kembali

41 7 1
                                    

"lo beneran harus balik ke Jember ya?"

gue memandanginya dengan sedih. Gue membenci saat-saat seperti ini, ketika gue dan dia lagi-lagi harus dipisahkan oleh kenyataan. Dia menggenggam kedua tangan gue erat-erat. Suara gemuruh pengumuman keberangkatan menggema dan menelan suara-suara kami.

Gue menarik tangannya mendekat, dan memeluknya erat.

"gue bakal kembali ke lo secepatnya..." gue bersungguh-sungguh.

"atau gue yang kembali ke lo?" tanyanya di pelukan gue.

gue tersenyum.

"lo udah berkorban banyak untuk gue, kali ini giliran gue yang melakukan sesuatu untuk lo..." sahut gue.

"maksudnya?"

gue melepaskan pelukan gue, dan memegang kedua pipinya dengan lembut. Gue menatap kedua matanya lekat-lekat.

"tunggulah sebentar lagi..." kata gue pelan.

dia tersenyum cantik. 

Gue memeluknya sekali lagi, dan mengecup keningnya pelan sebelum gue akhirnya memasuki bagian dalam stasiun untuk kembali ke tanah rantau. Langkah gue terasa sangat berat, dan mata gue nggak bisa lepas memandang sosok wanita mungil berambut sebahu dengan mengenakan jaket merah menyala, yang tak henti-hentinya melambaikan tangannya ke gue. Di sudut terakhir sebelum dia menghilang dari pandangan gue, dia meniupkan sebuah ciuman untuk gue. Ingin rasanya gue berlari kembali dan memeluknya erat, nggak akan gue lepaskan lagi.

Ya Tuhan, ternyata seberat ini ya....

Tapi sebesar apapun keinginan gue untuk mendekapnya, gue harus kembali ke realita kehidupan. Logika masih mengalahkan perasaan gue. Gue tahu gue harus berjuang lebih jauh lagi, demi Siska, dan demi kami berdua.

Selama perjalanan kembali itu, gue hanya termenung memandangi kegelapan di balik kaca jendela. Hati gue mulai mempertanyakan apakah ini semua sepadan. Gue teringat ucapan Siska, yang mengatakan bahwa dia meninggalkan kehidupannya di Jombang, dan menemukan pengganti yang sepadan, yaitu gue. Terjadi perang batin di hati gue, dimana Siska dan pekerjaan gue menjadi pihak yang berperang. Siapapun yang menang diantara mereka, gue lah yang harus menanggung resikonya.

Namun pada akhirnya gue tetap harus memilih sang pemenang. Gue telah mengambil keputusan.

Sekembalinya di jember, gue segera memulai rutinitas gue seperti biasa. Kembali ke kantor, dan mengerjakan tugas-tugas gue. Kali ini gue seperti memiliki motivasi yang berbeda. Siang itu, segera setelah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan ke gue, perhatian gue beralih ke hal lain. Gue membuka-buka situs pencari kerja, dan mulai mencari-cari mana yang cocok untuk gue.....di Jombang.

Nggak perlu waktu lama, gue menemukan beberapa lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan serta pengalaman yang gue miliki. Gue memasukkan lowongan dengan acak, bahkan gue nggak melihat berapa gaji yang ditawarkan. Yang penting gue masukkan saja semuanya, dan berharap salah satu atau salah banyak dari mereka tertarik untuk mempekerjakan gue. Ketika semuanya telah selesai, satu-satunya hal yang bisa gue lakukan hanya menunggu.

Dua minggu kemudian.

Pagi itu gue melakukan kegiatan yang biasa gue lakukan ketika tiba di kantor. Membuat segelas kopi panas, kemudian merapikan kertas-kertas yang akan gue periksa nantinya. Gue menyalakan komputer, dan sambil menunggu komputer itu siap digunakan, gue menghirup kopi panas gue perlahan. Setelah komputer siap untuk dipakai, gue membuka browser, dan membaca-baca berita yang memang setiap hari gue lakukan. Kemudian dengan iseng gue membuka email gue, tanpa ekspektasi apapun.

Ada beberapa notifikasi email baru di kotak pesan gue. Sebagian email kerjaan, ada email spam, tapi ada satu email yang menarik perhatian gue. Dengan segera gue membuka email tersebut, dan membaca isinya dengan seksama. Intinya adalah panggilan wawancara kerja. Dengan semangat gue membalas email tersebut. Untungnya bagi gue, wawancara itu dilakukan melalui telepon, karena posisi gue yang jauh.

BrokeNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang