Bisa jadi ini akan menjadi momen terakhir kami bertatapan. Legkap dengan baju hijaunya, aku melihat Chanyeol menggenggam jemariku dengan erat. Matanya berkedip beberapa kali. Hanya untuk menahan air matanya yang siap jatuh.
Selang pernafasan masuk ke dalam rongga mulutnya. Di dalam udara yang dia hirup ada anastesi yang akan membirkannya tak sadarkan diri. Sebentar lagi-sebentar lagi. Dan semuanya akan berakhir. Entah senyuman atau tangisan. Aku hanya perlu membuat Chanyeol baik-baik saja.
Butuh tekad yang kuat untuk membulatkan niatku turut serta dalam proses operasi ini. Sebab, nanti, mungkin aku yang akan mengambil tumor yang bersarang pada jantungnya. Atau, aku yang memiliki tugas membela dadanya. Paling sederhana, mungkin aku yang akan menjahit lukanya.
"Nggak apa-apa. Semuanya akan baik-baik aja," kata ku lalu mengecup dahinya yang berkeringat,
Ruang operasi ini sangat dingin. Saking gugupnya, Chanyeol berkeringat. Aku memaklumi ketakutannya. Dia sedang menyiapkan diri untuk tidak bangun. Jika operasi yang kami lakukan gagal. Dan aku ada di sana. Di dalam pandangan matanya.Lama kelamaan, Chanyeol memejamkan matanya. Operasi akan dimulai. Park Jungsoo akan memimpin operasi kali ini. Seluruh pejabat rumah sakit menunggu dari atap kaca. Ini adalah operasi pengangkatan tumor jantung pertama di rumah sakit ini. Akan ada sejarah yang dicetak. Apapun hasilnya. Ini akan menjadi sejarah.
Jungsoo mengangguk. Aku juga. Dia memulai segalanya. Mengetahui kepanikkanku tak kunjung reda. Lelaki berlesung itu mulai membelah dada Chanyeol. Sejenak aku pejamkan mata. Aku juga merasa perih. Ingin sekali aku peluk Chanyeol, menciumnya.
Dokter koas lain yang tidak aku kenal mulai menghisap darah yang ada di sekitar jantung Chanyeol. Sampai kami bisa melihatnya, detakan itu. Bersamaan dengan daging imbuh yang ada di sela-sela atriumnya. Rongga terluas yang dimiliki oleh jantung. Salah satu tempat favoritku, sebagai seorang dokter jantung.
Jungsoo melihat layar presentasi yang akhirnya bisa kami akses dari John Hopkins Hospital. Membutuhkan beberapa akses untuk bisa mendapatkan jurnal ini. Satu-satunya jurnal yang menunjukkan tingkat presentasi keselamatan bagi pengidap yang dioperasi.
Dia mulai mengukur, apa saja yang harus dilakukan untuk membuang tumor pada jantung Chanyeol. Sementara aku berusaha melihat apakah keadaan vital Chanyeol baik-baik saja. Sekaligus, melihat matanya yang ditempelkan plester. Agar tidak terbuka. Agar tidak sadar.
"Seungwan, kamu perlu memastikan, dalam proses operasi, tidak ada arteri yang mengalami pendarahan. Bisa?" tanya Jungsoo.
Aku mengerti jika riskan membawaku ke dalam ruang operasi saat ini. Aku terlalu emosional. Karena itu Jungsoo harus berulang kali memastikan jika aku bisa melakukan tugasku dengan baik dan benar. Jadi, butuh waktu, setelah aku menarik nafas dalam-dalam. Untuk menjawab, "Ya aku bisa."
Jungsoo memberikanku sebuah pinset, "Aku mengandalkan kamu, kumpulkan fokusmu. Buat hari ini jadi sejarah. Aku, kamu dan Chanyeol. Kita harus jadi sejarah. Yang nantinya akan kita ceritakan. Bahwa, jika tekad itu ada, semuanya bukan hanya mungkin. Tapi bisa."
Kali itu aku mengangguk. Jungsoo benar. Daripada aku terlarut dalam emosi, seharusnya aku bisa fokus dengan situasi yang terjadi saat ini. Agar aku tidak menyesal. Agar hari ini bisa dijadikan hari yang diingat dengan kesan yang baik. Aku harus menyembuhkan Chanyeol. Harus. Tidak ada pilihan untuk tidak melakukannya.
Chanyeol. Bertahanlah. Agar nanti ketika bangun. Kamu akan bangga padaku. Aku yang akan menyembuhkanmu.
XXX
Teruntuk yang paling cantik, Seungwan ku.
Ada seseorang yang paling aku cintai. Bahkan melebih cintaku pada diriku sendiri. Kamu.
![](https://img.wattpad.com/cover/190016862-288-k120467.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Atrium ✔
FanfictionDokter bedah berpengalaman sekalipun, tidak akan pernah mau membelah dada orang yang dicintainya sendiri. -Son Seungwan Karena aku percaya kamu bisa. Jadi kamu juga harus percaya bahwa kamu bisa. -Park Chanyeol Disclaimer : You might never find the...