Mentari beranjak dari ufuk timur. Menyapaku yang masih bersembunyi di balik jaket berwarna biru. Aku sudah bangun dari mimpi indah dalam tidur nyenyakku di malam hari. Hanya saja, ada sedikit yang menggangu pikiranku. Hingga berdampak sampai ke hatiku. Tadi malam aku merasa kamu mengirimkan pesan singkat untukku. Sudah lama tidak bertemu. Aku merindukanmu. Itulah isi pesan singkatmu yang masih mengisi kepalaku hingga pagi ini. Namun, setelah aku membuka notifikasi pesan masuk di ponselku, aku tidak menemukan pesan singkatmu. Aku ingin tertawa sekaligus menangis. Aku ini lucu sekali. Mana mungkin kamu mengirim pesan seperti itu kepadaku. Walaupun hatiku berharap itu semua adalah kenyataan. Tapi, nyatanya itu hanya mimpi yang tak tahu diri.
Bagaimana bisa aku memimpikanmu yang belum pernah kutemui? Aku hanya melihat potretmu di picture profile. Dan kamu pun belum pernah melihatku, sekadar fotoku pun juga belum. Bagaimana bisa aku memimpikanmu yang belum kukenal? Ah, aku lupa. Kita berkenalan dari aplikasi WhatsApp. Kita dipertemukan di sebuah grup online. Jujur saja, kamu sempat mengalihkan duniaku. Sempat membuatku lupa pada orang yang membuatku terluka. Tutur katamu, walau hanya kubaca dari pesan singkatmu, mampu menciptakan getaran di relung hati. Aku belum berani menyimpulkan perasaanku. Aku masih trauma pada luka lama. Lebih baik aku melupakan perasaan yang tak seharusnya kurasakan. Sederhana saja, jika memang berjodoh pasti dipertemukan di waktu yang tepat. Jika tidak dipertemukan, kita memang tidak berjodoh. Ya, sudah. Ikhtiar di penghujung doa dan tawakal. Yakinlah, semua akan indah pada waktunya.
Tidak ada yang salah dengan mimpi. Mimpi hanyalah hiasan terindah atau terburuk dalam tidur singkat seseorang. Yang salah adalah ketika kita bertemu mimpi indah dan berharap semua menjadi kenyataan. Benar-benar tidak tahu diri. Apalagi bermimpi bertemu ikhwan sholeh yang tak seharusnya dimimpikan. Ya, walaupun kita tidak bisa mengatur mimpi. Namun, mimpi bisa hadir karena seringnya kita membawa bayang seseorang di otak kita.
Aku memimpikanmu, mungkin karena aku terlalu memikirkanmu. Fokusku teralihkan oleh kata-kata indah darimu. Sebenarnya kata-kata sederhana, bukan gombalan atau kata-kata puitis. Namun, aku sendiri tak tahu kenapa suara hatimu yang tersampaikan melalui tulisan mampu menggetarkan hatiku. Hingga aku pernah merasakan debar karenamu. Untuk saat ini, aku tidak mau mengharapkan lebih darimu. Aku lebih baik berusaha membunuh rasa yang tak seharusnya kupelihara. Kita hanya sama-sama mahasiswa yang sedang mengejar cita-cita. Yang terlibat percakapan karena belajar bersama. Tidak ada yang salah di antara kita. Yang salah adalah ketika aku melibatkan perasaan dalam kegiatan itu. Jika suatu saat takdir mempersatukan kita dalam ikatan halal, artinya saat ini kita sedang berjuang untuk menuju cita dan cinta. Cinta yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Cita yang diwujudkan untuk kebahagiaan bersama. Cita dan cinta yang diperjuangkan untuk menuju jannah-Nya. Mimpi tak tahu diri kuharap jangan datang lagi, cukup kali ini dan sampai di sini.
Don't forget to vote and comment, guys. Hargailah karya orang lain, agar orang lain menghargai karyamu. Meninggalkan jejak itu penting, supaya dia selalu mengenangmu. 😅
Salam hangat,
Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Tinta di Ujung Senja
Non-FictionMenceritakan curahan hati lika-liku kehidupan seseorang yang pandai menyembunyikan kesedihannya melalui senyum palsunya. Semua terangkum dalam rangkaian kata sederhana yang penuh makna.