Lima

1.9K 132 10
                                    

Ketika masalah kecil dibiarkan
Maka bersiaplah untuk menghadapi
Masalah yang besar.

*
*
*

Pagi ini entah kenapa Ayra merasa sangat tidak sehat, kepalanya berputar-putar semenjak dari subuh, ia kira setelah tidur sebentar akan mereda tetapi ternyata malah bertambah pusing, perutnya juga sedari tadi bergejolak. Mungkin saja ini efek dari rujak mangga yang kemarin dimakannya bersama guru-guru lain disekolah, entahlah. Rasanya untuk bangun dari tempat tidur saja Ayra tidak bisa.

Ia meraih handphonenya yang berada diatas nakas, lalu mengetikkan pesan pada guru piket hari ini bahwa ia tidak masuk karena sakit, ia juga menitipkan tugas agar nanti diberikan pada anak muridnya. Setelah pesan itu terkirim, Ayra kembali memejamkan matanya, jarinya bergerak memijat ringan keningnya.

Ayra lupa dimana ia menyimpan obat pribadinya, atau mungkin tidak ia bawa. Ayra mendesah pelan, sakit dikepalanya semakin menjadi, saat ia memejamkan matanya semuanya tampak berputar membuatnya membuka mata sampai-sampai cairan bening menetes dari ujung matanya. Ayra tidak pernah merasakan sakit kepala sehebat ini, paling hanya dibawa tidur langsung sembuh.

Yaa Allah sakit banget..

Ayra cepat-cepat meraih handphone dan memesan grab, ia akan pergi kerumah sakit.

***

Dirumah sakit, Arya tengah bersiap-siap diruangannya. Laki-laki yang memakai celana bahan hitam dan kemeja abu-abu itu sedang menyisir rambutnya didepan cermin, ia meraih snelli bersih yang tergantung disamping cerminnya lalu memakainya. Sedangkan Ridho sudah bersiap sedari tadi dan sedang memainkan handphone nya dibankar tempat pasien biasanya berbaring.

Ridho berdecak " Gue manasin mobil dulu ya dok! Lo lama amat dandannya" Ucapnya kesal. Ridho beranjak dari bankar dan pergi keluar meninggalkan Arya yang masih mematut dirinya didepan cermin.

" Lagian gue gak nyuruh nungguin kok" Ucap Arya terkekeh geli, berteman dengan Ridho membuatnya awet muda. Tingkah absudrnya membuat Arya tersenyum atau bahkan tertawa sampai ngakak.

Arya meraih tas dinasnya lalu beranjak keluar dari ruangannya, laki-laki itu selalu menjadi pusat perhatian rumah sakit sejak kedatangannya seminggu lalu. Arya dikenal sebagai dokter yang ramah, mudah bergaul, suka bercanda, dan yang pasti karena masih single banyak dokter perempuan atau perawat yang terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Arya. Tapi Arya si buaya ya malah santai-santai aja, kesenengan.

Disini Arya lebih sering dipanggil Satria, karena memang dari name tag yang tersangkut di snelli nya pun begitu.

Dr. A. Satria Tritama, Sp.OG

Saat tengah berjalan menuju parkiran, ia melihat seorang perempuan dengan kepala yang tertutupi hoodie dan masker berjalan tertatih-tatih, sampai akhirnya langkah perempuan itu terhenti. Tangannya terangkat memegangi kepalanya, dibalik kacamata bening itu matanya terpejam kuat. Arya langsung berlari menghampirinya, dan tepat setelah Arya didepannya, tubuh perempuan itu ambruk dan Arya dengan sigap menahannya.

Tanpa berpikir panjang, Arya membopong tubuh perempuan itu ke IGD. Kenapa juga ada orang yang tega membiarkan orang sakit pergi sendirian begini? Apalagi dia perempuan. Kalau ada apa-apa dijalan kan bahaya. Arya merebahkan tubuh perempuan itu disalah satu bankar IGD. Ia dengan cepat mengambil stigmomanometer, tensi darah perempuan ini normal, tidak tinggi dan tidak rendah.

Arya meraih stetoskopnya, memerika tubuh perempuan yang wajahnya tertutupi masker dan kacamata bening. Menatap wajah perempuan yang matanya tertutup itu, membuat hatinya tak karuan, jantungnya pun berdegub kencang, padahal Arya tidak mengenal perempuan ini.

A (Antara Arya, Ayra dan Anfal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang