menghela napas berat.

"Kaa..." panggil gue.

dia menoleh. "Apa?"

"barang-barang lo udah dipacking semua?"

dia tersenyum.

"Engga semuanya kok, ada yang masih gue tinggal disini. Kan gue juga masih bakal kesini lagi..."

gue terdiam sejenak.

"nanti kalo lo udah disana, jangan lupain gue yah..." kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir gue. Dia tertawa pelan dan menepuk-nepuk bahu gue.

"Jangan bodoh lah," sahutnya pelan, "kenapa gue harus melupakan lo?"

"Gue ga tahu akan seperti apa nanti jadinya hidup gue disini tanpa lo..." gue mengakui. "rasanya lo sudah jadi bagian wajib di kisah hidup gue disini..."

"Gue pun ga tahu gimana hidup gue nantinya..." dia tertawa ringan, "but hey, kita sama-sama menghadapi misteri di masa depan, lo nyuruh gue untuk selalu semangat, lo juga harus semangat dong."

gue tersenyum mendengar optimismenya itu.

"jaga kesehatan lo ya, Ka. Jaga diri lo baik-baik."

"Tengokin gue juga laaah..."

gue tertawa. "Iya, ntar pasti gue tengokin kesana, Kaa."

"Janji?" dia mengulurkan kelingkingnya ke gue, yang langsung gue sambut dengan mengaitkan kelingking gue juga.

"Iya, gue janji."

~~~~~~~

"Siska udah berangkat?"

Sebuah suara menyadarkan gue dari balik punggung, sementara gue sedang makan dikantin. Gue menoleh.

"oh, elo. Iya udah kok, tadi subuh dia berangkat." jawab gue setelah melihat sosok Febi berdiri di belakang gue, bersandar pada tiang penyangga kantin

"tadinya mau pamitan sama lo, tapi lo nya sedang gak bisa dihubungi. Sorry yah..." sambung gue.

Febi tersenyum sambil mengibaskan tangannya. "ah apaan sih, ga perlu sampe minta maaf kali. Malah gue yang sorry tadi gak ngidupin hp."

gue tersenyum mendengar jawabannya itu.

"kehujanan ga lo tadi?" tanya gue setelah melihat langit yang cukup mendung.

Febi menggeleng. "nyaris sih."

"Sekarang udah hujan emang?" Tanya gue.

"gerimis doang." jawabnya sambil melangkah ke arah samping kantin dan duduk di lantai, bersandar pada tembok.

"Jangan duduk di lantai, dingin. Tuh duduk di kursi aja gapapa." gue menyarankan. "kalo mau teh, beli sendiri tuh, udah biasa kan..." gue tertawa.

"iya ntaran aja, lagi gue dateng belum haus masa langsung beli teh..."

gue tertawa. "ya gapapa lah, cuma teh doang kan."

dia memandangi sekeliling kantin, sementara gue melihat lihat geleri di hp, dan mendadak gue baru menyadari kalau ternyata gue ga punya satu pun foto Siska, cewek yang telah bersama gue.

Gue membuka dompet, dan meyakinkan diri gue sekali lagi bahwa memang ga ada foto Siska yang gue miliki. Gue tersenyum sedih, dan menggelengkan kepala, mencoba mengikhlaskan keadaan ini.

"ikhlasin aja..." kata sebuah suara di samping gue.

gue sedikit tersentak, dan menoleh. Gue terkejut karena dia seperti bisa membaca pikiran gue, dan apa yang gue rasakan waktu itu.

"Semua ini pasti ada hikmahnya kok..." lanjutnya. "Klise sih emang, tapi gue percaya semua yang terjadi diantara lo dan Siska itu ada alasannya. Yang penting lo harus bersabar aja..."

gue tertunduk dan terdiam, memandangi lantai, dan mencoba mencerna apa yang dikatakan Febi barusan. Bagi gue, ini bukan hal sesimpel itu. Bagi gue, ini adalah segalanya.

"rasanya gue seperti orang linglung...." kata gue akhirnya.

"Iya gue ngerti kok, pasti berat buat lo..."

"Gue masih menganggap..." suara gw tercekat, "....kalo ini semua cuma mimpi. Kadang-kadang gue berharap gue bangun di suatu pagi dan menemukan ternyata ini semua cuma mimpi buruk."

Febi memandangi gue, dan menghela napas berat.

"iya, gue ngerti..." katanya sambil memainkan jemarinya.

"Cuma lo harus tetep bersyukur apapun yang terjadi, cintai apa yang lo punya, karena suatu saat nanti, lo bakal merindukan itu semua kalo udah hilang..." lanjutnya.

gue mengangguk-angguk pelan. "Iya, gue tahu..." jawab gue lirih.

~~~~~~~~~


Sampe sini dulu yaa. Lagi sibuk soalnya.

Spesial :

Malam ini aku merindukanmu untuk alasan tertentu
air mata membasahi wajahku
ketika aku mengenangmu didalam hatiku


BrokeNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang