Delapan

3K 143 34
                                    

Segala sesuatu yang dilakukan
Dengan terpaksa, akan menuai
Hasil yang tidak bisa diprediksikan.

*
*
*

Arya menginjakkan kakinya di Batam sambil membenarkan letak kacamata hitam yang melindungi matanya dari sinar matahari, sedangkan Ayra sudah berjalan didepannya sambil menyeret koper berwarna hijau terang. Laki-laki itu menunduk, menghela nafas panjang, Arya tak pernah ada diposisi serumit ini.

" Pak Arya?" Wajah Arya terangkat ketika suara halus nan lembut itu menyapanya, Ayra melambai-lambaikan tangannya. Ternyata laki-laki itu jauh tertinggal dibelakang, bahkan keluarga Airya pun sudah bisa menyamai langkah Ayra.

" Ngapain sih masih disitu dek?! Cepetan kesini, bawain kopernya Ayra sekalian. Udah tau lagi hamil, dibiarin bawa yang berat-berat! Gimana sih pak dokter!" Ucap Astha khas dengan nyinyirannya, Arya melangkahkan kakinya dengan malas.

Laki-laki itu mengambil alih koper yang sedang dipegang oleh Ayra " Biar saya yang bawa, kamu bawa tas kecil punya saya aja.. " Arya memberikan tas kecilnya pada Ayra. Ayra hanya bisa mengangguk tanpa suara.

Sebuah mobil berwarna putih menyambut mereka dilobby bandara, semua barang-barang dimasukkan kedalam bagasi. " Ar, kamu sama Ayra naik mobil yang satu lagi aja ya? Udah penuh soalnya" Ucap Azka.

" Iye bang" Arya mengangguk kecil sambil mengacungkan jarinya. Laki-laki itu menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri mencari mobil yang dimaksud oleh Azka tadi.

5 menit menunggu, handphone Arya berdering menampilkan sederet nomor yang bahkan Arya tidak kenal. Agak ragu saat menggeser tombol hijau dihandphonenya;

" Hallo, assalamualaikum. Siapa ya ini?"

" Waalaikumsalam, Pak Arya. Ini saya Amar, supir yang disuruh keluarga Bapak buat jemput dibandara. Tapi maaf Pak, saya tidak bisa antar Bapak kesana, soalnya anak saya sakit. "

Kening Arya berkerut " Tapi saya sudah didepan bandara"

" Yaudah, saya kesana. Saya pake kemeja bermotif sama perempuan pake kacamata bening, pokoknya yang ganteng deh"

" Baik Pak saya tunggu"

Menekan tombol merah, lalu menyeret koper Ayra yang langsung diikuti oleh perempuan berkacamata bening itu. Tanpa mengucapkan satu patah katapun keduanya berjalan keluar dari are bandara, Arya yang sibuk dengan menatap sekelilingnya dan Ayra yang mencoba menenangkan hatinya yang sudah tak karuan.

Seorang laki-laki paruh baya melambaikan tangannya pada Arya, yang langsung dihampiri oleh Arya secepatnya. " Pak Arya, ya?"

" Bukan. Saya Milea. Yaiyalah saya Arya!" Jawab Arya yang dibalas kekehan oleh Pak Amar, sang supir yang ditugaskan menjemput Arya dibandara.

" Maaf ya Pak, saya gak bisa mengantarkan Bapak sama Ibu kealamat tujuan. Soalnya tadi istri saya nelpon katanya Putra saya demam, jadi harus dibawa kedokter" Jelas Pak Amar yang diangguki oleh Arya.

Laki-laki itu tersenyum " Kalo saya nggak ada urusan penting, saya mampir kerumah Bapak. Saya dokter" Ucapnya.

Pak Amar ikut tersenyum membalas senyuman manis dokter kandungan itu " Terimakasih Pak sebelumnya, kuncinya ada didalam. Saya langsung permisi ya pak"

A (Antara Arya, Ayra dan Anfal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang