16. Tekad Yang Kuat

857 166 16
                                    


Aku sepakat. Operasi Chanyeol akan dilakukan dalam kurun waktu dua minggu dari sekarang. Chanyeol menerima beberapa pengobatan didampingiku. Motivasi moril juga dilakukan oleh Ibu yang setiap hari menyempatkan diri untuk datang.

Siang ini, aku dan Chanyeol memilih untuk makan di salah satu restoran di Shilla Hotel. Restoran yang berada di lantai 26, menjadi rekomendasi Jungsoo untuk menghabiskan waktu bebas bersama Chanyeol. Kami benar-benar memanfaatkan waktu belakangan ini untuk dihabiskan berdua saja. Terutama jika Chanyeol harus ke rumah sakit untuk melakukan medical check up.

"Aku suka lihat Seoul dari sini. Dulu aku kesini cuma mau pantau, apa enaknya dan sensasinya makan di lantai 26," Chanyeol memulai pembicaraan. Dia melipat-lipat serbet dan diserahkan kepadaku. Bentuknya berubah. Menjadi bunga mawar.

Salah satu kemampuan Chanyeol, adalah memberikan pelayanan kepada konsumen. Barusan adalah sedikit dari keahlian yang dia miliki dan pelajari ketika masih duduk di bangku kuliah. Meskipun tahu, ini adalah hal kecil. Aku tetap tersenyum dan bilang, terimakasih.

"Aku nggak suka lihat kamu murung, Seungwan."

Seandainya Chanyeol tahu, aku juga tidak suka. Tapi melihatnya bahagia membuatku gamang, apakah keresahan yang aku rasakan tidak beralasan?

"Maaf."

Pun juga tidak tahu, apakah kalimat itu bisa membuat Chanyeol tenang. Tanpa sedikitpun mengkhawatirkannya. Tapi, dia berupaya. Agar paling tidak, Chanyeol bisa memikirkan dirinya dulu. Agar motivasinya untuk sembuh bisa lebih besar dibandingkan kekhawatirannya memikirkan aku.

"Kalau ketakutanmu masih sama. Seungwan, aku harus bilang ini," Chanyeol menggamit jemariku, menatapku dalam-dalam. "Nantinya, apapun yang terjadi. Aku akan sangat berterimakasih. Karena kamu mau berusaha. Kamu mau menurunkan ego kamu sebagai pacar aku. Dan itu, membuat aku bangga sama kamu, sayangku."

Aku tahu, Chanyeol sedang berusaha menghiburku. Bohong kalau dia tidak takut dengan operasi yang akan berlangsung. Sejak awal, aku dan Jungsoo sudah memberitahu bahwa persiapan ini akan memakan lebih banyak tenaga dan persiapan dibandingkan dengan operasi jantung pada umumnya. Ada beberapa faktor. Tapi yang utama, jarangnya kasus yang dialami oleh rumah sakit. Sehingga membutuhkan referensi dari rumah sakit lain. Dalam kasus ini, aku dan Jungsoo memutuskan menjalin komunikasi dengan John Hopkins Hospital di Baltimore. Bahkan beberapa waktu lalu, kami menerima kunjungan salah satu dokter jantung terbaik dari sana.

Mereka sempat melihat hasil pemeriksaan Chanyeol yang dilakukan belakangan ini. Komentarnya formalitas. Tapi mereka bisa menguatkan. Aku menjadi sangat optimis setelah pertemuan itu. "Manusia itu cuma harus usaha. Ujungnya ada di Takdir Tuhan. Jangan pernah takut mengambil tindakan. Dokter punya tugas mempercepat atau memperlambat tadir Tuhan,"

"Aku nggak takut kalau nanti operasinya tidak berhasil. Sedikitpun. Bahkan sekarang aku rajin berdoa. Untuk amalku. Untuk kebahagiaan kamu."

Demi tuhan, sekarang aku tidak bernafsu menyantap makanan yang harganya seperti sepuluh gram emas itu. Chanyeol membuatku terus berpikir, bagaimana jika operasi yang akan kami lakukan adalah jalan mempercepat takdirnya.

"Seungwan. Berhenti bersedih. Dibandingkan meratapi nasib ini. Bagaimana kalau kita menganggap, bahwa kita berdua akan mati? Menikmati hari-hari kita yang hanya tersisa sedikit?"

Siang itu, aku menjadikan diriku sendiri seperti apa yang dia inginkan. Mungkin Chanyeol memang benar. Alangkah lebih baik jika kami menikmati waktu yang tersisa. Nanti, tinggal dipikirkan lagi. Aku hanya ingin menganggap semuanya baik-baik saja. Sampai waktunya tiba.

Aku akan menghadapinya, seperti apa yang Chanyeol katakan.

XXX

Percakapan rutin yang terjadi setelah Chanyeol optimis bersedia dioperasi adalah. Nanti kalau nggak ada aku. Setiap kali kalimat itu disebutkan. Sebuah pisau bedah menancap di dalam relung, rongga dan seluruh organ dalam tubuhku.

Atrium ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang